Peran Pemuda Menghadapi Kolonialisme Dulu dan Kini

Oleh: M. Ibrohim Aswadi (Panglima Garda Al-Khairiyah)

PERANAN pemuda dalam perubahan selalu tercatat dalam sejarah setiap negeri. Termasuk di Indonesia, peran dan semangat pemuda telah muncul bahkan ketika jaman penjajahan Belanda. Ada banyak alasan yang melatarbelakangi munculnya pergerakan melawan Pemerintahan Hindia Belanda. Khususnya pergerakan pemuda pada masa Hindia Belanda dalam melawan Pemerintahan Hindia Belanda yang menyiksa dan merampas hak rakyat pribumi.

Tetapi menurut Sartono Kartodiharjo, yang melatarbelakangi pergerakan pemuda melawan pemerintah Hindia Belanda adalah fase atau masa Kolonial Belanda di Indonesia. Pertama, fase kolonialisme VOC pada tahun 1602 sampai tahun 1799. Kedatangan Belanda di Indonesia pada mulanya bukan untuk menjajah melainkan untuk berdagang/berniaga. Akan tetapi pada tahun 1602, Belanda mendirikan organisasi perkumpulan kongsi dagang yang berlayar di wilayah Hindia Belanda yang bernama Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC).

Kongsi dagang ini awalnya didirikan untuk menyaingi Portugis dan Spanyol yang telah lebih dulu bercokol di nusantara. Namun, dengan hak octroi yang dimiliki VOC, lambat laun VOC seolah menjadi Negara yang berdiri di bawah Negara induknya, Belanda. Hal ini berimbas pada perilaku pemerintahan VOC yang semena-mena melakukan perluasan kekuasaan dengan mengadu domba penguasa lokal. Kekuasaan VOC menjadi awal kolonialisme di Indonesia.

Fase kedua, adalah kolonialisasi konservatif tahun 1800 sampai 1811. Kolonialisme konservatif adalah masa setelah keruntuhan VOC, ketika pemerintahan diambil alih oleh Belanda. Di masa ini kita mengenal istilah kerja rodi atau kerja paksa yang dipopulerkan oleh pemerintahan Daendels. Proyek jalan Anyer – Panarukan, menjadi saksi kekejaman Belanda masa itu.

Fase ketiga, adalah masa tanam paksa antara tahun 1816 sampai 1869. System tanam paksa merupakan system baru pemerintah Hindia Belanda untuk menutup kerugian financial negeri Belanda yang luar biasa parah akibat perang. Pada masa ini Hindia Belanda dipimpin oleh Ven Den Bosch. System tanam paksa merupakan ekspolitasi besar-besaran yang dilakukan pemerintahan Hindia Belanda. Tanah mereka direbut secara paksa, rakyat jelata ditekan untuk bekerja dengan upah yang minim, bahkan juga tanpa upah.

Terlebih untuk kegiatan ekspor, rakyat pula yang mendapat beban pajaknya. Fase keempat, adalah system kolonial liberal yang diterapkan tahun 1870 sampai 1900. Di masa ini muncul pemikiran Trias Van Deventer yang meningingkan adanya politik balas budi untuk bangsa pribumi. Salah satu hal yang ditekankan adalah masalah pendidikan pribumi. Mulai masa ini pribumi diizinkan mengeyam bangku pendidikan. Meski demikian, hanya orang-orang tertentu saja yang mampu melanjutkan hingga ke tingkat yang lebih tinggi. Fase kelima, adalah masa antara 1900 – 1942. Pada masa ini perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan bebas berkembang sehingga ada system administrasi yagn digagas untuk pembangunan departemen-departemen. Dalam pemerintahan peran pejabat pribumi-pribumi mengalami banyak peningkatan.

Fase-fase tersebut dinilai Sartono Kartodiharjo, menjadi latar belakang munculnya pergerakan pemuda. Berawal dari kesadaran akan penderitaan rakyat selama tiga abad di bawah kaki Belanda, kemudian munculnya kaum terpelajar, hingga pada abad ke-20 di Indonesia mengalami keadaan yang disebut Zaman Kemajuan. Disebut demikian, karena segala bidang yang ada mulai maju, terutama dalam bidang pendidikan. Sebagai contoh, didirikan sekolah yang diperuntukkan bagi kaum wanita yang bernama Hoofdenschool, kemudian Sekolah Dokter Jawa (STOVIA).

Pada abad ini juga berdiri beberapa organisasi kepemudaan sebgai berikut; seperti Budi Oetomo, Trikoro Dharmo, Jong Java, Jong Sumatera Bond, Jongcelebes, Jong Paguyuban Pasundan.

Dan sekarang yang ada adalah Jong Sabang sampai Jong Merauke bersatu padu, bahwa setiap kita jong dari Sabang sampai Merauke harus terus berkomitmen dan bersatu padu untuk menjaga kedaulatan bangsa ini dan terus mewaspadai dan melindungi NKRI dari cengkraman kolonial baru aseng dan asing dan para oknum penghianat negeri yang membekingi dan bersekutu dengan mereka.

Dan pemuda hari ini harus sadar betul, bahwa kita sebagai pemuda dari mulai Jong Sabang sampai Jong Merauke harus bersatu padu untuk turut serta mengisi pembangunan di negeri ini di berbagai bidang untuk membangun bangsanya sendiri secara mandiri dan secara bergotong-royong bersama. (*)

Cilegon, 28 Oktober 2017

Honda