JAKARTA – Bareskrim Polri harus segera membongkar mafia rumah sakit yang memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk meraih keuntungan, dengan cara “mencovidkan” orang sakit yang sesungguhnya tidak terkena Covid-19.
Hal itu dikatakan oleh Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane dalam keterangan tertulis yang diterima Redaksi, Sabtu (3/10/2020).
Baca juga: Moeldoko Minta RS Jujur Soal Kasus Kematian Covid-19
Neta menjelaskan IPW melihat Bareskrim Polri belum bergerak untuk mengusut dan memburu mafia rumah sakit tersebut. Padahal kasus yang “mencovidkan” orang tersebut sudah marak dan ramai bermunculan di berbagai media sosial. Bahkan pada Jumat, 2 Oktober 2020, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko di Semarang, Jawa Tengah, menyatakan banyaknya isu rumah sakit memvonis semua pasien yang meninggal dicovidkan agar mendapatkan anggaran dari pemerintah.
“Saat itu, Pak Moeldoko menegaskan harus ada tindakan serius agar isu yang menimbulkan keresahan masyarakat ini segera tertangani. Sayangnya, hingga kini Bareskrim Polri belum ada tanda tanda akan bergerak,” ungkap Neta.
Dari pendataan IPW, kata Neta, keuntungan yang diperoleh mafia rumah sakit dalam “mencovidkan” orang jumlahnya tidak sedikit. Sebab biaya perawatan pasien infeksi virus corona bisa mencapai Rp 290 juta. Jika mafia rumah sakit “mencovidkan” puluhan atau ratusan orang, bisa dihitung berapa banyak uang negara yang mereka “rampok” di tengah pandemi Covid-19 ini.
Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK 02/2020 tanggal 6 April 2020 yang memuat aturan serta besaran biaya perawatan pasien Covid-19, jika seorang pasien dirawat selama 14 hari, maka asumsinya Pemerintah menanggung biaya sebesar Rp105 juta sebagai biaya paling rendah. Sedangkan untuk pasien komplikasi, Pemerintah setidaknya harus menanggung biaya Rp231 juta per orang.
Menurut Neta, angka yang tidak kecil ini membuat mafia rumah sakit bergerak untuk “merampok” anggaran tersebut. Tak heran banyak di medsos yang beredar kabar viral ada masyarakat yang diminta menandatangani bahwa anggota keluarganya kena Covid-19 dan diberi sejumlah uang oleh pihak rumah sakit.
“Padahal sesungguhnya keluarga terkena penyakit lain. Selain itu ada orang diperkirakan Covid-19 terus meninggal, padahal hasil tes belum ke luar. Setelah hasilnya ke luar, ternyata negatif,” tutur Neta.
Bagaimana pun, kata Neta, kejahatan baru di dunia medis ini patut dicermati. Kejahatan yang melibatkan oknum oknum rumah sakit ini adalah sebuah korupsi baru terhadap anggaran negara. Semua pelakunya harus diseret ke pengadilan Tipikor.
“Jika Bareskrim Polri tidak peduli dengan kasus ‘pengcovidan’ orang oleh mafia rumah sakit ini, kejaksaan dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi-red) harus segera turun tangan,” ucap Neta berharap.
Semua angka kematian Covid-19, imbuh Neta, harus dicermati. Agar jangan sampai musibah pandemi ini malah dimanfaatkan untuk menguntungkan para mafia rumah sakit yang ingin mencari keuntungan dari penderitaan masyarakat.
“Bareskrim Polri, kejaksaan, dan KPK perlu bekerja cepat menangkap para mafia rumah sakit dan segera menyeretnya ke Pengadilan Tipikor,” ujar Neta menegaskan. (*/Red)