Andaikan Ada Permainan Tempoe Doeloe di HUT Ke-19 Kota Cilegon

*) Oleh: Ilung (Sang Revolusioner)

GOBAK SODOR, egrang, jeblugan, bak-bakan, bakiak, jembleongan dan sejenisnya mungkin pernah akrab bagi anak-anak di Cilegon pad era tahun 1980 hingga 1990an. Namun seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan zaman, berbagai permainan atau dolanan anak-anak ini bukan saja mulai terpinggirkan, tapi sudah ditinggalkan oleh anak-anak zaman now dan bahkan terlupakan.

Padahal, dolanan tempoe doeloe yang sarat makna filosofi akan seni, bentuk sportivitas dan kebersamaan serta gotong-royong dalam ragam kehidupan ini, perlahan namun pasti satu demi satu tersingkir oleh teknologi dari luar, entah itu boneka, robot, televisi dan kini gadget dan sejenisnya.

Tentu harus ada upaya untuk membendung serbuan budaya asing di Kota Cilegon tercinta ini. Karena, permainan anak-anak zaman now cenderung mendorong anak-anak menjadi malas, pasif dan kurang akseleratif. Sehingga dengan pola pemanjaan seperti itu anak-anak lebih terdidik pada sifat individualistik, kurang memiliki daya kreasi dan kebersamaan dalam di lingkungan sekitarnya.

Meski beberapa dolanan tempoe doeloe di Cilegon ini diantaranya seperti halnya egrang dan sendal bakiak kadang muncul dan diperlombakan saat acara 17-an atau HUT Kemerdekaan Republik Indonesia. Namun dengan laju teknologi yang terus membawa perubahan drastis pada jenis permainan lokal tersebut, tentu tidaklah mengimbangi selain hanya kita sekadar bernostalgia.

Maka, diperlukan upaya yang sesering mungkin untuk diselenggarakannya permainan ini dalam upaya kembali mengangkat permainan tempoe doeloe yang syarat makna positif di kota industri tersebut, syukur kalau sampai bisa kembali digemari anak-anak dan terus dilestarikan.

Melihat manuver program-program soal kebudayaan lokal yang dilakukan oleh Pemkot Cilegon melalui
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Cilegon selama ini, bisa dikatakan “garing” dalam upaya menghidupkan kembali permainan tempoe doeloe pada masyarakat khususnya anak-anak di Cilegon.

Sebagai pemerintah, sudah seharusnya peka melihat fakta semakin pudarnya nuansa klasik di daerah dimana ia menjabat.

Mengingat HUT Kota Cilegon jatuh pada tanggal 27 April nanti. Saya kira momentum yang membuat Cilegon mampu meraih rekor Muri dalam event “Golok Day” tersebut, akan sangat prospektif bisa menghidupkan kembali permainan anak-anak Cilegon tempoe doeloe. Entah itu menggelar Festival “Padang Bulan ing Cilegon Lawas” atau lebih bagus lagi Pemkot Cilegon di HUT Ke-19 nya, mengadakan lomba “Dolanan Bengen Cilegon” yang pesertanya diupayakan sebanyak-banyaknya dari Kampung-kampung yang ada di Cilegon.

Diharapkan dengan adanya perlombaan ini, para peserta anak-anak tentunya orang tua yang pada masa tahun 1980/1990 masih anak-anak merasakan dan mengalami langsung dolanan tempoe doeloe tersebut bisa mengajarkan, melatih anak-anak yang akan mengikuti lomba. Saya kira upaya ini akan sangat efektif untuk melestarikan seni dolanan Cilegon tempoe duloe. Apalagi diselenggarakan secara rutin setiap tahun dan terus dikembangan di sekolah-sekolah dasar, entah itu sebagai ajang latihan rutin atau menjadi mata pelajaran olahraga.

Menumbuhkan dan mengembangkan dolanan tempoe doeloe adalah jurus jitu agar masyarakat tidak tertarik dengan dunia luar yang kebarat-baratan, yang terus berpijak pada arus modernisasi global. Bukan kita anti pada modernisasi, selama itu membawa kebaikan kita diterima. Tetapi jangan meniadakan nilai-nilai kearifan lokal. Oleh karena itu, gagasan akan perlombaan dolanan bengen Cilegon ini bisa tersampaikan dan bisa direalisasikan.

Walau kemajuan teknologi dan informasi seiring arus globalisasi kian deras, tetap membuat budaya bangsa khususnya lokal Cilegon tetap terjaga. Selain itu, banyaknya budaya ke-Cilegonan lainnya juga masih banyak yang potensial yang harus bisa digali dan dieksplor kembali, sehingga generasi muda tidak melupakan peninggalan nenek moyangnya sendiri.

Tentunya urun rembug saya ini perlu didukung oleh semua pihak di Cilegon, supaya bisa dapat didengar oleh para elite di Pemkot Cilegon dan terdorong mau menganggarkan dan melaksanakannya.

Jika boleh saya berandai-andai, lamun gagasan iki benar-benar terealisasi, saya kira akan banyak aspek positif yang didapat oleh semua pihak di Cilegon khususnya masyarakat, dari yang permukan anak-anak terhibur, orang dewasa bisa bernostalgia masa kecilnya. Dan yang esensial, tentunya Cilegon dalam presentase tertentu, bisa kembali meraba ke-khas-annya, keaslian dan identitas siapa dirinya yang menstimulasi menemukan kedaulatannya kembali. (*)

*) Penulis adalah Jurnalis Fakta Banten Online

Honda