JAKARTA – Sepanjang Semester I 2019, Perseroan berhasil meningkatkan penjualan untuk produk HRC (Hot Rolled Coil) dan Pipa baja dari periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing 5,52%
dan 18,63% menjadi 608.493 ton dan 46.949 ton. Namun demikian, total keseluruhan penjualan menurun 16,78% menjadi 870.995 ton untuk periode yang sama dengan tahun 2018.
Hal ini disebabkan oleh menurunnya penjualan pada produk baja lainnya seperti Cold Rolled Steel, Wire Rod, Bars & Section yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 47,44%, 77,62%, 39,44%, 44,82%. Penurunan penjualan terbesar terjadi pada produk wire rod menjadi 12.279 ton dari yang sebelumnya 54.858 ton di semester 1 tahun lalu. Maraknya baja impor dengan praktik unfair trade menjadi salah satu penyebab utama tidak terserapnya produk baja untuk infrastruktur tersebut.
Hal ini juga mendorong penurunan pada pendapatan Perseroan sebesar 17,82% menjadi USD702,05 juta dibanding periode yang sama tahun lalu. Selain itu, kondisi yang menantang ini juga menggerus laba kotor Perseroan sebesar 76,11% atau menjadi USD 23,98 juta YoY.
Sementara untuk kinerja anak usaha, penyedia jasa di bidang kepelabuhanan, air industri, dan energi serta kawasan industri dan properti memiliki capaian kinerja yang cukup baik. Khusus untuk PT
Krakatau Bandar Samudera, anak usaha di bidang kepelabuhanan mencatatkan peningkatan laba sebesar 17,99% menjadi sebesar USD7.888 ribu dari yang sebelumnya USD6.685 ribu pada periode yang sama tahun lalu. Sementara untuk PT Krakatau Tirta Industri, PT Krakatau Daya Listrik, dan PT Krakatau Industrial Estate Cilegon juga membukukan laba masing-masing sebesar USD5.149 ribu,
USD1.863 ribu, dan USD371 ribu.
PT Krakatau Bandar Samudera sebagai operator Pelabuhan Cigading di Cilegon, Banten telah menyelesaikan dua dermaga baru yaitu dermaga 7.1 dan 7.2 dengan kapasitas 3,5 juta ton, sehingga total kapasitas bongkar muat Pelabuhan Cigading menjadi 25 juta ton per tahun, hal tersebut menjadikan Pelabuhan Cigading sebagai pelabuhan curah kering terbesar di Indonesia.
Saat ini KTI mampu menyuplai kebutuhan air industri sebesar 2400 liter per second (lps). Pada bulan Juni lalu, KTI bersinergi PT Chandra Asri Petrochemical akan menjalankan proyek pengolahan air lautd terbesar di Indonesia karena memiliki kapasitas produksi sebesar 800 – 1000 lps. Selain di wilayah Banten, PT KTI juga telah berekspansi ke wilayah Gresik, Jawa Timur, dengan memperoleh tender dalam pengoperasian Sistem Pengolahan Air Minum yang diadakan oleh PDAM Giri Tirta Gresik pada tahun 2018. Proyek ini akan memiliki kapasitas 1000 lps.
Sementara untuk rencana pengembangan kapasitas produksi baja, progres pembangunan fisik untuk pabrik Hot Strip Mill #2 telah mencapai 94,49% pada Juni 2019. Seiring dengan selesainya
pembangunan HSM#2 ini pada Q2 2019, kapasitas pengerolan baja untuk produk HRC meningkat menjadi 3,9 juta ton per tahun.
Impor Baja Masih Tinggi
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, tantangan yang sangat nyata dihadapi adalah adanya impor baja yang masih tinggi menghantam industri baja nasional.
“Impor baja masih dominan dan menekan industri baja dalam negeri. Tingkat utilisasi produksi HRC saat ini masih di bawah 50%, karena porsi impor masih cukup dominan dalam pemenuhan baja
domestik,” ujar Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim.
Dihimpun dari data The South East Asia Iron and Steel Institute (SEAISI) pada tahun 2018, jumlah importasi baja di Indonesia mencapai 7,6 juta ton. Bahkan komoditas besi dan baja tercatat sebagai
komoditi impor terbesar ke-3, yaitu sebesar 6,45% dari total importasi dengan nilai 10,25 Milyar USD (Badan Pusat Statistik, 2018).
“Data dari Badan Pusat Statistik, pada Januari – Maret 2019, jumlah impor besi dan baja meningkat 14,75% secara year on year menjadi 2,76 Milyar USD. Kenaikan impor produk tersebut menjadi yang
terbesar keempat,” imbuh Silmy.
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk terus menjalankan program restrukturisasi agar kinerja Krakatau Steel dapat kembali optimal dan membukukan keuntungan. Restrukturisasi perusahaan yang dijalankan meliputi restrukturisasi hutang dan transformasi bisnis. Restrukturisasi ini bertujuan agar Krakatau Steel lebih efisien dan kompetitif di tengah persaingan industri baja global. Hal ini juga merupakan bentuk komitmen Perseroan kepada pemegang saham dan pihak stakeholder lainnya.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah optimalisasi aset-aset non core agar lebih berdaya guna, mencari mitra bisnis strategis, spin off atau pelepasan unit kerja yang semula bersifat cost center dan
hanya melayani induk perusahaan (KS), menjadi bagian dari pengembangan bisnis anak perusahaan sehingga bersifat profit center, dan perampingan organisasi. Langkah operasi lain yang tengah
dilakukan adalah memperbaiki pola penjualan produk sehingga diharapkan akan menaikan volume penjualan serta memperbaiki pola konsumsi energi dan peningkatan yield produksi di pabrik Hot Strip Mill untuk menekan biaya produksi.(*/Red)