MUI Terbitkan Fatwa Hukuman Mati untuk Pelaku Homoseksual dan LGBT

Dprd ied

CILEGON – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang menyerukan berbagai hukuman mulai dari hukuman cambuk hingga hukuman mati, untuk pelaku homoseksual, pada 3 Maret 2015 lalu.

KH Hasanuddin AF, Ketua Komisi Fatwa MUI, menegaskan fatwa dikeluarkan karena kasus penyimpangan seksual di Indonesia kian meningkat, bahkan telah menyusup hingga ke sekolah-sekolah.

“Sodomi, homoseksual, gay dan lesbian dalam hukum Islam dilarang dan [sodomi] adalah tindakan keji yang diancam dengan hukuman mati,” katanya seperti dilansir Tribunnews.com, Rabu (18/3/2015).

KH Hasanuddin mengatakan, penyimpangan seksual akan menyakiti moral nasional dan meminta pemerintah untuk mendirikan pusat rehabilitasi mengobati orang-orang LGBTI (lesbian, gay, bisexual, transgender, and intersex) dan membasmi homoseksualitas di negara ini.

Fatwa MUI itu mengutuk homoseksualitas sebagai gangguan (yang harus) ‘disembuhkan’ dan sodomi sebagai pelanggaran hukum. Hal ini juga melarang legalisasi seks gay.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am Sholeh, mengatakan, sodomi lebih buruk daripada perzinahan dan seks di luar nikah dan dihukum dengan hukuman yang lebih keras dalam hukum Islam.

MUI berharap pemerintah menjatuhkan hukuman berat pada pelaku homoseks.

Selain itu juga MUI meminta pemerintah dan DPR agar tak melegalkan keberadaan komunitas homoseksual di Indonesia.

MUI berharap pemerintah menjatuhkan hukuman berat pada pelaku homoseks untuk menjadi peringatan dengan cara memasukkan perilaku seks menyimpang sebagai delik umum.

“Memasukkan aktivitas seksual menyimpang sebagai delik umum dan merupakan kejahatan menodai martabat luhur Indonesia,” tandasnya.

MUI juga mengharamkan pencabulan dan aktivitas pelampiasan nafsu seksual seperti meraba, meremas, dan aktivitas lainnya tanpa hubungan pernikahan yang sah.

“Pencabulan yang dilakukan seseorang baik pada lawan jenis, sesama jenis, pada dewasa ataupun anak-anak adalah haram,” tegasnya.

Hukuman dalam Islam bagi Pelaku Homo ataupun Lesbi

Dalam Islam, haram dan dosa serta adzab atas pelaku homoseks telah dijelaskan di antaranya dalam Al-Qur’an Surat An-Naml ayat 54 – 58 :

وَلُوْطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتًوْنَ الْفَاحِشَةَ وَأَنْتًمْ تُبْصِرُوْنَ ( 54) أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُوْنَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُوْنِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُوْنَ (55) فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلاَّ أَنْ قَالُوْا أَخْرِجُوْا ءَالَ لُوْطٍ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُوْنَ (56) فَأَنْجَيْنَاهُ وَأَهْلَهُ إِلاَّ امْرَأَتَهُ قَدَّرْنَاهَا مِنَ الْغَابِرِيْنَ (57) وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا فَسَاءَ مَطُرٌ الْمُنْذَرِيْنَ (58) النمل : 54-58

Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia Berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah [1101] itu sedang kamu memperlihatkan(nya)?”
”Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)”.

Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: “Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; Karena Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (menda’wakan dirinya) bersih [1102]”.
Maka kami selamatkan dia beserta keluarganya, kecuali isterinya. Kami telah mentakdirkan dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan kami turunkan hujan atas mereka (hujan batu), Maka amat buruklah hujan yang ditimpakan atas orang-orang yang diberi peringatan itu. (An Naml: 54-58).

[1101] perbuatan keji:
Menurut Jumhur Mufassirin yang dimaksud perbuatan keji ialah perbuatan zina, sedang menurut pendapat yang lain ialah segala perbuatan mesum seperti : zina, homosek dan yang sejenisnya. Menurut pendapat Muslim dan Mujahid yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah musahaqah (homoseks antara wanita dengan wanita).

[1102] Perkataan kaum Luth kepada sesamanya. Ini merupakan ejekan terhadap Luth dan orang-orang beriman kepadanya, Karena Luth dan orang-orang yang bersamanya tidak mau mengerjakan perbuatan mereka.

Homoseks adalah laki-laki mendatangi (melakukan perbuatan seks dengan laki-laki). Sedang lesbi adalah seorang wanita mendatangi wanita lainnya (melakukan perbuatan seks).

( 1138 ) – وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : { مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ , وَمَنْ وَجَدْتُمُوهُ وَقَعَ عَلَى بَهِيمَةٍ فَاقْتُلُوهُ وَاقْتُلُوا الْبَهِيمَةَ } رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْأَرْبَعَةُ وَرِجَالُهُ مُوَثَّقُونَ , إلَّا أَنَّ فِيهِ اخْتِلَافًا .

dprd tangsel

.–الجزء :4 (سبل السلام) الصفحة :25

Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ٍSiapa-siapa yang kamu dapati dia mengerjakan perbuatan kaum Luth (homoseksual, laki-laki bersetubuh dengan laki-laki), maka bunuhlah yang berbuat (homoseks) dan yang dibuati (pasangan berbuat homoseks itu); dan barangsiapa kamu dapati dia menyetubuhi binatang maka bunuhlah dia dan bunuhlah binatang itu._ (HR Ahmad dan Empat (imam), dan para periwayatnya orang-orang yang terpercaya, tetapi ada perselisihan di dalamnya).

