Ironi Eks Koruptor Nyaleg dan Mantan Napi Dilarang Jadi PNS

JAKARTA — Pembukaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) menjadi sorotan publik lantaran salah satu persyaratannya melampirkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) atau dulu dikenal sebagai surat berkelakuan baik. Intinya dengan SKCK itu, pelamar tidak pernah punya catatan kriminal atau pidana apapun di masa lalu ketika melamar CPNS.

Hal bertolak belakang terjadi dengan proses pendaftaran calon anggota legislatif untuk Pileg 2019. Meski KPU sudah mengatur eks narapidana korupsi menjadi caleg, namun ‘berkat’ Bawaslu dan Mahkamah Agung, aturan itu digugurkan. Alhasil puluhan bakal caleg lolos untuk Pileg 2019.

Dua persyaratan berbeda ini menjadi ironi, ketika seharusnya syarat bagi caleg lebih ketat ketimbang PNS.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil mengatakan, caleg akan menjadi anggota dewan yang punya kewenangan membuat peraturan. Sementara PNS lebih kepada tataran pelaksana aturan yang sudah dibuat.

“Ini sangat miris, untuk level PNS sebagai orang yang nanti menjalankan pelayanan publik dan menjadi birokrat justru memiliki standar yang sangat tinggi, tidak boleh mantan terpidana,” kata Fadli saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (24/9).

“Kalau kita bicara wakil rakyat, ini jauh lebih penting karena posisinya lebih strategis. Ia akan menjadi orang yang akan membuat regulasi dan akan menentukan nasib banyak orang, tapi justru diberikan standar yang lebih rendah, apalagi bagi mantan terpidana korupsi,” lanjut dia.

Menurut Fadli dibatalkannya aturan dalam PKPU tersebut menjadi anomali karena sedianya posisi lembaga negara diisi oleh orang-orang yang bersih.

Karena itu, kata Fadli, untuk pemilu selanjutnya perlu diatur di dalam UU bahwa partai politik tidak boleh mengusung mantan napi korupsi menjadi caleg. Ini agar polemik serupa kali ini tidak terulang.

“Ini anomali dalam pengisian posisi lembaga negara. Kalau jadi perdebatan, ini harus diatur dalam undang-undang,” kata dia.

Terkait larangan terpidana mengikuti seleksi CPNS, Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan menjelaskan bahwa hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pada pasal 23 disebutkan sembilan syarat bagi warga yang ingin mengikuti seleksi CPNS, salah satunya menyinggung soal peserta tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan.

“Persyaratan dasar yang diatur dalam PP 11 Tahun 2017 tentang Management PNS, salah satu dari sembilan syarat dasar adalah berkelakuan baik. Jadi, sama sekali tidak boleh ada record kriminal di kepolisian,” kata Ridwan saat dihubungi CNNIndonesia.com.

Dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Managemen PNS terdapat sembilan syarat melamar CPNS, antara lain usia minimal 18 tahun dan maksimal 35 tahun pada saat melamar, tidak pernah dipidana dengan pidana penjara dua tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, serta tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai PNS, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta.

Ridwan mengatakan larangan bagi mantan narapidana mengikuti seleksi CPNS bukan baru kali ini. Aturan serupa juga sudah berlaku saat proses rekruitmen CPNS di tahun-tahun sebelumnya.

Ridwan memastikan, setiap CPNS yang pernah menjadi narapidana tidak akan lolos menjadi PNS karena akan tersaring saat verifikasi data pelamar. Misalnya seperti yang diberlakukan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Meskipun di tahap awal ada verifikasi administrasi dan peserta tersebut lolos pada tahap seleksi kompetensi dasar (SKD) maupun seleksi kompetensi bidang (SKB), namun pada akhir seleksi peserta akan diminta menunjukkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

Dari situ akan diketahui bahwa CPNS tersebut merupakan mantan narapidana atau tidak.


“Kalau misalnya sempat dihukum, mau berapa bulan pun pasti saya pastikan akan gagal di seleksi administrasi,” kata Ridwan.

Kenyataan bertolak belakang terjadi dengan Ileg 2019. MA menggugurkan aturan KPU yang melarang bagi partai mengusulkan bakal caleg mantan napi korupsi. Sementara Bawaslu juga mengabulkan gugatan sejumlah bakal caleg terkait aturan larangan eks koruptor nyaleg tersebut.

Dari dua keputusan itu, KPU menegaskan bahwa mantan napi korupsi yang bisa menjadi caleg adalah yang gugatannya dimenangkan oleh Bawaslu dan tidak diganti namanya oleh orang lain hingga penetapan DCT.(*/CNN Indonesia)

[socialpoll id=”2513964″]

Honda