DPRD Pandeglang Usulkan Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak

PANDEGLANG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pandeglang melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), menginisiasi pembentukan Raperda mengenai Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak.

Usulan Raperda ini dilatari oleh maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Pandeglang. Terlebih Pandeglang menjadi salah satu daerah dengan angka kekerasan perempuan dan anak tertinggi di Provinsi Banten.

Anggota Bapemperda, Nenti mengatakan, tingginya angka kekerasan tersebut menunjukkan sangat diperlukannya pengaturan tentang perlindungan terhadap korban kekerasan. Apalagi sampai saat ini, Pemkab belum memiliki peraturan tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak.

“Jumlah tindak pidana terhadap perempuan dan anak di wilayah Pandeglang masih tinggi. Segala bentuk kekerasan adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi,” ujar Nenti dalam Rapat Paripurna Nota Usulan 4 Raperda Inisiatif DPRD Pandeglang, Jumat (7/4/2014).

Nenti menjelaskan, penghapusan terhadap bentuk kekerasan terhadap perempuan tidak hanya fisik, namun juga psikis dan seksual.

Sementara perlindungan anak, adalah segala bentuk kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan segala bentuk diskriminasi.

“Dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 6 Tahun 2015 tentang Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebutkan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya,” papar Nenti.

Oleh karenanya lanjut politisi Partai Demokrat itu, tindak lanjut dari implementasi penegakan hukum untuk perlindungan perempuan dan anak dimaksudkan guna memberi suatu regulasi dalam melakukan langkah preventif maupun represif.

“Sehingga Pemda memiliki dasar hukum secara khusus dalam menentukan arah kebijakan berikutnya,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, selain memunculkan Raperda Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak, Bapemperda juga mengusulkan 3 Raperda lain untuk dikaji dan dibahas oleh SKPD terkait. Ketiganya yakni Raperda tentang Pemberdayaan dan Pengembangan Usaha Mikro, Raperda Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu, dan Raperda tentang Perubahan Kedua Nomor 7 Tahun 2010 perihal Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Daerah.

Bupati Pandeglang, Irna Narulita mengapresiasi Raperda usulan wakil rakyat. Diakuinya, masalah perlidungan terhadap kaum perempuan dan anak saat ini sudah masuk dalam taraf yang mengkhawatirkan di Pandeglang.

Apalagi banyak kasus kekerasan yang muncul, tak jarang berasal dari keluarga terdekat.

“(Raperda) itu bagus, karena itu kan inisiatif wakil rakyat berarti representasi dari aspirasi rakyat. Masalah perlindungan perempuan dan anak, memang mengancam kehidupan anak, dari tindakan kekerasan dalam keluarga atau orang-orang sekelilingnya yang selama ini tidak memberi pendidikan yang baik,” tutur Irna.

Untuk itu, dirinya mendorong SKPD terkait untuk segera melakukan kajian dan pembahasan bersama DPRD, agar Raperda tersebut segera selesai.

Irna pun menyoroti Raperda tentang Pemberdayaan dan Pengembangan Usaha Mikro. Karena Irna menilai, Raperda tersebut bisa memberi regulasi menyangkut bantuan permodalan bagi industri mikro.

“SKPD terkait harus siap untuk membahas semua Raperda itu. Termasuk Usaha Mikro. Kan kita masuk KEK (Kawasan Ekonomi Khusus), harus ada penguatan ekonomi mikro di bawah dengan permodalan seperti apa, harus jelas dan berbadan hukum. Harus jelas juga regulasi bantuan untuk siapa supaya pergerakan ekonomi di Pandeglang bangkit,” tandas isteri Dimyati Natakusumah itu. (*)

Honda