“Ngobong” Yuk di Pondok Nurul Iman Cibaliung Pandeglang

PANDEGLANG – Ngobong adalah istilah masyarakat bagi para santri yang menimba ilmu di pondok-pondok pesantren tradisional atau pesantren dengan metode salafiyah di Provinsi Banten.

Sedari dulu, Banten terkenal dengan para ulama dan pondok pesantrennya yang mashur bahkan sampai ke luar daerah, terutama pondok-pondok salafiyah yang ada di Kabupaten Pandeglang yang telah lama dijuluki sebagai kota santri.

Menurut berbagai literatur, pesanten salaf adalah bentuk asli dari lembaga pesantren, sejak pertama kali didirikan oleh Wali Songo, format pendidikan pesantren adalah bersistem salaf.

Istilah salafi diartikan sebagai sesuatu yang kuno, klasik dan tradisional kebalikan dari modern.

Salah satu Ponpes yang masih menerapkan metode ini adalah Ponpes Nurul Iman yang bertempat di Kampung Erih, Desa Cibingbin, Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang.

Ponpes Nurul Iman didirikan pada tahun 2004, oleh Kiya’i Rahidi, dibawah asuhan Kiya’i Nurdin yang sekaligus menantunya.

Pesantren Nurul Iman berdiri atas inisiatif Kiya’i Rahidi, karena menurutnya ilmu yang ia pelajari selama di Pesantren Sorongan yang didirikan oleh Kiya’i h Hilmi (Alm), penting halnya untuk diamalkan di kampung kelahirannya.

Sejak tahun 2004, jumlah santri yang menuntut ilmu di Pondok Nurul Iman ini, mulai dari 4 orang, hingga saat ini berjumlah 50 orang santri.

“Tadinya cuma 4 orang yang menuntut ilmu di Nurul Iman, tapi Alhamdulillah setiap tahun bertambah, sehingga sekarang mencapai 50, selain warga setempat ada juga dari luar daerah termasuk dari Lampung,” ujar Deri, salah seorang santri Nurul Iman asal Serang, Selasa (2/1/2018).

Belajar di pesantren salafi, tidak memiliki syarat khusus untuk diterapkan kepada santrinya. Terlebih lagi soal biaya pendidikan yang tidak pernah dipatok dan dibebankan kepada santri.

“Pesantren Nurul Iman menerima santri tidak membatasi dan tidak harus orang-orang yang berada, yang penting mau belajar,” imbuh Deri.

Terus berkembangnya Pesantren Nurul Iman saat ini dibangun atas keuletan sang guru yaitu kiya’i Rahidi, yang tentunya juga dibantu oleh para santri yang gigih dalam menuntut ilmu. (*/Asep-Malingping)

Honda