Melihat Seni Musik Rudat di Cilegon, Warisan Kesultanan Banten yang Terlupakan

Sankyu

CILEGON – Banten mempunyai beragam budaya dan tradisi leluhur yang begitu indah dan wajib kita lestarikan. Salah satunya adalah Alat Musik Tradisional Rudat.

Banyak dari kita mungkin tidak mengetahui kalau beberapa alat musik tradisional Banten yang sudah nyaris punah ini karena tergerus oleh kemajuan teknologi.

Baca Juga : Menengok Upaya Pemuda Cilegon Dalam Melestarikan Kesenian Ubrug

Selain di Banten, Rudat juga menjadi kesenian tradisional di Jawa Barat dan Lombok, Nusa Tenggara Barat. Bila melihat asal usulnya, kehadiran Rudat di tanah air sepertinya bentuk kebudayaan yang terasemilasi atau kental oleh pengaruh budaya Arab.

Secara harfiah, Rudat berasal dari kata Raudhah (Bahasa Arab) yang berarti ‘taman bunga’. Hadir di Banten konon sejak adanya dakwah Islam dengan cara melantunkan syair syair Syaikh Ja’far al-Barzanji. Rudat sudah banyak terlihat pada zaman Sultan Ageng Tirtayasa (Abad 16 M).

Keberadaan Rudat mulai dari digunakan untuk mengiring pengantin, sampai pada masa kolonial Rudat digunakan untuk membangkitkan semangat jihad melawan penjajah.

Selain itu dalam perkembangan kesenian Rudat di Banten juga ada yang digunakan untuk memandu gerak dalam seni beladiri yang ada di Banten seperti Debus, Terumbu dan Bandrong. Terdapat banyak jenis pukulan dimainkan atau dipukul secara bersamaan tapi cara memukulnya masing masing berbeda sehingga menghasilkan efek bunyi yang berbeda pula. Seperti motif atau model pukulan singkop.

Sekda ramadhan

Banyak lagu dan tari yang bisa dibawakan dengan alat musik Rudat. Lagu dan tari Rudat pada mulanya bermotif Arab kemudian menyesuaikan dengan fungsinya sebagai pengiring atraksi kesenian di Banten.

Di Cilegon, Rudat umumnya diadakan untuk mengiringi puji-pujian kepada Baginda Nabi Muhammmad SAW. Dan biasanya dibawakan untuk mengiringi Pengantin dan Panjang Maulid. Kesenian ini menggunakan alat tabuh sejenis katimpring (Rebana) atau biasa juga disebut Terbang. Terbang yang baik terbuat dari kayu yang baik tapi ringan (kayu Waru). Sedangkan membran yang baik terbuat dari kulit Kambing.

Meski sudah banyak Kampung-kampung di Cilegon yang sudah tidak lagi terlihat kesenian ini, namun di salah satu Perkampungan tua seperti di Kampung Terate Udik, Kelurahan Masigit, Kecamatan Jombang Kota Cilegon ini tampak masih berupaya mempertahankan kesenian tradisional sejak berabad-abad silam ini.

Seperti dalam pantauan langsung faktabanten.co.id, Minggu (17/9/2017) malam, belasan warga Kampung Terate Udik dengan dipandu tetua Kampung sedang mengadakan latihan Rudat, yang bertempat dirumah H. Abdul, salah satu warga setempat.

Terdengar alunan lagu bernuansa Arab yang berpadu dengan nuansa lokal Cilegon di sekitar lokasi latihan. Diketahui dibeberapa negara Jazirah Arab, Rudat dipergunakan untuk mengiringi laku thariqat dzikir dengan tari-tariannya. Meski Rudat di Cilegon tanpa ada tariannya namun tampak warga begitu kompak menabuh alat musik Rudat tersebut.

“Latihan Rudat ini untuk mempertahankan kesenian tradisional ini agar tidak punah. Mungkin sudah banyak dilupakan orang karena pengaruh perubahan zaman dengan teknologi dan informasinya,” ujar Bapak Muhiriji, Ketua Kesenian Rudat Terate Udik Barat.

Lebih lanjut, Muhriji juga menambahkan kalau Rudat di kampungnya ini sudah ada sejak Kesultanan Banten dulu.

“Inikan warisan leluhur sejak Kesultanan Banten dulu, jadi ya harus dilestarikan terus. Kalau disini Rudat biasanya untuk mengiring Penganten dan Panjang Mulud,” pungkasnya. (*)

Honda