CILEGON – Kisah pilu dialami Navis Humam (8). Korban tsunami Selat Sunda itu tak diperlakukan sebagai korban bencana. Dia ditagih biaya rumah sakit hingga Rp17 juta.
Lagi-lagi ini fakta itu menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara pernyataan pejabat dengan aparat di bawahnya.
Saat berkunjung pada 26 Desember 2018 lalu, Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan perawatan korban tsunami gratis.
“Yang mendapatkan bantuan ini adalah korban jiwa pada bencana tsunami. Bagi yang luka-luka akan mendapatkan jaminan kesehatan gratis. Namun tetap harus divalidasi,” kata Agus saat kunjungan ke Labuan, Pandeglang.
Ternyata hal itu tak sesuai fakta di lapangan. Orang tua korban Navis Humam (8), Muginarto mengaku ditagih Rp17 juta oleh sebuah rumah sakit di Kota Cilegon.
Awalnya, Navis dirawat di RS Berkah Pandeglang. Namun oleh RS Berkah, korban dirujuk ke RS milik anak perusahaan Krakatau Steel di Kota Cilegon untuk mendapatkan perawatan berupa operasi di siku dan bahu.
“Hari Minggu sore ketemunya di RSUD Pandeglang, dirujuk ke (RS di Cilegon), cuma waktu rujukan nggak dilampirin surat rujukan daftar umumnya,” kata Muginarto kepada wartawan di Lingkingan Ramanuju, Citangkil, Kota Cilegon, Jumat (4/1/2019).
Anaknya menjadi korban tsunami saat berlibur di Vila Mutiara, Carita, 22 Desember 2018 lalu. Setelah dirawat selama sepekan, korban dibawa pulang ke rumah karena dinyatakan sudah bisa pulang.
Saat hendak pulang, lanjut Muginarto, ia diminta membayar biaya perawatan dan operasi senilai Rp17 juta. Ia kemudian memproses pembayaran itu Rp5 juta. Sementara Rp2.900.000 ditanggung oleh BPJS. Sisa pembayaran yang harus dilunasi sekitar Rp10 juta.
“Pengennya ya ada bantuan dari pemerintah biayanya,” tuturnya. (*/detik)