CILEGON – Keberadaan limbah di bekas tambang galian C di kawasan Kelurahan Kalitimbang, Kecamatan Cibeber, yang sebelumnya diduga merupakan limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3), ternyata hal itu merupakan lumpur limbah kapur dari kegiatan industri.
Dinyatakan oleh pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Cilegon, bahwa limbah tersebut bukanlah kategori limbah B3.
Hal ini diungkapkan oleh staf Bidang Lingkungan Hidup pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK) Asep, saat ditemui faktabanten.co.id, di ruangannya Jum’at (7/12/2018) siang.
Dinas LHK membenarkan kalau limbah lumpur kapur tersebut berasal dari PT Krakatau Posco Chemtech Calcination (KPCC), yang dalam pengelolaannya dilakukan oleh PT Sinar Majapahit Indonesia (SMI).
“Limbah lumpur kapur itu bukan limbah B3, berdasarkan PP Nomor 01 tahun 2014. Walau itu bukan limbah B3 tapi bukan berarti tidak bahaya, kalau panas bisa jadi debu terbang, kalau hujan jadi licin,” terangnya.
Lebih lanjut Asep menegaskan, limbah lumpur kapur tersebut harus dikelola dengan baik, agar tidak sampai menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya.
Komitmen tersebut juga tertuang dalam Surat Pernyataan Kesanggupan oleh PT SMI tentang Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL).
“Limbah itu tetap harus dikelola di lokasi yang sudah ditentukan, dalam hal ini PT SMI yang harus bertanggung jawab. Luas lokasi yang akan diratakan 20.876 m2, ada kontrak antara KPCC dengan SMI,” tegasnya, sambil menunjukan dokumen tersebut kepada wartawan.
Di lain tempat, Direktur PT SMI, Miftahul Iman, membenarkan kalau untuk pengelolaan limbah dari PT KPCC di kawasan Kelurahan Kalitimbang, menjadi tanggung jawabnya dengan dasar SPPL dari DLHK Kota Cilegon.
“Kontrak kita dengan KPCC baru berjalan sekitar 7 bulan, sebelumnya justru dikelola oleh pihak yang mungkin tidak mengantongi SPPL. Sekarang limbah kapur kapur ini kita yang kelola sesuai prosedur yang ada,” ujarnya saat ditemui, Jumat sore.
Saat disinggung soal adanya tumpukan limbah kapur lumpur di lokasi yang sepertinya karena terlambat dilakukan pemerataan. Iman mengatakan hal tersebut untuk efesiensi kerja.
“Karena produksi dari KPCC tidak terlalu banyak jadi sehari paling 6 mobil. Sebulan paling kisaran 1500 sampai 2000 ton lah, karena kondisinya basah. Tetap kita ratakan sambil menunggu alat berat untuk efesiensi kerja. Kalau ada yang tercecer langsung kita bersihkan dan siram. Kita juga selalu komunikasi aktif dengan Ketua RT sekitar untuk memantau aktifitas tersebut,” paparnya.
Sementara itu, pihak manajemen PT KPCC belum bersedia untuk ditemui. (*/Ilung)