Merentang Tjilegon Tempoe Doeloe

Sankyu

*) Oleh: Ilung (Sang Revolusioner)

MAINSTREAM orang modern yang telalu sibuk untuk menatap, merencanakan, menyongsong masa depan
merupakan hal yang penting. Meski mengenang, mengerti dan mempelajari masa silam juga tak kalah pentingnya.

Terlebih jika kesibukan akan masa depan itu tidak sebatas pada kehidupan duniawi dengan segala bentuk materiil. Tapi tentu menjadi baik jika lebih berorientasi pada “sangu” bekal untuk kehidupan akhirat yang jauh lebih masa depan dan suatu yang pasti, karena semua yang bernyawa (di dunia) akan mati.

Penting dan baiknya kita mempelajari sejarah adalah agar kita mengerti siapa diri dan dari mana kita. Suatu hal yang sangat fundamental, yang secara psikologis akan membentuk karakter yang kuat pada diri kita. Dan dengan karakter yang kuat itu, bisa menstimulasi prilaku atau sikap lebih berdaulat. Baik berdaulat pada kepribadian kita maupun berdaulat secara berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Maka, lahirlah istilah; “Bangsa yang Besar Adalah Bangsa yang Mengerti Sejarahnya”. Untuk itu, Indonesia sebagai bangsa dan negara yang besar sangat penting mempelajari sejarahnya.

Namun, dalam tulisan ini, penulis akan lebih spesifik merentang kehidupan tempo dulu di Kota Cilegon. Kota yang sepertinya sedang bergelora membangun masa depan sebagai bentuk kemajuan dari keberlangsungan kehidupan.

Menurut banyak versi orang-orang dulu, nama Cilegon sendiri diambil dari kata Ci atau Cai (Sunda) yang berarti air dan kata Legon, yang berarti tanah yang banyak legongan atau lubang-lubang berisi air. Maka, disebutlah Cilegon.

Kota Cilegon dalam perjalanannya hingga saat ini terbentuk sebagai wujud kota. Penulis akan mulai pada saat abad 2, dimana hampir semua versi menyebutkan wilayah Cilegon saat itu menjadi bagian dari kerajaan Salakanegara.

Dan dalam pembentukannya mengalami beberapa masa. Pada saat berdirinya kerajaan Banten, Cilegon merupakan bagian wilayah yang masih berupa Perkampungan kecil, pada masa itu Cilegon banyak terdapat kubangan, rawa yang belum banyak didiami orang.

Namun sejak masa keemasan Kerajaan Banten saat dipimpin Sultan Ageng Tirtayasa, dilakukan pembukaan daerah di Serang dan Cilegon yang dijadikan daerah persawahan dan jalur perlintasan antara Pulau Jawa dan Sumatera. Maka sejak saat itu mulai ramai pendatang yang menetap di Cilegon sehingga masyarakat Cilegon bisa dikatakan heterogen sebagaimana umumnya wilayah pesisir di daerah lain.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, tepatnya Tahun 1816 dibentuklah Districh Tjilegon atau Kewedanaan Tjilegon oleh pemerintah Hindia Belanda dibawah Keresidenan Banten di Serang.

Pada tahun 1883, terjadi sebuah bencana besar meletusnya gunung Krakatau yang menyebabkan tsunami dan hujan abu. Sehingga selain mengakibatkan banyak korban jiwa, selama beberapa tahun setelahnya rakyat Cilegon mengalami penderitaan karena masa paceklik dimana lahan- lahan pertanian dan hewan ternak banyak yang mati. Rakyat kelaparan, sementara pemerintah saat itu tetap menarik upeti dan terus menekan tanam paksa kepada rakyat.

Maka, dengan dikomandoi oleh para Ulama, Rakyat Cilegon yang mayoritas berprofesi sebagai petani saat itu, ingin membebaskan diri dari penindasan penjajahan Belanda. Meski ada dari kalangan jawara yang menjadi antek atau kaki tangan penjajah, namun kebanyakan yang turut bergabung melawan.

Dan puncak perlawanan rakyat Cilegon terhadap pemerintah Kolonial Belanda kala itu, dipimpin oleh KH. Wasyid tokoh dari kalangan Santri, yang hingga kini kita kenal dengan “Pemberontakan Geger Cilegon 1888” yang berlangung pada tanggal 9 Juli 1888. Maka dari kejadian itu Cilegon memiliki legitimasi sebagai kota Santri.

Sekda ramadhan

Peristiwa besar yang bisa mengilhami rakyat Cilegon saat ini. Dan meski dikenal heterogen, namun kisah itu bisa jadi peringatan bagi semua pihak asing untuk tidak berinvestasi secara besar-besaran atau memperkaya diri di kota ini, sementara masyarakat disekitarnya dibiarkan atau justru mungkin sengaja dibuat hidup sengsara atau menderita.

