Hampir Dua Dekade, Kota Cilegon Masih Kumuh

Sankyu

CILEGON – Menjelang akhir tahun 2018, Kota Cilegon di usianya yang hampir dua dekade dengan sudah banyaknya industri raksasa, mewahnya gedung-gedung pusat perbelanjaan dan megahnya kantor-kantor pemerintahan daerah. Namun tidak lepas dari kesan kumuh. Hal ini dikarenakan masih banyaknya titik lokasi berupa Fasilitas Sosial, Fasilitas Umum (Fasum) dan beberapa kawasan lainnya yang masih belum ditata dengan baik dan benar.

Di antara tempat-tempat kumuh tersebut bukan hanya di wilayah pinggiran saja. Namun ironisnya di wilayah-wilayah kelurahan yang dekat bahkan berada di pusat kota pun masih banyak yang terlihat kumuh. Seperti becek, tumpukan sampah hingga kios pedagang dan bangunan-bangunan semi permanen yang terlihat semrawut berdiri di atas kawasan yang tidak diperbolehkan dalam tata ruang kota.

Lihatlah di perlintasan Rel Kereta Api Pagebangan, kawasan bekas pasar ini tampak kumuh dan semrawut akibat banyaknya pedagang. Selain kios-kios pedagang banyak yang berdiri di atas trotoar sampai memakan badan jalan dan mempersempit ruas jalan, air es bekas ikan yang mengalir dan menggenang ke jalan juga kerap membuat becek dan bau yang tak sedap.

Padahal keberadaan para pedagang ini sudah coba direlokasi ke Pasar Blok F oleh Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Cilegon pada sekitar setahun silam. Namun para pedagang tetap saja membandel karena alasan minimnya pembeli. Dan sejak itu hingga kini, sepertinya belum ada lagi upaya-upaya untuk menata kawasan ini menjadi indah dan tertib.

Lihat juga di jalan penghubung antara Kelurahan Karang Asem (Kecamatan Cibeber) dan Kelurahan Ketileng (Kecamatan Cilegon). Kesan kumuh sudah terlihat dari ruas jalan yang masih berupa lapisan tanah liat yang bergelombang dan berlubang. Saat hujan membuat becek dan banyak sekali genangan air disana. Belum lagi pada kawasan Link. Cikerut, Kelurahan Karang Asem yang banyak terdapat tumpukan sampah semakin membuat kumuh kawasan yang tak jauh dari pusat kota tersebut.

Belum lagi di lingkungan-lingkungan lainnya yang masih banyak terdapat jalanan yang becek akibat luapan air dari belum ada, mampet atau rusaknya saluran drainase di lingkungan tersebut. Bahkan sampah-sampah rumah tangga di lingkungan juga masih banyak menumpuk. Entah karena kesadaran warga yang rendah atau memang pemerintah kelurahan setempat atau dinas terkait belum menyediakan sarana tempat dan sistem pengelolaan sampah, atau sekadar melakukan sosialisasi terhadap warga.

Sekda ramadhan

Bahkan di Pasar Blok F yang menjadi pasar modern percontohan sekalipun tak lepas dari kesan kumuh. Meski lantai pasar sudah dilapisi keramik, namun terpantau masih becek dan masih ada saluran pembuangan air yang mampet. Apalagi di Pasar Kranggot, meski berstatus pasar induk di kota industri. Pasar ini tak lepas dari kesan kumuh karena semerawutnya para pedagang yang seolah-olah tidak ditata sedemikian rupa agar tertib dan rapih.

Selain itu, di trotoar masih banyak yang dialih fungsikan atau digunakan oleh oknum untuk berdagang. Padahal jelas hal ini melanggar aturan yang berlaku karena fungsi utama trotoar adalah untuk pejalan kaki.

Nilai estetika secara fisik berupa pemandangan sebuah kota yang tak elok dipandang mata ini sungguh ironis memang, terlebih hal tersebut sudah berlangsung lama dan terkesan kurang begitu diperhatikan oleh Pemkot Cilegon dalam hal ini dinas-dinas terkait yang membidanginya. Padahal pemerintah pusat dalam setiap tahunnya memberikan gelar Adipura kepada daerah-daerah yang mampu menata daerahnya menjadi bersih dan indah. Sebuah motivasi yang sepertinya terabaikan oleh konsep atau hanya jargon ‘Smart City’ Cilegon, karena aslinya bisa jadi tidak pintar menata kota tidak kumuh.

Dan parahnya Kota Cilegon sudah mengantongi payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2003 tentang K3 (Kebersihan, Keindahan dan Ketertiban). Namun faktanya, dalam implementasi sepertinya kinerja dari OPD-OPD terkait tidak begitu terlihat dari fakta-fakta yang terlihat di lapangan sebagaimana diungkapkan diatas.

Dan mirisnya, anggaran belanja Kota Cilegon sudah hampir mencapai 2 triliun dan terus meningakt pedat dari tahun ke tahun. Dan anehnya, dengan luas wilayah hanya sekitar 175,5 Kilometer persegi yang terdiri dari 8 kecamatan dan 43 kelurahan saja, Pemkot Cilegon sepertinya belum begitu serius untuk menata Kota Cilegon jauh dari kesan kumuh.

Dan apakah di tahun 2019, menjelang genapnya usia kota baja ini 20 tahun di Tanggal 27 April 2019 nanti, kondisi ini masih terus terjadi. Sebuah tantangan bagi Kepala Daerah Cilegon dalam hal ini Plt Walikota Cilegon dan segala perangkatnya yang telah diupah dari pajak rakyat untuk mengelola dan menata Kota Cilegon menjadi bersih indah dan tertib.(*/Ilung)

Honda