Salah Sangka Manusia Terhadap Hukum Rimba

Sankyu

*) Oleh: Ilung (Sang Revolusioner)

SEBAGAI manusia zaman now yang mengaku maju dan modern, mungkin ada kesalahan akibat dari ketidaksanggupan memaknai hukum rimba dengan presisi yang tepat telah menempatkannya pada derajat serendah-rendahnya. Entah sejak kapan kita memiliki kesamaan pandangan mulai dari yang elit sampai alit kalau hukum rimba itu jelek, kotor, hina dina, biadab, bengis, sadis, brutal, membahayakan, meresahkan, menakutkan, hukum yang urusannya hanya otot siapa yang kuat ia pemenangnya. Pokoknya hukum rimba itu buruk dengan ragam ungkapan penyebutannya.

Pernahkan kita mempelajari apa hukum rimba itu? Hukum rimba adalah organisme kehidupan yang diciptakan oleh Allah SWT. Adanya ekosistem yang alamiah dan jujur dibanding hukum organisasi buatan manusia yang bisa dimanipulasi dan sebaginya.

Berbeda halnya kalau mengacu pada keilmuan modern barat, kita mungkin hanya sedikit saja mendapat definisi dari sangat luasnya belantara hukum rimba di jagat alam ini. Sebagian dari kita mungkin sudah ter-mainset pada Harimau atau Singa yang menyeramkan dengan cakar dan taring tajamnya bisa mengalahkan yang lebih lemah seperti Rusa, Zebra dan sebagainya. Kita menganggap seakan Buaya yang bertubuh besar dengan gigi-gigi yang kuat dan tajam tidak akan tertandingi oleh Hewan lainnya yang melepaskan dahaga di sungai markasnya.

Padahal tidak ada yang salah dari Harimau yang memburu, mencakar, mencabik, mengoyak, dan menyantap seekor Zebra. Harimau tidak sedang mempertontonkan aksi kebuasannya. Ini adalah proses alamiah yang harus terjadi. Food chain supaya keseimbangan ekosistem terjaga. Justru karena herbivora disantap Harimau kesehatan lingkungan menjadi terjaga. Ketidakcukupan jumlah Harimau untuk memakan mereka dapat menyebabkan overgrazing dan berbahaya bagi lahan, mengganggu keseimbangan lingkungan setempat.

Ternyata Harimau yang dicap buas justru memainkan peran mulia di belantara rimba. Kembali ke soal buas, kalau ukuran hewan buas sekadar sebab memakan hewan lainnya bagaimana dengan Kodok memakan Nyamuk atau Kucing bersantap Tikus. Ya, memang tidak ada yang namanya hewan buas karena itu hanya presepsi manusia saja yang melabeli hewan-hewan tertentu sebagai hewan buas. Harimau hanya menjalankan apa yang harus dijalani dalam hidupnya tanpa ada pilihan untuknya. Tidak akan dapat diubah Harimau menyukai dedaunan.

Jangan dipikir menjadi Harimau lebih enak ketimbang misalnya jadi Wedus. Ditakdirkan menjadi Harimau sangat merepotkan. Untuk makan saja harus sibuk mengintai, berlari mengejar dan bergelut dengan mangsanya. Dan tragisnya Harimau yang makin lama usianya kian uzur akan kesulitan untuk mendapatkan makanan dan biasanya mati tragis kelaparan. Padahal Ayam lebih mudah hidupnya daripada harimau. Cukup berputar-putar di sekitar pekarangan sudah menemukan bunga rumput atau ceceran nasi atau biji jagung yang dapat dinikmatinya. Tidak perlu tenaga ekstra sebagaimana Harimau.

Ayo, lebih nikmat mana, jadi Harimau atau Ayam? Wedus lapar tidak perlu berfikir hamparan rumput hijau di depannya milik siapa. Meskipun bukan kepunyaannya atau tuannya tetapi tetangganya rumput itu adalah makanannya. Ayam jantan yang syahwatnya sudah di ubun-ubun tidak perlu tahu kalau si betina ternyata induknya dan tidak perlu malu meski disaksikan Ayam-ayam lain, Bebek, atau bahkan manusia.

Hukum perkawinan tidak diperlukan untuk Ayam dan lainnya. Begitu pula Kucing yang sudah pengen buang hajat tidak butuh tempat khusus. Semua pelataran tanah adalah jambannya, meski ada yang mungkin saking kebeletnya buang hajat di kursi kantor faktabanten.co.id, he he he…
Tidak peduli itu teras rumah atau halaman balai pertemuan warga. Kucing tidak perlu risau merasa bersalah kotorannya terinjak kaki manusia dan baunya menyengat hidung amat memuakkan. Tidak ada masalah sama sekali bagi Kucing. Ini pun hukum rimba. Hukum rimba tidak melulu soal kuat-kuatan otot.

