CILEGON – Bantuan Bedah Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) program Bantuan Stimulan Perumahan Berswadaya (BSPB) dari Kementerian PUPR di Kelurahan Bendungan, dikeluhkan oleh warga yang terdaftar sebagai Rumah Tangga Sasaran (RTS) dan membatalkan penerimaan bantuan pemerintah tersebut karena warga dibebankan biaya swadaya dan khawatir dalam pekerjaannya tidak selesai sampai tuntas.
Seperti dikatakan Basuni, salah satu RTS warga Link. Palas RT 02/01 ini. Pihak keluarganya yang awalnya senang karena rumahnya direncanakan akan dibedah oleh pemerintah, akhirnya harus gigit jari karena regulasi yang dianggap memberatkan.
“Katanya ini program Bedah Rumah, bantu ya bantu aja kenapa teknis pelaksanaannya oleh orang kelurahan banyak aturannya, kita dibebankan harus ada swadaya karena harus bongkar total, sementara dananya katanya cuma Rp15 juta, apa itu cukup?” ungkap Basuni kepada faktabanten.co.id Minggu (30/9/2018) sore.
Selain itu, Basuni juga kecewa dengan kurang transparannya pihak pelaksana teknis dari Kelurahan Bendungan terkait nominal anggaran sebesar Rp 15 juta /unitnya.
“Sudah disurvei berapa tahun itu, baru tahun ini baru mau dibantu, tapi kok kaya gini? Dana Rp15 juta itu, katanya nanti kita cuma diberi Rp2,5 juta untuk upah petukang, sementara sisanya Rp12,5 juta pihak pemerintah yang beli material, harus sesuai SNI lah, inilah, itulah,” keluhnya.
Hal ini juga disayangkan oleh Ketua RT 02/01, Mulyani, saat ditemui di kediamannya. Menurutnya, program pemerintah seharusnya tidak kaku dan fleksible dengan kondisi di lapangan dan tidak mempersulit warganya.
“Kalau aturannya macam itu kan warga yang mau dibantu malah jadi takut, masa ukurannya distandarisasi sekian meter. Kalau rumah warga yang masuk dalam RTS luasnya lebih dari itu masa harus dipaksa swadaya, mereka terdata dalam RTS itu kan karena warga tidak mampu,” katanya.
Mulyani juga mempertanyakan kebijakan pemerintah Kelurahan Bendungan, terkait adanya warga yang tidak terdata dalam RTS, tapi kabarnya mendapatkan bantuan Bedah Rumah dari pemerintah tersebut.
“Bukan hanya Basuni yang mundur, warga yang masuk RTS lainnya juga banyak yang ikut mundur, teh Sohanah, Mang Sa’id, Mang Bihis karena mereka takut kalau macam itu aturannya. Saya juga heran, ada warga RT 02 yang mampu, mungkin deket sama orang kelurahan, ia tidak pernah saya ajukan sebagai RTS tapi kok infonya dapat bantuan Bedah Rumah ini,” ungkapnya.
Sementara itu, Kasi Kesos Kelurahan Bendungan, Euis, ketika dikonfirmasi melalui pesan Whatsappnya, membenarkan hal tersebut. Pihaknya mengaku hanya menjalankan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang berlaku dalam program tersebut.
“Program Bedah Rumah itu dari PU Pusat mas, waktu itu pendamping dari provinsi dan pusat ada sosialisasi, menurut mereka Juklak Juknis bantuan tersebut memang harus ada swadayanya, bantuan itu senilai Rp15 juta (Rp12,5 juta untuk material dan Rp 2,5 juta untuk ongkos petukang) dengan persyaratan yang harus dibangun 36 meter harus keseluruhan mulai atap lantai dan dinding,” paparnya.
Euis juga beralasan, hal yang membuat warga membatalkan menerima bantuan tersebut karena banyak warga yang tidak sejalan dengan rencana program tersebut.
“Namun menurut mereka lantai tak perlu dikeramik atau dinding tak perlu dipelester jadi bentuk kasarnya saja. Itu informasi yang saya tahu, karena hampir 2 Minggu saya ijin sakit, jadi belum tahu perkembangan selanjutnya,” tandasnya.
Namun Euis belum menjawab pertanyaan wartawan terkait adanya warga yang menerima bantuan program BSPB tersebut, meskipun tidak terdaftar dalam RTS yang diajukan oleh Ketua RT 02. (*/Ilung)