Sekali Lagi, Pelajaran Dari Ahok

Sankyu

— Catatan Gede Pasek Suardika —

BERITA mengejutkan kembali terdengar, Upaya Banding Ahok dicabut oleh Ahok sendiri. Padahal memori bandingnya sudah diserahkan Tim Penasihat Hukumnya ke Pengadilan, namun selang sehari dicabut.

Tentu banyak yang kaget. Kok dicabut bukankah itu berarti Ahok secara hukum mengakui bersalah? Akankah Ahok kalah?
Ternyata saat ini Ahok bukan kalah, tetapi Ahok tampaknya sedang melukis sebuah sejarah pendidikan politik, sedang mengenalkan kesadaran kebangsaan, serta sedang memberikan kisah misteri baru yang jawabannya akan diketahui nanti.

Sebenarnya sejak kasus “salah ucap”, Ahok sudah berkali kali meminta maaf. Namun tetap saja dikapitalisasi dan dijadikan membara dengan berbagai argumentasinya.

Urusan hukum bukan urusan menang-menangan. Perjuangan hukum tidak semata puas-puasan. Proses hukum tidak semata-mata urusan orang dihukum atau tidak.
Ahok tampaknya memberikan pelajaran baru bagi banyak pihak. Yang nafsunya menghukum akan bersorak… “Nah lho kan sekarang mengaku sudah salah buktinya nggak banding”. Di sisi lain, yang meyakini peran Ahok sangat luar biasa bagi negeri ini terasa bingung. “Ahok tidak salah, Hakim tidak adil” tetapi faktanya Ahok tidak banding.

Dalam konteks ini, Ahok hendak kirim pesan, kasus Agama sangat rawan bagi republik ini. Kasus bernuansa SARA akan berbahaya bagi NKRI bila terus berkecamuk. Tanda tanda akan berhadapan begitu jelas dan terang. Provokasi adu domba dam fitnah berseliweran secara sistematis di media sosial.

Ahok tidak mencari kemenangan dirinya sendiri. Dia sedang menyiapkan kemenangan bagi negara ini. Yaitu selamatnya negara ini dari upaya adu domba, selamatnya kepemimpinan nasional yang sedang serius memikirkan pembangunan rakyatnya. Sebab sangat terang dan jelas arahnya agar Indonesia porak poranda oleh sentimen SARA, di sisi lain telah berkumpul kekuatan rakus kekuasaan yang sudah tidak sabar libidonya menunggu 2019 nanti.

Ahok memilih melakoni dirinya dalam penjara demi semua berjalan kembali dengan damai. Masyarakat jangan lagi ribut karena pro kontra Ahok tetapi fokus membangun negeri.

Sekda ramadhan

Kalau toh ada upaya hukum tentu akan dibuat lebih shortcut dan pendek agar emosional publik tidak bercampur aduk dengan proses hukum.

Sekali lagi ini bukan soal menang-menangan tetapi waras warasan untuk merawat negeri. Bukan soal keadilan dan ketidakadilan tetapi soal siapa yang memikirkan kepentingan lebih besar, yaitu ketentaram masyarakat, ketahanan nasional dan terjaganya pembangunan nasional tanpa dihirukpikukan oleh gelombang luapan emosi di jalanan.

Sekali lagi dapat pelajaran ala Ahok. Pelajaran diferensiasi sikap yang mengejutkan sekaligus juga membuat malu dan terenyuh.
Ternyata dari penjara kita semua bisa belajar soal kenegarawanan.
Di belahan lain, kita melihat proses hukum yang menggelikan. Seseorang yang gagah lantang bersuara kini memilih menetap di luar negeri hanya karena sebuah kasus “manusiawi” yaitu seputar urusan tersesat dalam syahwat.

Hiruk pikuk klarifikasi di luar proses hukum lebih nyaring dibandingkan secara ksatria menghadapi proses hukum. Sebenarnya kasus kecil, tetapi ketakutan yang dialami luar biasa. Seakan merefleksikan imbal balik rasa ketakutan banyak orang selama ini akibat orasinya yang menakutkan.

Urusannya hanya urusan lendir, dan kita telah belajar bangga pada kasus Ariel-Luna Maya yang berhasil dihadapi dan kini mereka bangkit kembali. Padahal mereka ini hanya hadir sebagai artis penghibur, bukan macan podium yang menggelegar saat orasi.
Entah pelajaran kebangsaan apa yang bisa dipetik dari kisah yang kedua ini. Padahal kalau dijalani, bisa saja akan ada dialog kesadaran antara Ahok dengan yang bersangkutan di dalam penjara.

Tampaknya Ahok tidak banding, jangan-jangan ada agenda menunggu “karibnya” dalam berbalas pantun kebenaran yang kini lagi kabur tersebut agar bisa bersama di penjara.

Melihat Macan dan Kucing memang sepintas mirip.
Namun akan tampak nyata perbedaan ketika menghadapi ancaman tantangan maupun gangguan. (*)

* Penulis adalah anggota DPD RI yang juga Politisi Partai Hanura

Honda