Ditahun 1924, dilansir dari catatan Wikipedia, Kewedanaan Cilegon pada saat itu telah ada perguruan pendidikan yang berbasis Islam yaitu perguruan Al-Khairiyah dan madrasah Al-Jauharotunnaqiyah Cibeber. Dari perguruan pendidikan tersebut melahirkan tokoh-tokoh pendidikan yang berbasis Islam di Cilegon. Pada masa kemerdekaan, dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia rakyat Cilegon telah menunjukan semangat juangnya. Jiwa patriotisme rakyat Cilegon dan Banten pada umumnya dizaman revolusi fisik mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 telah ditunjukan dan terkenal dengan Tentara Banten.

Memasuki Masa Orde Lama, Orde Baru dan masuknya Industri di Cilegon, tepatnya 1962 berdiri pabrik baja Trikora yang merupakan babak baru bagi era industri wilayah Cilegon. Industri baja Trikora yang di dirikan pada Orde Lama oleh Bung Karno ini kemudian berkembang pesat setelah keluar Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 1970 tanggal 31 Agustus 1970 pada saat Orde Baru Pak Harto, yang mengubah pabrik baja Trikora menjadi pabrik baja PT. Krakatau Steel Cilegon berikut anak perusahaannya.

Perkembangan industri yang pesat di Cilegon berdampak pula terhadap sektor-sektor lainnya seperti perdagangan, jasa, dan tentunya diiringi pesatnya jumlah penduduk yang terus meningkat. Mata pencaharian penduduk Cilegon yang semula sebagian besar adalah petani, terenak, nelayan dan pedagang, perlahan mengalami perubahan menjadi buruh, karyawan pabrik perkantoran dan lain sebagainya.

Keadaan tersebut menggambarkan Cilegon sebagai kota kecil yang memiliki fasilitas kota besar. Akibat daripada itu, sejalan dengan tuntutan budaya kota, maka dibutuhkan tuntutan kehidupan masyarakat kota yang juga perlu juga membangun sistem penanaman nilai-nilai Agama dan pengaturan norma-norma adat dalam penyelenggaraan perkotaan agar tidak kebablasan dalam kemajuan.

Masih dilansir dari Wikipedia, Menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1986, bahwa Kota Administratif Cilegon berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Pemerintah Kabupaten Serang, baik dalam penyelenggaraan pemerintah maupun keuangan. Aspirasi yang bekembang dalam lingkup Kotif Cilegon disalurkan melalui wakil-wakil yang ditunjuk atau ditugaskan sebagai anggota DPRD tingkat II Kabupaten Serang.

Sebagai pusat pelayanan bagi wilayah Banten dan sekitarnya baik pelayanan jasa koleksi maupun distribusi, pertumbuhan masyarakat Cilegon sangat ditopang oleh adanya perkembangan industri dan perdagangan. Sebagai pusat pertumbuhan, Cilegon memberikan kontribusi multiplier effek terhadap hinterland-nya dalam mengoleksi hasil-hasil produksinya dan demikian pula sebaliknya, yaitu mendistribusikan hal-hal yang dibutuhkan daerah hinterland tersebut. Untuk melayani kebutuhan tersebut perlu aparat yang memadai setingkat dengan Daerah Tingkat II.

Dalam perkembangannya Kota Cilegon telah memperlihatkan kemajuan di berbagai bidang baik pembangunan fisik, sosial, dan ekonomi yang cukup pesat. Perkembangan ini tidak terlepas dari struktur kota yaitu sebagai pintu gerbang Jawa – Sumatera dan perkembangan Industri Strategis Nasional di Wilayah Cilegon yang diikuti perkembangan pusat perdagangan, jasa, industri, pariwisata, dan pemukiman. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana di wilayah Cilegon.

Dengan demikian untuk lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, serta pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, dipandang perlu Kota Administratif Cilegon dibentuk Kota Madya daerah Tingkat II Cilegon.

Pasca Reformasi 1998, peluang yang diberikan Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah semakin memberikan keleluasan bagi Kotamadya Cilegon (selanjutnya disebut Kota Cilegon) untuk mewujudkan cita-cita masyarakat Kota Cilegon. Peluang tersebut semakin nyata setelah institusi pemerintah di Kota Cilegon menjadi lengkap dengan terbentuknya DPRD Kota Cilegon.

Dengan ditetapkannya dan disahkannya UU No. 15 tahun 1999 tanggal 27 April 1999 tentang pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon, status Kota Administratif Cilegon berubah menjadi Kotamadya Cilegon, sekaligus terbentuk DPRD Cilegon.

***

Penasaran kan seperti apa dan bagaiamana kisah selanjutnya, setelah Cilegon memisahkan diri dari Kabupaten Serang? Untuk perjalanan Kota Cilegon dari tahun 1999 hingga tahun 2018 ini merupakan PR kita bersama untuk dipelajari. (*)

 

*) Penulis adalah Jurnalis Fakta Banten Online

Honda