Apa Saja Kue Lebaran Khas Cilegon, Masih Dibuatkah?

FAKTA BANTEN – Pada akhir bulan Ramadhan menjelang Hari Raya ‘Idul Fitri atau Lebaran, seperti biasanya ummat Islam mulai ramai berbelanja pakaian untuk dikenakan saat silaturahmi di hari Lebaran. Ada juga sebagian ummat Islam lainnya saat malam tiba yang menyambut datangnya malam Lailatul Qodr dengan beri’tikaf di masjid pada 10 akhir bulan suci tersebut, yang juga merupakan Itkun minannar.

Selain itu, di Cilegon juga ada tradisi lainnya yang perlu diketahui oleh kita khususnya oleh kids Jakin (Jaman Kini), pada 10 akhir bulan Ramadhan. Yaitu tradisi membuat kue Lebaran khas Cilegon. Pada momentum ini, biasanya para Ibu-ibu dan para anak gadisnya sudah mulai sibuk di dapur atau di pelataran belakang rumah, bahu-membahu dengan membuat kue Lebaran dengan beragam pola olahan.

Selain untuk disuguhkan pada hari Lebaran dimana banyak tamu, family, teman dan kerabat yang datang mengunjungi untuk saling bersilaturahmi. Kue Lebaran ini juga biasanya untuk ngirim kepada besan atau family dari luar Cilegon sebagai oleh-oleh khas Cilegon.

Sebagaimana bahasa Jawa Cilegon yang banyak terdapat asimilasi Sunda Jawa dan serapan bahasa Melayu dan Arab. Banyak pula ragam kue lebaran khas Cilegon yang biasanya kue Lebaran khas Cilegon ini jenis kue kering hasil olahan kudapan yang klasik dan lebih awet atau tahan lama hingga beberapa bulan.

Seperti Gegetas, Bolu Kuwuk, Sagon, Kue Prok, Satu, Rengginang, Wajik, Gipang, Ungka dan kira-kira apa lagi ya. Ada yang tahu ? He he

Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan adanya modernisasi di berbagai aspek kehidupan. Dimana pola hidup instan dan hedonis yang memicu kemalasan, semakin mainsteam di tengah masyarakat Cilegon.

Tak heran kalau pada beberapa tahun belakangan ini ada sebagian masyarakat Cilegon yang mulai enggan menjalani proses atau melestarikan tradisi membuat kue lebaran khas kotanya sendiri. Karena ia tinggal membelinya. Dan bahkan justru ada yang lebih bangga dengan beli kue-kue modern yang bukan asli produk kota santri tersebut.

Maka, salah satu kearifan lokal Cilegon ini kiranya perlu untuk terus dijaga kelestaraiannya. Karena selain tradisi ini sudah turun menurun dari para leluhur dulu, perlu untuk diketahui bersama, produk (kue) khas daerah merupakan salah satu bagian dari identitas sosial dan kebudayaaan di suatu daerah.

Lalu, apa jadinya kalau kita masyarakat Cilegon sampai tak mau lagi melakukan kontiniusasi yang diwariskan oleh leluhur kita sendiri? (*/Ilung)

Idul FitriKulinerRamadhan
Comments (0)
Add Comment