Tambat Labuh Tongkang dan Reklamasi di Salira Puloampel Ganggu Kegiatan Nelayan

SERANG – Puluhan nelayan yang tergabung dalam Rukun Nelayan Salira (RNS) mengeluhkan keberadaan dan aktifitas PT Indra Jaya Abadi (IJA) dan PT Waringin Jaya Abadi (WJA) yang diduga memanfaatkan Fasilitas Umum dan Sosial (Fasos Fasum) milik masyarakat Desa Salira, Kecamatan Puloampel, Kabupaten Serang.

Akibat lahan yang dikuasai PT IJA dan WJA ini, akses jalan untuk nelayan jadi terhambat.

“Akses jalan ini historisnya pemberian atau kompensasi dari PT LBE (Lestari Banten Energi) sejak tahun 2012, tapi digunakan oleh perusahaan milik Sanudi. PT IJA kegiatannya pemotongan kapal, dan PT WJA moring tambat labuh batubara. Sehingga akses jalan nelayan pakai lahan PT Sayap Mas,” kata Ketua RNS, Salimudin, kepada faktabanten.co.id, Minggu (15/4/2019).

Nelayan yang mangkal di wilayah tersebut merasa terganggu, dan menyebabkan lingkungan tercemar.

“Kalau pemotongan sejak bulan Maret emang lagi berhenti, waktu masih berjalan mah limbah oli sampai masuk ke pangkalan nelayan, jelas mengganggu kami. Dan banyaknya kapal tongkang batubara dekat pangkalan juga sangat menggangu. Jangkarnya, debu batubara apalagi kalau kena panas, banyak tugboat deket pintu pangkalan,” keluhnya.

Sandar kapal tugboat pemandu tongkang tampak sandar di gerbang pangkalan nelayan Salira, Puloampel / Dok

Selain itu, Salimudin juga mempertanyakan perizinan kegiatan reklamasi yang dilakukan oleh PT IJA. Menurutnya kegiatan tersebut sudah berjalan sekitar dua pekan yang lalu dan berlangsung siang dan malam.

“Kami ini nelayan yang jelas tergabung dalam HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) Kabupaten Serang, tapi Kades Salira yang merupakan kakak kandung Sanudi lebih berpihak pada usaha adiknya itu. Sejak pemotongan kapal berhenti, justru ada reklamasi dari pagi sampai jam 10 malam, rekan-rekan nelayan juga merasa terganggu dan menanyakan bagaimana perizinan dan Amdalnya, ada apa tidak?” imbuhnya.

Dari pantauan langsung wartawan Fakta Banten di lokasi,  memang tampak bekas ceceran dan tumpahan oli di sekitar lokasi pemotongan kapal yang saat ini sedang tidak berjalan.

Aktifitas reklamasi juga terlihat sudah semakin menjorok ke laut. Bahkan banyaknya truk tronton yang mengangkut material tanah dan batu dari Gunung Watu Kursi, kerap menyebabkan debu pekat berterbangan karena truk yang melintas tidak menutup bak angkutannya. Hal ini tentunya tidak sejalan dengan amanah UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang LLAJ.

Pemilik PT IJA dan PT WJA,  Sanudi, saat coba dikonfirmasi melalui telepon selulernya, membantah dan mengakui pihaknya memiliki perizinan reklamasi.

“Izinnya ada kok, dari awal Fasos Fasum itu hasil reklamasi pakai uang saya, Rp 6 milar, luasnya 1 hektar. Kita sudah ke Pemkab Serang, HGB HPL dari Kementerian Perhubungan juga ada,” bantahnya.

Saat disinggung soal aktifitas reklamasi baru tersebut dan diminta menunjukan dokumen, Sanudi beralasan kalau reklamasi tersebut dilakukan karena adanya abrasi dan perlu direklamasi kembali.

“Reklamasi ini kan karena kena abrasi, jadi kalau izin kita punya, dokumennya ya jangan sekarang,  saya lagi di Rumah Sakit KS, besok saja datang ke kantor jam berapa saja,” kilahnya.

Selain tak menjawab soal aktifitas tambat labuh kapal tongkang, ketika wartawan mendatangi kantor PT IJA dan PT  WJA di kawasan Desa Salira, Senin (15/4/2019), pihak manajemen tidak bersedia menunjukkan perizinan.

“Dokumen izinnya gak ada, coba saya telepon dulu ya. Katanya masih diajukan mas, atas nama PT IJA. Saya cek (komputer) dulu nih,” ujar salah satu staff kantor.

Namun, setelah coba mengecek di file komputer pun, pihak manajemen PT IJA dan WJA tidak bisa menunjukkan dokumen pengajuan perizinan reklamasi ke Kemenhub yang diakui oleh Sanudi kepada wartawan.

Sementara, ketika dimintai keterangan terkait aktifitas reklamasi di perairan Utara Banten itu, Kabid Lala Kantor Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Banten, Hotman Sidjabat menegaskan, pihaknya belum mengeluarkan surat terkait izin reklamasi,  Hotman juga akan melakukan pengecekan langsung ke lapangan.

“Baik pak, kami cek dulu ya. Dari KSOP belum ada surat keluar pak tentang ijin. Tim kami masih survei di Lotte,” ucapnya. (*/Ilung)

Honda