Terkait Dugaan Korupsi PT Krakatau Posco, Sekjend PB Al-Khairiyah Akan Laporkan Ke KPK

CILEGON – PT Krakatau Posco (PT.KP) selama ini disebut mengalami kerugian akibat banyaknya kejanggalan dalam pengelolaan usahanya.

Hal itu juga disebut berdampak pada minimnya kontribusi keuntungan dari PT Krakatau Posco kepada BUMN PT Krakatau Steel selaku pemilik saham.

Ahmad Munji, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar (PB) Al Khairiyah menyoroti hal tersebut dan mengaku akan mendorong laporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengungkap adanya dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme di perusahaan baja patungan tersebut.

Ahmad Munji menyebut kerugian besar yang dialami PT Krakatau Posco, terjadi karena ada praktek mafia proyek oleh oknum pengusaha asal Korea yang selama ini menjadi vendor dan mendominasi proyek-proyek di Krakatau Posco.

“Jadi selama ini mereka (pengusaha Korea) berjibaku dan mendominasi dan diduga kuat bersekongkol berkonspirasi melakukan praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di dalam kegiatan perusahaan pendukung bisnis dan usaha PT Krakatau Posco,” ungkap Ahmad Munji, dalam siaran persnya, Sabtu (18/5/2024).

Munji memaparkan sejumlah dugaan korupsi yang dimaksud, antara lain pertama tentang manipulasi pembayaran pajak daerah PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).

“Diduga sengaja dimanipulasi dan berakibat pada terjadinya selisih besar nilai yang tidak dibayarkan dalam pembayaran PBB,” imbuh Munji.

Menurut Munji, kasus selisih bayar PBB PT Krakatau Posco tersebut diduga sudah lama berlangsung yakni sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2024.

“Hal itu dapat dilihat dari selisih perhitungan bayar hingga lebih dari 100 hektar yang diduga sengaja tidak dibayarkan oleh PT Krakatau Posco dan hal tersebut diduga merupakan kejahatan korupsi yang nyata, bukan lagi rencana jahat melainkan diduga kuat telah terjadi tindak pidananya,” tegas Munji.

Dinyatakan Munji, praktik tersebut telah secara nyata mengakibatkan adanya kerugian negara atau Pemerintah Daerah.

Dijelaskan oleh Munji, soal perhitungan selisih atau manipulasi data pajak PBB Krakatau Posco, yang berdampak pada tidak dibayarkannya besaran nilai pajak dari angka luasan lahan dan bangunan yang seharusnya.

Luas bangunan konstruksi PT Krakatau Posco sejak tahun 2011 sekitar 160.000 meter persegi (16 Ha), kemudian pada tahun 2014 sekitar 330.000 meter persegi (33 Ha). Sementara sejak 2014 sampai 2024 ini terjadi peningkatan luas bangunan hingga mencapai 1.300.000 meter persegi atau seluas lebih dari 130 hektar, di atas lahan sekitar 3.400.000 meter persegi atau 340 hektar.

“Modus dugaan kejahatan korupsi ini diduga dilakukan dengan cara tidak memberikan laporan penambahan luas bangunan sejak tahun 2014 atau menyajikan data dan laporan kepada Pemerintah tidak sesuai dengan sebagaimana mestinya,” jelas Munji lagi.

Atas dugaan tersebut, negara diduga dirugikan lebih dari Rp 50 Miliar, dan dugaan perbuatan melawan hukum tersebut Pemerintah Kota Cilegon kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2024.

“Atas persoalan itu konsekwensinya ada juga dugaan perbuatan hukum lainnya karena jika nyata PT Krakatau Posco melakukan hal itu maka pihak manajemen PT Krakatau Posco juga perlu merubah semua laporan pajak-pajak lainnya, karena nilai laporan pajak perusahaan setiap bulan dan setiap tahun yang dilaporkan tentu nilai dan angkanya berubah ketika terjadi manipulasi nilai keuangan PBB yang berdampak pada laporan dan audit pajak sebelumnya secara komulatif,” kecam Munji.

“Dengan demikian kami juga akan meminta Dirjen Pajak melakukan evaluasi dan penilaian ulang atas laporan pajak perusahaan PT Krakatau Posco sejak tahun 2014-2024,” bebernya.

Kasus kedua, yakni sejak proyek konstruksi tahun 2011, pembangunan Krakatau Posco didominasi oleh vendor-vendor rekanan grup perusahaan asal Korea. Bahkan sampai dengan masuk tahap beroperasi hingga saat ini, sebagian besar vendor-vendor rekanan yang mendukung operasi PT Krakatau Posco didominasi oleh perusahaan-perusahaan yang diduga nepotisme oknum pimpinan perusahaan asal Korea.

Oleh sebab itu, disinyalir banyak terdapat ketidakwajaran harga karena praktek Mark Up dan lainnya atas kegiatan pengadaan barang dan jasa di PT Krakatau Posco, yang diduga dikuasai oleh pengusaha asal Korea.

“Kalau kami boleh pinjam istilah oknum-oknum pengusaha Korea dimaksud telah membuat warung dalam toko dan tokonya rugi tapi warungnya sudah untung menggerogoti duluan,” lanjut Munji.

“Hal ini penting untuk dilakukan pengawasan bersama, karena jika potensi-potensi yang seharusnya menjadi keuntungan bersama antara Posco dan PT Krakatau Steel sudah digerogoti terlebih dahulu oleh vendor-vendor dari oknum pengusaha Korea tersebut, maka dampaknya akan merugikan PT Krakatau Steel sebagai pemilik separuh saham,” pungkasnya. (*/Red)

Al-KhairiyahDugaan KorupsiKrakatau PoscoKrakatau Steel
Comments (0)
Add Comment