Sekda ramadhan

Tidak ada yang salah dari perilaku Harimau, Wedus Ayam, dan Kucing ini. Karena hewan itu diberi otak tanpa akal tetapi hanya dibekali nafsu. Hewan tidak akan berfikir apa yang dilakukannya salah atau benar, pantas atau tidak pantas, melanggar moral atau hukum atau tidak.

Lalu di mana buruknya hukum rimba? Apa yang ditakuti dari berlakunya hukum rimba? Hukum rimba ada di seluruh hamparan bumi ini tanpa kesanggupan manusia untuk menolak, mengubah, atau melawannya. Kreatornya Allah langsung bukan buatan manusia. Dia yang mengatur Harimau, Singa, atau Buaya yang harus menjadi predator bagi hewan lainnya.

Tidak ada yang sia-sia diciptakan Allah yang menjadikan Kerbau, Ayam atau Kucing tidak berfikir untuk segala apa yang diperbuatnya. Mana ada hasil kerja Allah tidak baik. Memburuk-burukkan hukum rimba sama dengan bilang hukum buatan Allah itu jelek. Kok berani sekali manusia.

Dan perlu disadari, hanya beberapa makanan saja yang dimakan Hewan dan ia berhenti makan saat kenyang, Manusia dengan akalnya bisa makan banyak jenis makanan dan ketika kenyang ia menyimpannya hingga bertumpuk-tumpuk.

Lalu, Hukum rimba macam apa yang ditakutkan manusia? Hukum rimba kalau warga kampung menangkap basah maling sepeda motor kemudian menggebukinya sampai babak belur atau membakarnya hidup-hidup. Hukum rimba di mana orang yang berkuasa, memiliki uang melimpah, atau banyak massa pendukungnya dengan sewenang-wenang mengintimidasi, menekan yang lebih lemah atau mendikte jalannya penegakan hukum.
Hukum rimba ketika hukum hanya berpihak pada pemodal tetapi tajam untuk masyarakat kecil.

Di salah satu gerbong Kereta Api seorang ibu hamil tidak mendapatkan tempat duduk karena para laki-laki tidak mau memberikan kursinya dikatakan telah berlaku hukum rimba. Bukan, sama sekali itu bukan hukum rimba. Itu pikiran picik dan salah besar memahami hukum rimba. Apa yang terjadi adalah manusia berperilaku sebagai komponen rimba. Itu kebuasaan sesungguhnya yang justru oleh manusia disematkan kepada penguhi rimba. Kebuasaan domain dan hanya dapat dipunyai manusia. Manusia di luar bekerjanya hukum rimba tetapi meniru mereka yang menjadi addressee hukum rimba.

Manusia bertindak seperti sekawanan Buaya memperlakukan rusa yang meminum air di sungai yang didiaminya. Laksana Singa yang selalu menjadi sumber rasa takut bagi segerombolan Kijang. Seperti para kambing yang tidak pernah peduli leher sejawatnya terlilit erat tali yang dapat membunuhnya. Manusia bertingkah laku seperti Sapi tidak peduli rumput hijau milik siapa. Bajingan lebih berbahaya dari bajing sebagaimana Buaya darat dan lintah darat lebih menakutkan dari buaya dan lintah.

Siapa mereka? Manusia bukan? Anehnya lagi manusia mencaci maki dan menolak mentah-mentah hukum rimba tetapi pada saat yang sama ada yang menjadi penikmat hukum rimba itu. Perilaku seks bebas dan kohabitasi (tinggal serumah tanpa ikatan perkawinan) adalah contohnya. Untuk yang terakhir pun masih menyalahkan makhluk rimba karena lebih dikenal kumpul kebo. Mungkin tidak mau disebut perbuatan zina karena kesannya terlalu kasar.

Dalihnya bermacam-macam. Suka sama suka dan tidak ada yang terugikan, urusan pribadi, hak asasi manusia, dan lainnya. Hukum manusia modern nampaknya mengamini alasan ini. Hukum sampai sekarang tidak dapat menjangkau perilaku ‘penduduk’ rimba yang dipraktikkan oleh manusia itu. Ah, dasar manusia, hukum rimba dibenci tapi dinikmati. (*)

*) Penulis adalah Jurnalis Fakta Banten

Honda