Mbok Mainah, Tetap Eksis Jual Jamu Gendong di Kota Baja

CILEGON – Anak jaman old tentu masih ingat dengan pedagang perempuan yang memiliki ciri khas, ia biasa berjualan berkeliling ke rumah-rumah warga saat fajar mulai datang, sambil menawarkan seruan daganganya “Jamu, jamu, jamune mas..”

Ya, ialah penjual jamu gendong yang keliling sampai berkilo-kilo meter jaraknya untuk menjajakan dagangan. Dan ketika sudah ada calon pembeli ia menawarkan manfaat jamu tradisional racikannya.

Namun seiring dengan berkembangnya jaman, penjual jamu gendong kini sudah semakin jarang terlihat, dan nyaris jarang terdengar suara seruan tawarannya. Terutama di Kota Cilegon yang kini makin padat dan pesat pembangunan industri.

Berbeda dengan jaman old, pedagang jamu jaman sekarang yang hanya cukup membuka kios di pinggir jalan, tidak sedikit yang hanya dijadikan kedok untuk menjual minuman keras (Miras). Mungkin hal ini sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, baik di kalangan masyarakat, mau pun aparat penegak hukum.

Penjual jamu gendong bukan tidak ada, hanya saja saat ini peminatnya mulai berkurang, yang otomatis penjualnya pun ikut berkurang beralih ke profesi yang memiliki prospek pasar yang baik.

Seperti dikatakan mbok Mainah, penjual jamu gendong asal Solo, Jawa Tengah ini. Walau penghasilannya tidak menentu, ia masih eksis berjualan jamu demi menghidupi kebutuhan sehari-harinya.

Kartini dprd serang

“Yah dari dulu saya berjualan jamu, jalan aja walau pengasilanya pas-pesanan mas tapi alhamdulilah ada aja buat sehari-hari sama buat cucu mah,” ungkapnya saat singgah di Kantor Redaksi Fakta Banten Jalan Piranha, belum lama ini.

Bukan hanya itu, Mbok Mainah yang hingga saat ini berjualan jamu dan anaknya pun saat ini ikut menggelutinya. Menurutnya anaknya ikut berjualan jamu setelah putus kontrak dengan tempat kerjanya yang akhirnya ikut berjualan jamu di kota industri ini.

“Anak saya juga jualan jamu, tapi kalau anak saya berjualan menggunakan sepeda kalau saya jalan aja. Dia ikut berjualan jamu setelah kerja di pabrik dulu,” paparnya sembari meracik jamu.

Meski dengan penghasilan pas-pasan, usaha berjualan jamu gendong ini masih bisa menghidupinya. Ia berjualan jamu dari pagi mulai pukul 06.00 WIB hingga malam hari sampai pukul 24.00 WIB dengan dua kali membuat jamu untuk didagangkan.

“Kalau jamu ini mas harus dibikin dadakan (saat mau jualan) misalnya pagi mau berangkat yah paginya saya bikin, nanti kalau abis julan malam saya bikin lagi. Ini juga saya bikin lgi tadi terus keliling sampe abis yah paling malem saya nyampe rumah jam 12 malam,” jelasnya.

Meski usianya sudah tak lagi muda, mbok Mainah terus semangat menawarkan jamu buatanya dari satu tempat ke tempat yang lain. Baju yang dikenakanya pun terlihat basah kuyup oleh keringatnya. Tapi ia masih bisa tersenyum dan tertawa gembira melayani pembelinya. Tak ayal ia kadang mendapatkan penolakan dengan kondisi seperti itu.

“Saya biasanya menawarkan dari tempat ke tempat. Kesini juga saya sering lewat ya kalau nggak mau, saya kasih senyum sambil bilang makasih lalu pergi, lumayan (cape-red) mas tapi ini satu-satunya usaha saya, buat tambah-tambah jajan cucu,” tutupnya sembari tertawa. (*/Temon)

Polda