Begini Kebiasaan Ngobor Burung Puyuh Warga Cilegon di Masa Lalu

Dprd ied

CILEGON – Pembangunan infrastruktur dan industri kian pesat di Kota Cilegon, tetapi tantangan hidup tidak otomatis menjadi kian mudah karenanya.

Tanpa disadari masyarakat, tantangan hidup justru semakin mendesak kita untuk melakukan serangkaian kegiatan yang terkungkung oleh teknologi.

Mulai dari semakin hilangnya lapangan sepakbola di Perkampungan dengan kompetisi Tarkam-nya, spot-spot dan teknik warga mencari ikan, hingga habitat burung puyuh yang terus hilang.

Tapi jangan coba tanyakan hal itu pada anak-anak jaman kini, yang terlalu sibuk oleh smartphone mainan modern lainnya.

Padahal, pada kurun waktu beberapa dekade silam, mencari burung puyuh sudah menjadi bagian kebiasaan masyarakat Cilegon. Namun, Cilegon dulu yang masih agraris di dominasi lahan pertanian berupa sawah ladang yang oleh orang Cilegon lebih lazim disebut _tegal_, alam yang masih hijau dan asri menyediakan panganan lezat dan alami bagi masyarakat itu kini sudah nyaris hilang di kota yang makin ramai dan padat oleh para pendatang tersebut.

Sebagaimana di ceritakan oleh Mang Bihis (51), warga asli Cilegon yang lahir dan tinggal di Link. Palas, Kelurahan Bendungan. Saat ia anak-anak hingga remaja masih sering dan gemar berburu burung puyuh.

“Masih enakan zaman dulu, Cilegon dulu gak ramai begini. Dulu kalau lapar enak, tinggal pergi ke tegal ngobor burung puyuh, nyari ikan, singkong. Enak pokoknya mah,” ujarnya, beberapa waktu yang lalu, kepada faktabanten.co.id

dprd tangsel

“Dulu mah sering makan burung puyuh. Burung puyuh liar, bukan burung puyuh yang diternak atau dibudidayakan. Rasanya beda, rasa daging yang paling enak dan lezat adalah daging burung puyuh yang hidup di alam. Beda, mirip ayam kampung sama ayam negeri (potong) aja,” imbuhnya.

Menurut Mang Bihis, keasyikan dan kesenangan didapatnya saat – saat mengejar burung puyuh di semak-semak yang tidak terlalu lebat sangat menyenangkan. Burung yang meski tak terbang tinggi, tapi jangan ditanya soal berlari.

“Burung puyuh itu jago lari. Burung puyuh suka nyelusup dengan cepat ke dalam _gerembelan_ (semak-semak)-red. Kalau kita juga lebih gesit dan teliti, burung puyuh itu bisa kita _tungkrub_ (tangkap)-red saat bersembunyi,” paparnya.

Selain ngobor burung puyuh pada malam hari, berburu burung yang telornya juga lezat ini. Dulu Mang Bihis juga menangkap burung puyuh dengan alat jebakan dengan mencari sarangnya terlebih dahulu.

“Kalau lagi ke tegal saya lihat sarang burung puyuh, saya biasanya pasang jebakan, namanya “Porog”. Saya yakin masih ada orang-orang tua kalau asli orang Cilegon mah tahu apa itu porog,” papar Mang Bihis.

Setelah menceritakan nostalgia masa kecil dan remajanya dengan alam Cilegon yang masih sangat bersahabat baginya itu, Mang Bihis juga menyayangkan terlalu cepatnya pembangunan di Kota Cilegon, sehingga menerabas habibat asli burung kesukaannya itu.

“Sekarang pastinya burung puyuh telah jauh berkurang, orang tegal tempat bersarangnya digusuri oleh perumahan, pabrik, tambang pasir. Tak seperti jaman saya masih kecil. Kasihan aja anak-anak sekarang gak bisa nikmati kebahagiaan seperti saya dulu,” tandasnya. (*/Ilung)

Golkat ied