Polemik Raperda RZWP3K, Ribuan Nelayan Akan Geruduk DPRD Banten

SERANG – Sebanyak 18 organisasi non pemerintah dari elemen nelayan Banten dan aktivis lingkungan yang tergabung kedalam Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan (AMUK) Bahari Banten akan menggelar aksi unjuk rasa terkait penolakan Raperda RZWP3K di depan Gedung DPRD Provinsi Banten pada hari Kamis tanggal 22 Agustus 2019 mendatang, atau bertepatan dengan rencana pengesahan Raperda RZWP3K oleh DPRD Provinsi Banten.

Aksi yang diperkirakan akan diikuti sekitar seribu orang tersebut merupakan tindak lanjut upaya AMUK Bahari Banten untuk meminta DPRD Provinsi Banten menunda rencana pengesahan Raperda RZWP3K pada rapat paripurna yang akan digelar 22 Agustus.

Koordinator Koalisi Nelayan Banten (KNB) Daddy Hartadi mengatakan, bahwa Raperda RZWP3K belum memenuhi syarat terpenuhinya dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), peta bencana dan analisis resiko bencananya. Dan dianggap akan meminggirkan hidup nelayan karena masih dialokasikannya tambang pasir laut.

“Aksi ini adalah aksi lanjutan yang dilakukan AMUK Bahari dua minggu lalu. Saya berjanji akan menurunkan banyak nelayan jika Raperda RZWP3K dipaksakan untuk diparipurnakan, karena tidak pernah melibatkan masyarakat nelayan sebagai masyarakat yang terdampak, dalam perumusannya Raperda tersebut,” ucap Daddy saat dikonfirmasi via telepon seluler, Selasa (20/8/2019).

Bahkan, menurutnya, sejak tahun 2004, kegiatan tambang pasir laut telah merontokkan ekonomi masyarakat nelayan, dan membuat hasil tangkap nelayan menurun drastis akibat pertambangan pasir laut.

“Tambang pasir laut menimbulkan pencemaran laut, dan banyak jaring nelayan yang rusak, hingga membuat nelayan menganggur, susah melaut untuk mendapatkan ikan,” ungkapnya.

Diakui Daddy, aksi unjuk rasa yang akan digelar merupakan opsi lain yang akan ditempuh pihaknya dalam menyampaikan aspirasi masyarakat pesisir terhadap Raperda RZWP3K yang tidak berpihak kepada masyarakat dan hanya akan menguntungkan para pengusaha-pengusaha besar.

“Tidak ada jalan lain, sedikitnya seribu nelayan akan turun ke jalan, agar pemerintah berpikir untuk tidak serampangan membuat kebijakan,” tegasnya.

Hal senada turut disampaikan Deputi Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Banten, April, yang mengatakan bahwa pengesahan Raperda RZWP3K hanya akan membuat konflik antara masyarakat dengan pihak koorporasi (perusahaan).

“Jika kita melihat dalam batang tubuh Raperda ini, semangatnya lebih kepada melindungi koorporasi, bukan nelayan. Dan jika sampai disahkan, maka hanya akan melanggengkan konflik nelayan dengan koorporasi,” ungkapnya.

April pun mencontohkan beberapa konflik antara masyarakat dengan pihak koorporasi yang terjadi di Banten seperti pada kasus nelayan dengan penambang pasir laut, masyarakat Pulau Sangiang dengan privatisasi pulau dengan PT Pondok Kalimaya Putih, nelayan Kp Dadap dengan reklamasi Kapuk Naga Indah, nelayan Bayah dengan PT Cemindo dan nelayan Cilegon dengan PT Lotte Chemical. (*/Ndol)

Honda