Akademisi: Kualitas Pelayanan Publik di Pandeglang Mengerikan

Dprd ied

PANDEGLANG – Akademisi UNMA Banten, Eko Suprianto menilai kualitas pelayanan publik di Pandeglang sudah sampai taraf “mengerikan”. Menurutnya, kondisi seperti itu bersumber dari beragam aturan yang tumpang-tindih satu sama lain. Sebab banyak regulasi dan peraturan pemerintah yang kerap mengganggu pelayanan publik, sehingga tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah masih sangat jauh.

Menurut Eko, dengan melihat kesibukan para birokrat maka terlihat jelas bahwa para birokrat saat ini sibuk mengembangbiakkan peraturan dan regulasi saja.

“Kalau dulu di kampung saya, seorang Kepala Desa selalu berkeliling menjaga keamanan desa. Tapi kini, dia sibuk hanya mengurusi laporan-laporan keuangan dan administrasi,” ungkanya, Kamis (15/11/18).

Meneropong kinerja pelayanan publik yang diberikan lembaga Pemkab Pandeglang gampang sebenarnya. Seberapa mudahkah proses dalam hal mengurus KTP, SIM, klaim asuransi, sertifikat tanah dan berbagai bentuk perijinan kegiatan publik lainnya.

“Kritik masyarakat umumnya masihlah klasik, berkisar pada lemahnya kinerja dan profesionalisme birokrasi. Prosedur pengurusan yang berbelit-belit dan pungutan liar di sana-sini,” ujarnya.

Lanjut Eko, perlu dipahami pula bahwa saat ini hampir semua pihak sepakat bahwa standar ukuran kinerja pemerintahan mengacu pada konsep good governance (tata pemerintahan yang baik) yang dikeluarkan United Nations Development Program (UNDP) pada tahun 1997. Menurut standar good governance, rendahnya kualitas pelayanan publik adalah gambaran buruk kinerja pemerintahan secara keseluruhan.

“Oleh sebab itu, apapun program yang dikeluarkan oleh pemerintah pada dasarnya bermuara pada semakin meningkatnya pelayanan lembaga pemerintah kepada publik yang menjadi warganya. Dengan standar ini masyarakat menjadi lebih mudah menilai kinerja pemerintah dengan hanya merasakan apakah kepentingannya dapat dilayani secara mudah dengan kualitas yang diharapkan atau tidak,” jelasnya.

dprd tangsel

Eko menilai, arah kebijakan pelayanan publik di kabupaten Pandeglang, harus diakui bukan hanya semata-mata disebabkan menyimpangnya paradigma Pemkab. Tapi juga tergagap-gagap oleh adanya arah kebijakan pemerintah provinsi maupun pusat yang cenderung mengarahkan pada privatisasi lembaga pelayanan publik. Kebijakan pemerintah pusat ini bisa jadi diniatkan untuk menggalang partisipasi warga, khususnya investor swasta untuk ikut peduli pada peningkatan pelayanan publik bagi masyarakat, namun sayangnya lembaga layanan publik pemerintah pun juga ikut memanfaatkan arah kebijakan ini menjadi sebuah lembaga perusahaan yang dituntut untuk menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tentunya profit oriented.

“Adalah kemustahilan jika keterlibatan lembaga yang profit oriented dalam layanan publik semata-mata pelayanan,” katanya.

Sebenarnya tambah Eko, ada beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan Pemkab Pandeglang dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik sepanjang Pemkab mampu merombak kultur aparat birokrasi, termasuk mengubah paradigma Pemkab Pandeglang dan meninternalisasi nilai-nilai akuntabilitas, transparansi dan filosofi pelayanan publik dalam diri aparat.

“Secara konsep saya yakin bahwa paradigma, nilai-nilai akuntabilitas, transparansi dan filosofi pelayanan publik sangat dipahami oleh aparat pemkab. Karena sudah sering didiklatkan dan diseminarkan, jadi tinggal pembiasaan dan pembudayaan secara terus menerus,” terangnya.

Ia mengaku, prinsip akuntabel yang terukur dan sederhana dengan menempelkan SPM di setiap kantor pelayanan, tentunya dijadikan sebagai pemicu bagi aparat untuk membiasakan diri memenuhi SPM dengan penuh tanggungjawab. Dibandingkan dengan Survey Kepuasan Konsumen yang membutuhkan analisis yang ngejelimet.

“Tampaknya pemampangan SPM jauh lebih efektif sebagai sarana partisipasi publik untuk selalu mengontrol dan memonitor kinerja lembaga pelayanan,” ucapnya.

Menurutnya, survey kinerja pelayanan publik semestinya berbasis peristiwa seperti metode Citizen Report Card (CRC), misalnya. Dengan metode ini tidak ada pungukuran kinerja yang bersifat opini apalagi tuduhan yang mengada-ngada.

“Pemkab sudah saatnya serius dan fokus pelayayan publik berbasis teknologi. Tentu saja sebuah rencana matang dalam rangka meningkatkan layanan publik yang kinerjanya terukur dan mudah dimonitor oleh masyarakat, maka dibutuhkan anggaran khususnya untuk investasi berbasis teknologi,” pungkasnya. (*/Achuy)

Golkat ied