Dalam Kitab Subulus Salam dijelaskan, dalam hadis itu ada dua masalah. Pertama, mengenai orang yang mengerjakan (homoseks) pekerjaan kaum Luth, tidak diragukan lagi bahwa itu adalah perbuatan dosa besar. Tentang hukumnya ada beberapa pendapat: Pertama, bahwa ia dihukum dengan hukuman zina diqiyaskan (dianalogikan) dengan zina karena sama-sama memasukkan barang haram ke kemaluan yang haram. Ini adalah pendapat Hadawiyah dan jama’ah dari kaum salaf dan khalaf, demikian pula Imam Syafi’i. Yang kedua, pelaku homoseks dan yang dihomo itu dibunuh semua baik keduanya itu muhshon (sudah pernah nikah dan bersetubuh) atau ghoiru muhshon (belum pernah nikah) karena hadits tersebut. Itu menurut pendapat pendukung dan qaul qadim As-Syafi’i.

Masalah kedua tentang mendatangi/ menyetubuhi binatang, hadits itu menunjukkan haramnya, dan hukuman atas pelakunya adalah hukum bunuh. Demikianlah pendapat akhir dari dua pendapat Imam As-Syafi’i. Ia mengatakan, kalau hadits itu shahih, aku berpendapat padanya (demikian). Dan diriwayatkan dari Al-Qasim, dan As-Syafi’I berpendapat dalam satu pendapatnya bahwa pelaku yang menyetubuhi binatang itu wajib dihukum dengan hukuman zina diqiyaskan dengan zina.. (Subulus Salam, juz 4, hal 25).

Dari ayat-ayat, hadits-hadits dan pendapat-pendapat itu jelas bahwa homoseks ataupun lesbian adalah dosa besar. Bahkan pelaku dan pasangannya di dalam hadits dijelaskan agar dibunuh. Maka tindakan dosa besar itu wajib dihindari, dan pelaku-pelakunya perlu dijatuhi hukuman.
Larangan Tolong Menolong dalam Dosa dan Pelanggaran

Kenyataan yang membahayakan bagi kehidupan ini tidak lain karena mereka telah melakukan kerusakan yang fatal, berupa tolong menolong dalam hal dosa dan pelanggaran. Padahal manusia ini sebagai hamba Alloh justru disuruh agar tolong menolong dalam taqwa dan kebaikan, dan tidak boleh tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran.

Hal itu karena firman Alloh Ta’ala:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS Al-Maaidah: 2).

Juga firman-Nya:

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ(78)كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ(79)

Telah dila`nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan `Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.

Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (QS Al-Maaidah: 78, 79).

Dan sabda Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam:

(( مَنْ دَعَا إِلَى هُدَىً ، كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أجُورِ مَنْ تَبِعَه ، لاَ يَنْقُصُ ذلِكَ مِنْ أجُورِهمْ شَيئاً ، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ ، كَانَ عَلَيهِ مِنَ الإثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ ، لاَ يَنْقُصُ ذلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيئاً )) رواه مسلم .صحيح مسلم – (ج 8 / ص 62)6980 –

Barangsiapa menyeru kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya sampai hari qiyamat, tanpa mengurangi pahala mereka (orang yang mengikuti petunjuk itu) sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengikutinya sampai hari qiyamat, yang demikian itu tidak mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka (orang-orang yang mengikutinya). (HR Muslim, dari Abu Hurairah, Shahih Muslim juz 8 halaman 62, nomor 6980).

32 حَدِيثُ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ قَالَ أَوَّلُ مَنْ بَدَأَ بِالْخُطْبَةِ يَوْمَ الْعِيدِ قَبْلَ الصَّلَاةِ مَرْوَانُ فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ الصَّلَاةُ قَبْلَ الْخُطْبَةِ فَقَالَ قَدْ تُرِكَ مَا هُنَالِكَ فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

32 Hadis Abu Said radhiyallahu ‘anh: Diriwayatkan dari Tariq bin Syihab radhiyallahu ‘anh, ia berkata: Orang pertama yang berkhutbah pada Hari Raya sebelum sholat Hari Raya didirikan ialah (Khalifah) Marwan. Seorang lelaki berdiri lalu berkata kepadanya: Sholat Hari Raya hendaklah dilakukan sebelum membaca khutbah. Marwan menjawab: Sesungguhnya kamu telah meninggalkan apa yang ada di sana (yaitu sunnah). Kemudian Abu Said berkata: Adapun orang (yang berbicara mengingkari Marwan) ini benar-benar telah membayar apa yang jadi kewajibannya (yaitu mengingkari kemunkaran), aku telah mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa di antara kamu melihat kemunkaran, maka hendaklah dia mencegah kemunkaran itu dengan tangannya (yaitu kekuasaannya). Jika tidak mampu, hendaklah dicegah dengan lidahnya. Kemudian kalau tidak mampu juga, hendaklah dicegah dengan hatinya (yaitu membencinya). Itulah selemah-lemah iman . (Hadits Muttafaq ‘alaih).

Syaikh Bin Baaz berkata: mengingkari dengan hati adalah kewajiban atas setiap orang, yaitu membenci kemunkaran dan tak menyukainya, memisahkan diri dari ahlinya (pelakunya) ketika tidak mampu mengingkarinya dengan tangan dan lisan, karena firman Allah Ta’ala:

وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي ءَايَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ(68)

Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). (QS Al-An’am: 68).(Arsip Multaqo Ahlil Hadits 2, juz 1 halaman 543). (*)
Sumber: www.nahimunkar.com

Golkat ied