Dosa Kejujuran (Mukadimah Kenduri Cinta)

Mukadimah Kenduri Cinta, Mei 2019

PADA KENDURI CINTA edisi sebelumnya, kita sinau bareng tentang dimensi kebaikan; Khoir, Ma’ruf, Sholeh, Ihsan dan Birr. Masing-masing dimensi itu memiliki ruang dan waktunya sendiri, memiliki pemahaman detail dan presisi yang tepat untuk diletakkan pada kalimat yang juga tepat.

Kali ini, kita mencoba mundur satu langkah, menyelami makna kejujuran. Apa sebenarnya maksud dari kata jujur, atau kejujuran. Ada yang memiliki pendapat bahwa kejujuran adalah kesesuaian sikap antara perkataan dan perbuatan. Ada juga yang memiliki pendapat bahwa kejujuran adalah menyampaikan informasi sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Jika A maka sampaikanlah A, jika B maka sampaikanlah B. Orang Islam sudah tidak asing lagi mendengar ungkapan Quli-l-haqqo walau kaana murron, katakanlah yang benar (jujur) meskipun itu pahit.

Baru saja, sebulan yang lalu kita melewati proses Pemilihan Umum. Pesta Demokrasi 5 tahunan kali ini sangat menguras energi bangsa kita. Baik fisik maupun ruhani. Kita tidak hanya melihat betapa orang-orang sangat fanatik dan membabibuta mendukung salah satu kontestan Pemilihan Umum 2019, kita juga menyaksikan betapa orang berjuang mati-matian demi mencapai keinginannya untuk berkuasa. Exit Pool, Quick Count, Real Count dan segala macam istilah lain begitu akrab di telinga kita akhir-akhir ini. Seharusnya, pesta demokrasi ini menjadi salah satu media untuk mencerdaskan bangsa, namun faktanya?

Salah satu asas yang dijunjung dalam Pemilihan Umum di Indonesia adalah Jujur. Asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil merupakan nilai-nilai luhur yang sangat mulia, yang menjadi pijakan kemurnian proses pesta demokrasi di Indonesia. Namun demikian, agaknya hari-hari ini kita sibuk dengan kata Jujur.

Siapa yang jujur, siapa yang tidak jujur? Semua pihak merasa dirinya adalah yang paling jujur, dan menuduh pihak lain sebagai pihak yang tidak jujur. Siapa yang bisa membuktikan bahwa dirinya adalah pihak yang paling jujur dan siapa yang bisa membuktikan bahwa orang lain adalah pihak yang tidak jujur?

Dalam sebuah kesempatan, Cak Nun menyampaikan bahwa Perdamaian itu dipersyarati oleh kejujuran dan keadilan. Kalau kejujuran dan keadilan dicederai, maka tidak fair jika kita menuntut perdamaian.

Dan yang mencederai pesta demokrasi Indonesia kali ini adalah adanya ketidakjujuran masing-masing pihak, sehingga satu dengan yang lainnya saling tuduh bahwa pihak lain adalah pihak yang tidak jujur. Contoh yang paling nyata adalah bagaimana sesama kontestan Pemilihan Presiden saling klaim kemenangan. Sementara tools yang mereka gunakan untuk melegitimasi kemenangan mereka masing-masing bukanlah tools yang resmi yaitu Komisi Pemilihan Umum.

KPU yang seharusnya bertindak sebagai wasit dalam pertarungan Pemilihan Presiden 2019 ini juga tidak mampu membuktikan dirinya bahwa mereka kredibel menyelenggarakan Pemilihan Umum 2019 ini, terutama dalam Pemilihan Presiden.

Hoax sudah semakin menjadi budaya. Berapa banyak informasi yang bisa kita saring dan kita pastikan kejernihan dan kebenarannya hari ini? Setiap hari kita dibanjiri informasi yang tidak terduga jumlahnya. Gadget yang kita genggam sehari-hari menyajikan jutaan informasi yang kita sendiri tidak mampu memfilternya. Terbiasa mencerna informasi yang tidak jernih pada akhirnya menyebabkan kita juga tidak memiliki kejernihan dalam berpikir.

Pada edisi ke-201 yang juga bertepatan dengan bulan Ramadlan ini, Kenduri Cinta kembali hadir sebagai wadah dan forum diskusi dengan konsep mutlak yaitu sinau bareng. Mencoba menggugah akan makna dan pemikiran kita mengenai kejujuran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jujur adalah lurus hati atau tidak berbohong; berkata apa adanya, atau tidak curang (misalnya dalam permainan dengan mengikuti aturan yang berlaku).

Sedangkan kejujuran adalah sifat (keadaan) jujur; ketulusan hati dan kelurusan hati. Tapi yang benar menurut kita belum tentu benar yang sejati. Apakah kebenaran itu merupakan output dari sebuah kejujuran yang sesungguhnya? Menyampaikan kebenaran dengan cara yang tidak baik bisa menjadi buruk, boleh jadi ada kebenaran yang mesti disembunyikan. Seperti apa yang disampaikan Cak Nun di beberapa waktu lalu; “bijaksana terhadap apa yang kita tahu, rendah hati terhadap apa yang kita tidak tahu”.

Dosa adalah sebuah konsekuensi yang harus diterima oleh manusia manakala dia berbuat buruk. Sementara pahala adalah imbalan yang diterima oleh manusia ketika ia berbuat baik. “Dosa Kejujuran” menjadi sebuah ungkapan sarkas, melihat fenomena hari ini, begitu banyak kejujuran yang tidak disampaikan, semakin banyak orang justru dengan bangga menyampaikan ketidakjujuran. Orang menghindari “Dosa Kejujuran” untuk mencapai “Pahala Ketidakjujuran”.

Kejujuran tampaknya sudah menjadi barang yang sangat langka, sampai-sampai ada sebuah slogan yang juga sering kita dengar; “Berani jujur itu baik”. Apakah kejujuran merupakan sebuah perilaku yang sudah sulit kita lakukan, sehingga jika kita berlaku jujur seolah-olah malah kita berdosa, sementara jika kita menutupi sebuah kejujuran dengan ketidakjujuran seolah-olah justru menjadi sebuah pahala? (*/CakNun.com)

Honda