Lagi-lagi, Flare Gas Pabrik Kimia Chandra Asri di Cilegon “Bebas” Cemari Lingkungan?

CILEGON – Pembakaran gas sisa produksi atau Flare Gas pabrik kimia PT Chandra Asri Petrochemical (CAP) yang terjadi dalam dua hari ini kembali dikeluhkan masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik.

Sejak Selasa hingga Kamis (29/9/2022) pagi ini, masyarakat sekitar mengeluhkan suara gemuruh dan kobaran api besar yang mengganggu aktivitas dan waktu istirahat.

Aktivitas Flare Gas ini sudah sangat sering terjadi, namun yang membuat masyarakat sekitar pabrik mengaku sangat heran, yakni setiap kali kejadian tersebut manajemen PT Chandra Asri tidak berusaha melakukan koordinasi yang baik dengan masyarakat terdampak.

“Proses pabrik seperti ini (Flare Gas) sudah sering terjadi dan tidak ada upaya koordinasi yang baik, apalagi mau memberi kompensasi kepada warga terdampak, sepertinya manajemen Chandra Asri itu kurang peduli,” ungkap Akhmad Dolasani, Sekretaris Karang Taruna Desa Kosambironyok, Kecamatan Anyar, Kamis (29/9/2022).

Dolas mengingatkan bahwa Flare Gas merupakan aktivitas pencemaran lingkungan, dan tidak bisa dianggap sesuatu yang biasa dan bebas dilakukan oleh industri.

“Masyarakat harus tahu, bahwa Flare Gas itu menghasilkan limbah yang merusak atmosfir dan penyebab serius terjadi kerusakan lingkungan dan pemanasan global. Jangan dianggap ini peristiwa biasa-biasa saja. Kondisi ini harus dianggap serius dan diupayakan antisipasinya seperti apa kedepan, dan bagaimana koordinasi yang baik antara perusahaan dengan warga terdampak,” tegas Dolas.

Diketahui, lokasi pabrik kimia PT Chandra Asri Petrochemical berada di Kelurahan Gunungsugih, Kota Cilegon, namun wilayahnya berbatasan langsung dengan Kecamatan Anyar, Kabupaten Serang.

Sehingga aktivitas pencemaran lingkungan yang terjadi disebabkan pabrik tersebut, dipastikan dampaknya juga dirasakan oleh masyarakat di dua wilayah tersebut.

Salah seorang Ketua RT di Lingkungan Cilodan, Kelurahan Gunungsugih, saat dikonfirmasi Fakta Banten juga mengeluhkan adanya aktivitas flaring PT Chandra Asri.

Masyarakat Cilodan yang tinggal di pemukiman terdekat dengan pabrik kimia itu, selama ini mengaku tetap khawatir akan dampak kesehatan dan keamanan lingkungan jangka panjang.

Pasalnya, selain suara gemuruh dan hawa panas pembakaran gas tersebut, dampak lainnya juga yang mengkhawatirkan yakni asap dan debu pekat serta bau menyengat, yang kerap dirasakan masyarakat saat aktivitas Flare Gas PT Chandra Asri.

“Sudah satu hari cerobong Chandra Asri menyala, kami baru dapat pemberitahuan, padahal kami ini warga paling terdampak,” ujar salah seorang Ketua RT.

 

Flare Gas Merusak Atmosfir Penyebab Pemanasan Global

Sementara itu, dikutip dari website Kementerian LHK RI, dijelaskan bahwa Gas Flare biasa dikenal juga dengan flare stack adalah alat pembakar berbentuk vertikal yang biasa digunakan dalam sumur minyak, sumur gas, alat-alat pengeboran, kilang, plant kimia dan plant gas alam.

Tulisan pada website https://menlhk.go.id dari presentasi PT LAKSEL Teknologi Indonesia (LITE) tentang Perubahan Iklim, secara gamblang mengkampanyekan ‘Stop Global Warming, Menuju Indonesia Bebas Flare Gas Tahun 2050’.

Dalam tulisannya, dinyatakan bahwa Flare Gas (gas suar bakar) saat ini merupakan limbah yang merusak atmosfir dan penyebab kerusakan lingkungan yang berat.

Flare Gas juga menjadi salah satu pemicu terbesar naiknya temperatur bumi.

Pemerintah Indonesia sendiri diketahui menjadi salah satu negara yang mendukung inisiatif Zero Routine Flaring by 2030.

Diketahui, gas yang dihasilkan dari Flare Gas sebagian besar adalah gas methane. Gas methane ini merupakan gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap pemanasan global, seperti hal nya karbondioksida.

Tetapi perbedaannya dengan karbondioksida adalah, gas methane ini 21 kali lebih merusak daripada karbondioksida.

Di samping itu, gas yang terproduksi tersebut biasanya juga banyak mengandung CO2 dan H2S yang dapat membahayakan kesehatan dan kehidupan manusia.

Jika udara lembab maka gas akan lebih berat dari udara, dan ini akan membuat gas turun mencapai tanah dan meningkatkan kemungkinan untuk terjadi hal-hal yang merugikan.

Diketahui juga, PT Chandra Asri Petrochemical sendiri sebelumnya sejak tahun 2020 telah membangun dan mengoperasikan teknologi Enclosed Ground Flare (EGF) yang diklaim pembakaran gas lebih aman dan tanpa asap.

Teknologi EGF yang dimiliki PT CAP diklaim dapat meminimalisir dampak lingkungan terhadap masyarakat sekitar dibandingkan penggunaan suar konvensional.

Namun faktanya, hingga saat ini Flare Gas konvensional masih terus digunakan dan dampaknya kembali dikeluhkan oleh warga sekitar. (*/Ipul)

AnyerChandra AsriCilegonFlaringGas FlarelingkunganPabrik KimiaPT Chandra Asri Petrochemical (CAP)Terdampak
Comments (0)
Add Comment