CILEGON – Kurang dari 30 hari lagi jelang pemungutan suara Pilkada Cilegon 2020, konstelasi politik di Kota Baja semakin seru untuk disimak dan dijadikan bahan diskusi, baik oleh masyarakat pemilih maupun oleh para pemerhati sosial politik.
Namun selama perjalanan kampanye Pilkada yang dilakukan sejak 26 September 2020 lalu, pengamat menilai sejumlah Paslon Pilkada Cilegon masih belum efektif dalam membangun opini dan citra positif untuk meraih simpati pemilih.
Dalam sesi diskusi bareng wartawan, Pengamat Aat Surya Syafaat mengatakan, bahwa dari sisi ketokohan, empat Paslon Pilkada Cilegon ini relatif imbang dan memiliki tingkat popularitas yang sama.
“Menurut pendapat saya Pilkada Kota Cilegon cukup sengit persaingannya, karena semua kandidat relatif sama-sama populer dan memiliki basis massa yang jelas,” ungkap Aat saat menjadi Asesor Uji Kompetensi Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (UKW-PWI) di Cilegon, baru-baru ini.
Aat yang juga Penasehat Forum Akademisi Indonesia (FAI) ini menilai, bahwa penentu keunggulan pada Pilkada Cilegon kali ini adalah efektifitas dalam membangun opini dan citra positif, serta penyampaian gagasan dalam setiap kampanye.
“Saya menilai, masing-masing Paslon pada Pilkada Cilegon ini menyadari arti pentingnya media dalam pembentukan dan penggiringan opini, baik media massa maupun media sosial. Mereka harus meyakinkan para calon pemilih tentang bagaimana mengatasi isu utama yang ada di tengah warga Kota Cilegon, yakni masalah tingkat pengangguran yang tinggi dan makin mengkhawatirkan, selain masalah pendidikan dan kesehatan serta infrastruktur dan pelayanan publik yang banyak dikeluhkan warga. Dalam hal ini Paslon Ali Mujahidin-Firman Muttakin yang nampak efektif dalam kampanye mengusung gagasan perubahan untuk Kota Cilegon,” ujar Aat.
“Paslon ini memiliki nilai ketokohan dan popularitas yang unggul. Ali Mujahidin adalah pimpinan Ormas Islam yang berpengaruh (Al-Khairiyah) serta cicit dari Ki Wasyid, seorang ulama dan pejuang “Geger Cilegon” pada 1888 dan cucu dari Pahlawan Nasional Brigjen KH Syam’un, sementara Lian Firman adalah seorang artis (aktor) yang sedang naik daun dan disukai oleh kalangan milenial dan kaum ibu,” imbuhnya.
Dijelaskan Aat, pertarungan opini dan upaya membangun citra pada Pilkada di masa Pandemi Covid-19 ini, karena keterbatasan kampanye tatap muka, maka sangat efektif dilakukan melalui media massa dan media sosial. Dan dari pengamatannya sejauh ini, dalam pemberitaan media dan media sosial, Paslon yang mengusung Jargon MULIA di setiap kampanyenya selalu lebih berani dan gamblang dalam penyampaian visi misi dan program, dibanding Paslon lain.
Diakui Aat, masyarakat akan lebih bersimpati para Paslon yang mampu memberikan solusi dan mampu berdialog soal programnya kedepan.
“Dukungan terhadap Ali Mujahidin-Lian Firman terlihat besar di grass root sebagaimana terbukti dari melimpahnya warga yang memberikan copy KTP dukungan kepada pasangan dari jalur independen itu. Tetapi paslon lain, yakni Iye Iman Rohiman-Awab, dan Helldy Agustian-Sanuji Pentamarta, yang juga mengusung ide perubahan untuk Kota Cilegon tidak bisa dianggap enteng. Mereka selama ini juga mempunyai kedekatan dengan media dan masyarakat serta selalu berkampanye dengan cara-cara yang simpatik,” ungkap Aat.
Sedangkan terhadap Paslon Ati-Sokhidin, Aat menilai bahwa Paslon tersebut tidak mampu membendung opini negatif yang dicitrakan. Paslon Petahana ini nampak kesulitan membantah segala isu negatif yang diafiliasikan terhadap mereka.
“Calon petahana selama ini dinilai mempunyai ‘keuntungan’ karena bisa memanfaatkan jaringan birokrasi dari organisasi perangkat daerah (OPD) sampai camat atau lurah. Kemudian ada yang beranggapan juga bahwa calon petahana bisa menggunakan dana APBD melalui bansos dan program lainnya. Calon petahana dianggap bisa lebih bebas bergerak dengan memanfaatkan sumber daya birokrasi dan anggaran. Hal ini terus terungkap dalam pemberitaan, dan bisa menggerus citra,” jelasnya lagi.
Melihat keunggulan citra positif yang dibangun, Aat menilai penantang akan bisa mengalahkan petahana di Pilkada Cilegon ini.
“Makanya saya percaya pada filosofi bahwa mempertahankan itu lebih sulit daripada merebut. Artinya, peluang penantang sama besarnya dengan petahana. Bahkan sudah banyak bukti, penantang berhasil merebut kemenangan pada Pilkada di sejumlah daerah beberapa waktu sebelumnya, apalagi kalau petahananya mempunyai track record yang kurang baik. Kunci kemenangan itu kapabilitas, popularitas dan elektabilitas, nah popularitas ini meniscayakan adanya kedekatan dengan media, dan ini yang harus diutamakan oleh masing-masing paslon. Apalagi ada adagium yang menyebutkan bahwa ‘media bisa mengubah cacing menjadi naga, atau sebaliknya naga menjadi cacing’,” tegas Aat.
Mantan Direktur Kantor Berita ANTARA ini menilai bahwa Paslon Ali Mujahidin dan Firman Muttakin, mampu membangun kedekatan dengan pemilih, dengan mengusung jargon yang sesuai realitas, menggunakan bahasa yang sederhana dan menyerap kearifan lokal. Salah satunya melalui jargon ‘Dinasti Korupsi Harus Terhenti’ dan juga program ROLAS KARSE.
“Dalam kaitan ini pula kedekatan dengan masyarakat dan berbicara dengan ‘bahasa’ mereka harus diutamakan oleh para Paslon, sebab dukungan Parpol sebanyak apapun tidak akan ada artinya tanpa adanya kedekatan dengan masyarakat, terlebih Pilkada itu memilih figur, dan bukan memilih Parpol. Khusus Pilkada Cilegon ini, saya secara khusus ingin katakan bahwa ada dua Paslon yang kemungkinan bersaing ketat, yakni Ali Mujahidin-Firman Muttakin versus Ati-Sokhidin,” pungkasnya. (***)