CILEGON – Pengurukan laut atau Reklamasi milik PT Merak Bangun Samudera (MBS) yang berlokasi di pesisir laut Link Pulorida, Kelurahan Lebak Gede, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon diduga ilegal karena belum memiliki perizinan dari otoritas terkait.
Hal tersebut seperti disampaikan staf bidang Kepelabuhan, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Banten, Harisman, yang menyatakan bahwa sampai saat ini belum ada pengajuan Surat Izin Kerja Reklamasi (SIKR) atas nama PT Merak Bangun Samudera.
Dikatakan Harisman, untuk melakukan aktivitas sebuah reklamasi, perusahaan sebelumnya harus memiliki surat rekomendasi dari Syahbandar setempat dan disesuaikan dengan rencana induk kepelabuhan.
Namun, dijelaskan Harisman, sampai sekarang, perusahaan yang dimaksud belum sama sekali mengajukan izin ke pihak Syahbandar.
“Iya, benar bang, sampai saat ini PT Merak Bangun Samudera belum ada pengajuan Surat Izin Kerja Reklamasi ke kita,” ucapnya.
Dari informasi tersebut faktabanten.co.id coba menelusuri untuk mencari fakta dari aktivitas reklamasi tersebut langsung ke lokasi.
Dalam pantauan, pada sisi kiri jalan raya Merak, terdapat pagar tinggi di sepanjang lahan yang direklamasi yang dilakukan oleh PT MBS, dengan panjang hingga mencapai ratusan meter dengan 4 pintu besi yang dua diantaranya tertutup rapat.
Setelah memasuki area titik dimana sedang dilakukan reklamasi, tampak beberapa alat berat sedang menguruk laut dengan tumpukan tanah yang didatangkan dari truk Tronton. Selain itu juga tampak beberapa aktivitas pemotongan kapal tongkang.
Diperkirakan garis pantai di pesisir Pulorida yang sudah direklamasi menjadi daratan ini luasnya sudah mencapai sekitar 60 hingga 70 meter.
Sementara menurut salah satu pekerja, aktivitas reklamasi ini sudah berjalan sekitar 5 bulan.
“Iya kita yang kerja disini bang, kalau kita dari PT Kiptek Mandiri, kita pelaksana pengurukan saja dikontrak PT MBS. Sudah jalan lima bulanan ini bang, biar lebih jelas coba saja tanya sama pak Subur, mandor kita,” ujar Jaya kepada faktabanten.co.id, Rabu (25/10/2017).
Saat coba dihubungi melalui telepon selulernya, Subur selaku mandor justru enggan bicara banyak.
“Saya mah takut salah ngomong pak, sama bu Susi saja sih, katanya sih yang bertanggung jawab pak,” katanya.
Kalau benar belum mengantongi perizinan, lalu selama lima bulan berjalan reklamasi tersebut, kemana para aparatur penegak hukum negara ini khususnya Kepolisian dan Kementerian Perhubungan yang di daerah kepanjangan tangannya adalah KSOP Banten?
Selain persoalan perizinan, pembangunan berupa reklamasi ini kiranya terdapat sejumlah konsep yang kurang relevan, kurang proporsional dan kurang memenuhi ekuilibrium sosial ekonomi untuk hajat hidup ummat manusia? (*/Ilung)