Melihat Pengrajin Kipas Anyaman Bambu yang Bertahan di Kota Baja

CILEGON – Seiring dengan makin canggihnya teknologi membuat masyarakat lebih memilih Kipas Angin listrik dan Air Conditioner (AC), untuk mendinginkan suhu udara di rumah maupun di kantor. Sehingga membuat keberadaan Ilir atau kipas anyaman tradisional di Cilegon perlahan-lahan namun pasti semakin ditinggalkan oleh masyarakat.

Terlebih zaman modern yang membuat gaya hidup instant dan hedonis, menjadikan Ilir yang manual atau masih menggunakan tenaga (tangan) manusia untuk mendapatkan udara segar, dianggap menjadi barang tidak praktis dan kuno.

Meski demikian, tidak membuat Da’iyah dan Sahimah, warga Link. Palas, Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon, patah arang untuk meneruskan usaha anyaman kerajinan tangan tradisional yang sudah turun menurun tersebut.

“Alhamdulillah masih ada aja yang beli mah, sehari paling bisa bikin 10-20 Ilir, satunya harga Rp2500, usaha inimah nerusin usaha orangtua. Lumayan aja bisa buat beli beras,” kata Da’iyah kepada faktabanten.co.id, Sabtu (26/1/2019).

Menurut Da’iyah, meski Ilir tidak canggih seperti AC dan Kipas Angin Listrik, tapi Ilir lebih praktis karena bisa dibawa kemana-mana. Sehingga masih ada saja masyarakat yang membutuhkan Ilir buatannya.

Da’iyah yang sudah memiliki cucu ini juga menceritakan proses pembuatan Ilir yang bisa dikatakan membutuhkan proses tahapan.

“Kalau Ilir mah bisa dibawa-bawa, kalau lagi satean kan pakai Ilir ngipasinnya. Bikinnya, bambu dipotong sesuai ukuran, terus dibelah dan diiris-iris tipis sesuai seratnya. Serat potongan ini direndam dulu biar mudah ditekuk, sebagian disepuh biar ada warnanya dan hasilnya indah, baru dianyam dibentuk dan disambung dengan gagang,” paparnya.

Pengrajin di Link Palas Cilegon tengah menganyam kipas dari bambu / Dok

Upaya pelestarian kerajinan tangan tradisional di Link Palas ini mendapat dukungan dari Budayawan Banten, Mameu Yai Uyat yang sehari penuh pada Sabtu (26/1/2019) kemarin, mengunjungi dua pengrajin anyaman bambu ini dengan ditemani Ketua RT setempat.

“Alhamdulillah dua warga kami yang masih eksis bikin kerajian Ilir ini dikunjungi oleh tokoh budaya ternama Mame Yai Uyat. Kalau dulu mah masih banyak yang bisa bikin Ilir ini, tapi karena tidak ada regenerasi tinggal dua ini yang masih bertahan. Bu Da’iyah cuma bisa produksi Ilir, tapi kalau Bu Sahimah bisa bikin Wakul, Irig, Ceuceting, dan pekakas dapur lainnya,” terang Ketua RT 02/01, Link. Palas, Mulyani.

Sementara itu, Budayawan Banten, Mameu Yai Uyat yang kerap tampil nyentrik dan kemana-mana membawa Tas Dawuk dan Ilir ini mengaku bangga dan memberikan apresiasi kepada kedua pengrajin tradisional Ilir tersebut.

Ia berharap terus dijaga kelestarian budaya ini, dengan mewariskannya kepada generasi selanjutnya.

“Kunjungan kita untuk belajar sama Bu Da’iyah dan Bu Sahimah ini yang konsisten meneruskan usaha orangtuanya, sehingga pelestarian Ilir masih terjaga. Semoga ini masih terus ada generasi yang meneruskan. Kita seneng masih ada kreasi tradisional yang tidak semua orang bisa, belajar bikin Ilir juga tidak mudah. Maka mereka perlu kita apresiasi, perlu disupport oleh pemerintah juga kalau perlu,” kata Mameu Yai Uyat. (*/Ilung)

[socialpoll id=”2521136″]

Ekonomi KreatifKipas Anyaman BambuPengrajin
Comments (0)
Add Comment