Kisah Gerilya Kiai Syam’un hingga Cegah Konflik Etnis di Tangerang

Dprd ied

SERANG – Brigjen Kiai Haji Syam’un diangkat menjadi pahlawan nasional. Kiai Syam’un ikut bergerilya mempertahankan kemerdekaan hingga mencegah konflik etnis di Tangerang.

Tim penulis biografi pahlawan nasional Brigjen Syam’un, Mufti Ali, mengatakan Banten punya modal kultural dan referensi moral dengan pengangkatan pahlawan pada sosoknya. Ki Syam’un, begitu ia menyebut, ikut membangun kebudayaan perjuangan dan nasionalisme orang Banten kala itu.

Salah satu kronik perjuangan Ki Syam’un mempertahankan NKRI pada 1948-1949 adalah bagaimana ia bergerilya mempertahankan kemerdekaan. Padahal, ia waktu itu masih menjabat Bupati Serang dan rela berjuang ke hutan.

Sebelumnya, Syam’un juga jadi sosok utama dalam mencegah terjadinya konflik etnis Tionghoa di Tangerang pada 1946 begitu tentara sekutu datang kembali ke Indonesia. Waktu itu, Brigjen Syam’un, yang masih memimpin Brigade 1/Tirtayasa, membuat task force agar tidak terjadi kerusuhan. Apalagi, waktu itu banyak berita mengenai peristiwa tersebut sampai ke dunia internasional.

“Saat itu Ki Syam’un punya pengaruh sebagai ulama sampai Bogor dan Tangerang. Dia sangat menghargai budaya dan agama berbeda. Dia sebagai pimpinan wilayah dan tokoh. Ia mendinginkan konflik dan bekerja sama dengan Natsir,” kata Mufti Ali dalam bedah buku di Serang, Banten, Sabtu (17/11/2018).

Dia mengatakan, dengan diangkatnya Brigjen Syam’un sebagai pahlawan, negara mengakui dan yakin dengan perjuangannya mempertahankan kemerdekaan.

Cucu Brigjen Syam’un, Ali Mujahid, menambahkan, sebelum kakeknya bertransformasi dari ulama ke tentara, sistem pendidikan di Alkhairiyah yang didirikan bahkan sudah mengajarkan sistem tata negara. Pelajaran ini diajarkan sebelum Indonesia merdeka sejak 1925 dan jadi pelajaran yang belum lazim, khususnya di pesantren.

dprd tangsel

“Ki Syam’un punya visi bagaimana Indonesia jadi bangsa merdeka. Ijazah lulusan Alkhairiyah pada 1925, di situ dicantumkan mata pelajaran ilmu tata negara,” ujarnya.

Lewat sistem pendidikan yang waktu itu tradisional, justru di Alkhairiyah menurutnya tidak melulu mengajarkan agama. Kakeknya juga membuat koperasi Boemi Poetra untuk membangun sistem ekonomi masyarakat.

“Ki Syam’un berjuang di Banten dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bukan untuk dirinya masing-masing, tapi untuk NKRI,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua ICMI Banten Lili Romli merumuskan lima hal yang ia sematkan pada sosok pahlawan asal Citangkil, Cilegon, tersebut. Ia menyebut Brigjen Syam’un sebagai tokoh nasionalisme, pluralisme, pembaharu pendidikan, tokoh ekonomi, dan pemimpin politik.

Saat terjadi pemberontakan Gerakan Dewan Rakyat yang dipimpin seorang komunis, Ce Mamat, Brigjen Syam’un turun untuk memberantas gerakan ini di Banten. Ia juga mencegah penumpasan etnis di Tangerang dan tokoh yang mati syahid saat melakukan gerilya melawan agresi Belanda.

Sebagai tokoh pendidikan, lewat Alkhairiyah, menurut Lili Romil, Brigjen Syam’un sudah lebih awal menanamkan gerakan membangun Indonesia merdeka. Di pesantren ini, ia menekankan pentingnya ilmu pengetahuan umum dan agama, khususnya bagi warga Banten. Apalagi, di daerah ini waktu itu dikenal kultur membangun manusia dengan jampi-jampi atau klenik.

“Brigjen Syam’un pejuang dari Banten yang inklusif, cinta NKRI, tidak sektarian,” ujarnya. (*/Detik)

Golkat ied