CILEGON – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cilegon, drg. Ratih Purnamasari, mengaku heran atas tingginya kasus Tuberkulosis (TBC) di Indonesia, yang tercatat menempati peringkat kedua terbanyak di dunia berdasarkan Global TB Report 2023.
“Iya, sedunia itu kita nomor dua setelah India. Saya heran, padahal negara seperti China dengan jumlah penduduk jauh lebih banyak tidak menempati posisi itu. Indonesia yang hanya dua ratus juta sekian justru berada di urutan kedua,” ujarnya di Cilegon, Jum’at (18/4/2025).
Meski begitu, Ratih mengatakan bahwa pihaknya belum bisa memastikan apakah tren kasus TBC di Kota Cilegon meningkat atau menurun, karena data masih terus diperbarui dan dianalisis secara berkala.
“Untuk Cilegon sendiri saya belum bisa memastikan apakah meningkat atau tidak, karena data itu terus berjalan dan diperbarui,” jelasnya.
Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah, khususnya Dinkes Cilegon, telah berupaya maksimal dalam melakukan sosialisasi dan edukasi terkait pencegahan TBC.
Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan seluruh pihak, termasuk masyarakat, dalam menanggulangi penyebaran penyakit menular tersebut.
“Pencegahan butuh kerja sama semua pihak. Sosialisasi dan edukasi tidak cukup hanya dari pemerintah, masyarakat juga harus sadar dan peduli. Karena TBC itu menular, satu rumah bisa tertular semua jika tidak ditangani,” kata Ratih.
Ia mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap gejala TBC, terutama batuk yang berlangsung lebih dari satu bulan.
Jika mengalami gejala tersebut, ia mengimbau agar segera memeriksakan diri ke fasilitas layanan kesehatan terdekat.
Dalam hal pencegahan, Ratih menyebut pentingnya menjaga etika batuk, kebersihan udara dalam rumah, serta mengurangi debu dan ventilasi yang buruk.
“Kalau batuk, tutuplah dengan benar. Pastikan rumah punya ventilasi yang baik agar sirkulasi udara lancar dan debu tidak menumpuk,” tambahnya.
TBC merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia, dengan dampak besar terhadap angka kematian, penurunan produktivitas usia produktif, serta beban ekonomi.
Pemerintah Indonesia menargetkan eliminasi TBC pada 2030, dengan sasaran menurunkan insidensi hingga 80 persen menjadi 85 kasus per 100.000 penduduk, dan menurunkan angka kematian menjadi 6 per 100.000 penduduk.
Indikator keberhasilan lainnya adalah Treatment Coverage (TC) di atas 90 persen, success rate lebih dari 90 persen, dan TPT (Terapi Pencegahan Tuberkulosis) mencapai minimal 80 persen.
“Mari kita sama-sama waspada, karena kesehatan adalah tanggung jawab bersama,” tutupnya.(*/Nandi)