Hardiknas 2 Mei, Sekjen IKA Untirta: Ada Tiga PR Institusi Pendidikan Harus Terealisasi

CILEGON – Tanggal 2 Mei sebagai hari kelahiran Ki Hajar Dewantara diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Awalnya, Ki Hajar Dewantara menentang sistem pendidikan pada zaman penjajahan Belanda. Sistem pendidikan tersebut hanya mengizinkan anak-anak keturunan Belanda atau anak-anak orang kaya saja yang bisa masuk dan belajar di sekolah. Sementara anak pribumi yang kelas ekonominya rendah dianggap tidak pantas, sehingga terjadi ketimpangan yang besar. Namun setelah sekian lama berlalu, dunia pendidikan Indonesia dihadapkan pada masalah yang kompleks terutama peningkatan mutu pendidikan.

Menurut Sekretaris Jenderal Ikatan Alumni (IKA) Untirta, Beben Somantri, tujuan pendidikan adalah membentuk generasi yang memiliki bekal moral dan intelektual sehingga dapat mengembangkan potensi diri. Namun demikian, akhir-akhir ini untuk mewujudkan impian mulia tersebut, dunia pendidikan menghadapi ketimpangan ketimpangan yang harus diselesaikan.

“Setidaknya ada tiga PR besar yang serius dan sangat menentukan mutu pendidikan, baik pelajar atau mahasiswa kita, di antaranya: lulusan tidak sesuai dengan kebutuhan industri, kualitas pendidikan harus diperbanyak di lokal, dan sekolah belum ramah untuk siswa,” kata Beben Somantri yang juga mantan Ketua BEM FKIP Untirta kepada Fakta Banten, di Sekolah Peradaban Cilegon, Sabtu (01/05/21).

Beben menyebut kualitas pendidikan selalu berada di peringkat bawah atau terendah diakibatkan ketidaksiapan institusi pendidikan dalam mencetak hasil dari pembelajaran, diakibatkan karena potensi siswa tidak diselaraskan dengan kemampuan belajarnya, sehingga hal inilah yang menyebabkan lulusan tidak sesuai dengan kebutuhan industri.

“Sekolah berperan menyiapkan siswa agar mampu menggali potensi dirinya, kecerdasannya, dan keterampilannya untuk keperluan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara, sehingga siswa memiliki kualifikasi dan kecerdasan dengan itu posisinya akan bagus di dunia kerja, dengan demikian siswa harus diarahkan kepada hasil akhir dari proses pembelajaran itu untuk menjadi anggota masyarakat, agar dapat berkorelasi dengan program pemerintah yaitu merdeka belajar dengan tujuan tercapainya karakter yang baik dan kompetensi unggul yang tidak hanya mengandalkan nilai ranking dalam pembelajaran. Justru yang di ranking itu bukan ranking kelas tapi ranking anak, setiap anak harus ada prestasi masing masing, sehingga ada kepercayaan terhadap potensi diri dan dapat mengetahui keunggulan anak didik tanpa ada pengkerdilan karakter dalam dunia pendidikan,” ujarnya.

Beben juga menyebutkan pendidikan di Kota Cilegon jika dikaitkan dengan dunia industri ada dua kualitas, yaitu pekerjaan yang memiliki posisi bagus itu ditempati oleh penduduk di luar Kota Cilegon, sedangkan pekerjaan yang berat atau kasar itu ditempati oleh penduduk asli Cilegon. Sehingga pemerintah harus mempersiapkan perangkat sistem pendidikan yang mengarahkan kepada struktur industri atau pekerjaan yang dibutuhkan di Kota Cilegon.

“Pemerintah harus mampu mendongkrak dan membantu lembaga pendidikan yang ada di kota Cilegon itu sendiri dengan cara memaksimalkan potensi instansi pendidikan agar dapat berkorelasi positif dengan perusahaan, maka dari itu pendidikan harus berperan terhadap kualitas angkatan kerja sehingga hasil pendidikannya bisa menjadi lahan serapan yang positif bagi perusahaan. Potensi perusahaan dan lahan usaha di Cilegon ini sangat potensial, namun kondisi tersebut memiliki dua potensi yang bertolak belakang apabila pemerintah dan dunia industri tidak memiliki komitmen untuk memprioritaskan penduduk asli Cilegon,” harapnya.

Beben Somantri yang juga Kepala SD Peradaban Cilegon menjelaskan, instansi pendidikan belum ramah terhadap peserta didik, sehingga siswa tidak mendapatkan motivasi belajar dan lebih memilih kegiatan lain yang lebih seru dan lebih ramah, yang sesuai dengan kemauan siswa tersebut.

“Menurut pengamatan kami, masih banyak siswa yang berada di Cilegon, yang notabene tinggal di dekat sekolah namun tidak ada kemauan untuk sekolah sehingga menganggap sekolah adalah momok menyeramkan bagi mereka, harusnya sekolah dapat memberikan kenyamanan bagi anak, dengan segala keragaman apapun dalam dirinya,” tuturnya.

Menyambut Hari Pendidikan Nasional, Penasihat Keluarga Mahasiswa Lebak (Kumala) ini mendorong kesadaran publik dan pemerintah akan permasalahan pendidikan. Selain itu juga mendesak pihak-pihak yang memiliki tugas dan kewenangan untuk bersama-sama mengambil inisiatif, kebijakan, dan tindakan nyata untuk permasalahan permasalahan tersebut. (*/Red)

Comments (0)
Add Comment