SERANG – Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pengadaan lapis beton Jalan Lingkar Selatan (JLS) Kota Cilegon senilai Rp12,7 miliar, Bakhrudin, yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Pekerjaan Umum (DPU) oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Cilegon dituntut 6 tahun dan 6 bulan pejara dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Serang, Rabu (17/6/2020).
JPU Kejari Cilegon Sudiyono mengatakan, Bakhrudin terbukti bersalah telah memenuhi dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (2) (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana dirubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menuntut pidana penjara kepada terdakwa Bakhrudin dengan pidana 6 tahun dan 6 bulan penjara,” kata JPU kepada Majelis Hakim yang diketuai Muhammad Ramdes disaksikan terdakwa dan kuasa hukumnya Yandi Hendrawan.
Selain pidana penjara, Sudiono juga mengatakan, terdakwa diharuskan membayar denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan, serta diharuskan membayar uang pengganti Rp925 juta, apabila 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Jika dalam waktu tersebut tidak dibayar, maka harta benda disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti atau susider 3 tahun dan 3 bulan penjara.
“Hal yang memberatkan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Hal meringankan terdakwa berlaku sopan, berjanji tidak mengulangi lagi. Terdakwa masih memiliki tanggungan-tanggungan keluarga,” tandasnya.
Usai mendengarkan tuntutan, kuasa hukum terdakwa Yandi Hendrawan mengajukan pledoi atau nota pembelaan. Sidang akan kembali degelar pekan depan dengan agenda pembacaan pembelaan dari terdakwa maupun keluarga. “Pledoi yang mulia,” katanya.
Di luar persidangan, Yandi mempertanyakan tuntutan terhadap kliennya tersebut dan juga mempertanyakan uang pengganti yang harus dibayarkan. Padahal, terdakwa tidak menikmati uang tersebut. Namun kerugian negara dibebankan kepada Bakhrudin.
Diketahui, korupsi proyek tersebut menyebabkan kerugian negara Rp950 juta.
“Kita enggak ngerti. Kerugian negara dilimpahkan kesitu. Enggak sama sekali. Padahal hanya sebagai PPK saja, kesalahannya karena kelalaian. Terlalu tinggi (tuntutan),” tandasnya.
Diketahui sebelumnya, sesuai surat dakwaan, Victory turut terlibat dalam kasus tersebut. Victory mengizinkan Suhemi meminjam perusahaannya. Ia bahkan menyerahkan dokumen seperti company profile kepada Suhemi. Pada 2014 dilaksanakan pelelangan umum dengan menggunakan sistem gugur.
Sebanyak 38 perusahaan mendaftar. Namun hanya 4 perusahaan yang memberikan penawaran. Keempat perusahaan tersebut, PT Kronjo Putra Perdana, PT Ismi Jaya, PT Wahyu Mulyana Jaya, dan PT KAK. Dari empat perusahaan tersebut PT KAK dinyatakan pemenang lelang dengan nilai penawaran Rp12,706 miliar.
Perbuatan terdakwa Bahkrudin telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu Suhemi selaku pelaksana konstruksi dari PT KAK senilai Rp50 juta dan Victory JT Mandaji selaku Direktur PT KAK kurang lebih sebesar Rp250 juta.
Pekerjaan itu telah menyebabkan kerugian perekonomian negara sebesar Rp959.538.904,21 sebagaimana laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara terhadap dugaan tindak pidana korupsi atas pekerjaan peningkatan jalan lapis beton STA 6+500 s.d 8+750 (lajur kiri) yang bersumber dari dana APBD Perubahan Kota Cilegon Tahun Anggaran 2014 Nomor: 700/499-Inspektorat/IX/2019, tanggal 16 September 2019 dari Inspektorat Provinsi Banten.
Selama pelaksanaan pekerjaan, tidak pernah ada tenaga ahli dari PT KAK yang mengontrol dan mengawasi pekerjaan. Tidak ada personil PT KAK yang memiliki kapasitas dan keahlian sebagaimana prasyarat sesuai dokumen penawaran pada tahap pelelangan.
Terdakwa Bakhrudin selaku PPK yang mempunyai tugas pokok dan fungsi, serta tanggung jawab dalam mengontrol atau memimpin berhasilnya kegiatan peningkatan jalan lapis beton STA 6+500 s.d 8+750, mengetahui tidak adanya tenaga ahli yang mengontrol kualitas pekerjaan.
PPK telah lalai, tidak melakukan verifikasi dokumen kontrak dan pengawasan secara maksimal, terkait Suhemi yang tidak terdaftar sebagai pihak yang mewakili PT KAK dalam melaksanakan proyek tersebut. Terdakwa sebagai PPK tidak dapat mengendalikan pelaksana kontrak karena terdapat beberapa perbedaan antara dokumen kontrak.
Pada 18 Desember 2014, Victory JT Mandaji selaku Direktur PT KAK telah menyerahkan kegiatan pekerjaan pada Bakhrudin yang dituangkan dalam berita serah terima pekerjaan. Setelah diserahterimakan dan digunakan masyarakat pada 35 April 2018, pekerjaan peningkatan lapis beton mengalami kegagalan bangunan berupa ambruknya jalan setelah dilanda hujan selama 3 hari.
Berdasarkan pemeriksaan oleh tim ahli dari Universitas Parahiyangan Bandung terhadap pekerjaan tersebut, bahwa gambar desain yang digunakan dalam kontrak berbeda dengan desain yang dikerjakan.
Beberapa spesifikasi di lapangan ditemukan ketidaksesuaian dengan gambar kontrak, yaitu mutu beton dan spesifikasi pembesian yang meliputi jumlah diameter, kedalaman, dan jarak antar pembesian. (*/LLJ/FBn)