FAKTABANTEN – Seorang Kiai Besar asal Jawa Timur memberikan kritik atas rekomendasi Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) 2019 tentang label kafir bagi nonmuslim dihapus.
Kritikan tersebut disampaikan KH Luthfi Bashori, Pengasuh Pesantren Ribath Al Murtadla Al Islami Singosari Malang. Menurut Kiai Luthfi pencabutan label kafir bagi nonmuslim itu merupakan permainan orang-orang liberal yang ingin mengamandemen Alquran.
“Ini permainan kaum sekuler liberal yang ingin mengamandemen ayat-ayat Allah. Mereka masuk melalui NU dan merusak pemahaman orang Islam itu sendiri,” kata Kiai Luthfi dilansir Kantor Berita RMOLJatim, Jumat (1/3/2019).
Ditambahkan Kiai Luthfi, sebutan muslim dan kafir sudah final. Antara muslim dan nonmuslim sejak dulu tidak ada masalah, tidak ada permusuhan dan perselisihan.
“Itu final. Dalam kamus baku syariat dan kamus umum sudah dijelaskan. Justru mereka membuat kesesatan berpikir dengan pemahaman seperti itu,” terang Kiai NU ini.
Dalam Alquran sudah jelas disebutkan, bahwa orang-orang kafir adalah yang tidak beriman pada Allah dan Rasul-Nya.
Kiai Luthfi mengutip ensiklopedi Islam Indonesia, dalam teologi Islam, sebutan kafir diberikan kepada siapa saja yang mengingkari atau tidak percaya kepada kerasulan nabi Muhammad (570-632 M) atau dengan kata lain tidak percaya bahwa agama yang diajarkan olehnya berasal dari Allah pencipta alam.
“Kendati orang Yahudi atau Kristen meyakini adanya Tuhan, mengakui adanya wahyu, membenarkan adanya hari akhirat dan lain-lain, mereka tetap saja diberi predikat kafir, karena mereka menolak kerasulan nabi Muhammad atau agama wahyu yang dibawanya,” tandas Kiai Luthfi.
Persoalan sebutan kafir bagi nonmuslim dihapus, lanjut Kiai Luthfi, hal itu merupakan perbuatan kaum liberal yang bukan pengikut NU.
“Kaum liberal ingin mengubah pemahaman baku, padahal mereka sudah melenceng dari aqidah. Kiblat mereka justru ke nonmuslim. Mereka bukan pengikut NU. Mereka kepanjangan tangan orientalis,” tegasnya.
Karena itu Kiai Luthfi mengajak para ulama sepuh dan ulama lurus untuk melawan keputusan Munas NU, dengan cara menolak dan memberi pernyataan sikap.
“Saya yakin para kiai sepuh, tokoh NU tidak tahu soal ini ketika tim perumus memutuskan menghapus sebutan kafir bagi nonmuslim. Saya berharap agar para kiai sepuh dapat menyikapi masalah ini,” tutup Kiai Luthfi.
Sebelumnya, hasil Munas NU salah satunya memutuskan tidak menggunakan kata kafir bagi nonmuslim di Indonesia. Karena hal ini dianggap menyakiti.
Kata kafir menyakiti sebagian kelompok nonmuslim. Karena itu para kiai menghormati untuk tidak gunakan kata kafir tetapi muwathinun atau warga negara, dengan begitu status mereka setara dengan WN yang lain,” demikian disampaikan KH Abdul Muqsith Ghozali, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU di saat Munas dan Konbes NU 2019 di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Kamis (28/2/2019) kemarin.
Pembahasan ini dihadiri oleh Mustasyar PBNU Prof Muhammad Machasin, Rais Am Syuriyah PBNU KH Miftahul Akhyar, Rais Syuriyah KH Masdar Farid Masudi dan KH Subhan Ma’mun, Katib ‘Aam Syuriyah PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Katib KH Abdul Ghofur Maimun Zubair dan H Asrorun Niam Sholeh, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Ketua PBNU H Marsudi Syuhud, hingga Sekretaris Jenderal PBNU H Helmi Faishal Zaini. [rmol.co]