Diskusi BIRD, ‘Mewaspadai Radikalisme Menjelang Tahun Politik’

Dprd ied

CILEGON – Saat ini Indonesia memasuki tahun politik. Pasalnya pada 2018 terdapat Pemilihan Kepala Daerah di berbagai tempat, dan di tahun 2019 nanti akan digelar Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif.

Gesekan antar kubu politik bisa menimbulkan radikalisme bagi kelompok yang tidak puas dengan hasil pemilu. Hal ini kemudian menjadi peringatan sendiri bagi keamanan Indonesia.

Pendidikan politik di akar rumput harus dilakukan, ini agar terhindar dari gerakan-gerakan radikalisme di tahun politik.

Banten Institut Regional Development (BIRD) menggelar Pendidikan Politik bertajuk ‘Mewaspadai Radikalisme Menjelang Tahun Politik’ yang berlangsung di Pesantren Al-Furqon, Citangkil, Kota Cilegon, Selasa (30/1/2018).

Makmum Muzzaki sebagai praktisi politik dalam orasinya menyampaikan, indikasi gerakan radikal itu selalu ada. Di Banten kemungkinannya kecil, karena masyarakatnya terutama tokoh masyarakat ingin terlibat secara langsung, sehingga meminimalisir tumbuhnya gerakan radikalisme.

Namun potensi itu selalu ada, lanjut Zaki, tidak hanya isu nasional dan global, isu lokal juga bisa menjadi isu yang membentuk radikalisme. Seperti banyaknya investasi di Banten namun pengangguran menjadi banyak, bisa menumbuhkan gesekan di masayarakat dan juga bisa memicu gerakan radikal. Apalagi tahun politik, gesekannya semakin terasa. Karena ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah misalnya.

“Partai-partai yang kalah dalam Pemilu bisa saja memunculkan isu untuk melakukan gerakan-gerakan radikal,” ungkap Muzzaki.

Pria yang pernah menjadi calon wakil gubernur Banten 2011 ini mencontohkan persoalan lokal yang ada di Tangerang, reklamasi di Kampung Dadap Kabupaten Tangerang yang akan menyingkirkan para nelayan dan penduduk lokal. Diprediksikan 8 Desa akan hilang.

dprd tangsel

“Hilangnya mata pencaharian warga bisa menjadi penyebab radikalisme,” imbuh Muzzaki.

Sementara itu, Direktur Eksekutif BIRD, Lili Romli mengatakan, di Indonesia gerakan radikalisme dipicu oleh beberapa kelompok yang ingin mengganti tatanan lain. Seperti ideologi dan sistem Negara.

“Bibit-bibit ini, kemudian ditularkan sehingga memperluas gerakan-gerakan radikal,” ungkap Lili Romli.

Terdapat 4 pilar berbangsa dan bernegara sebagai penghalang gerakan radikalisme. Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Keempat hal tersebut apabila diimplementasikan dengan baik oleh seluruh komponen masyarakat akan menghentikan gerakan radikalisme.

“4 Pilar itu menjadi acuan, yang terpenting masyarakat di akar rumput bisa terbuka dan memahami pendidikan politik untuk mewaspadai gerakan radikal yang berpotensi muncul,” tutur Romli.

Sementara itu, Agus Nizar Vidiansyah Ketua ICMI Banten, menyampaikan bahwa Radikalisme terjadi jika ada perbedaan nilai yang diperjuangankan. Hal ini berlaku pada organisasi, kelompok, bahkan partai politik.

Namun menurut Vidi, kondisi perpolitikan di Indonesia tidak memiliki perbedaan nilai yang diperjuangan secara mendasar. Sehingga sangat minim sekali akan terjadi radikalisme politik.

“Indonesia ini kan partai-partainya tidak ada yang memperjuangan nilai yang memang benar-benar saling berbeda. Buktinya ada yang suaminya di partai A sedang istrinya di partai B, dan mereka biasa-biasa saja. Ini mengindikasikan bahwa politiknya cenderung homogen, sehingga bagaimana mungkin akan melahirkan radikalisme politik,” ujar Vidi. (*/Cholis)

Golkat ied