CILEGON – Mencuatnya istilah “WARNING” pada Seleksi Penerimaan Calon Praja (SPCP) Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Tahun 2019 dibantah oleh Rektor IPDN, Murtir Jeddawi.
Rektor menyampaikan bahwa SPCP IPDN hanya ada 4 tahapan, yakni verifikasi data, pemeriksaan kesehatan, Samapta dan wawancara. Adanya tahapan warning tersebut diduga sebagai parktik ilegal untuk meloloskan calon praja (Capra) tertentu.
“Dalam SOP tidak ada warning, yang ada kegiatan 1, 2, 3 dan 4 tahap saja. Malah kami menelusuri siapa oknum yang membuat kata ‘warning’ itu, kami masih mencari tahu,” ucap Murtir Jeddawi kepada awak media, Selasa (24/9/2019).
Menanggapi itu, Badia Sinaga, ayah dari Hizkia Raymond seorang Capra yang dinyatakan gagal dalam SPCP IPDN Tahun 2019, menuding jika bantahan yang disampaikan Rektor IPDN (Murtir Jeddawi-red) tersebut hanya sebatas lip servis.
“Ketua Panitia, Hironimus Rowa yang juga Wakil Rektor III IPDN saja mengakui kalau ada kegiatan pada Jumat tanggal 30 Agustus 2019 yakni pemeriksaan penampilan fisik bagi Capra yang ada catatan. Anak-anak (Capra) sebut itu warning,” ujar Badia menjelaskan, Rabu (25/9/2019).
Badia juga mengaku akan terus mencari keadilan untuk anakku, dan berusaha membuat laporan ke kepolisian.
“Saya dan orangtua dari Kaltim, Sulsel dan Sulteng akan buat laporan ke Mabes Polri terkait kecurangan ini,” tegas orang tua Capra.
Badia juga menegaskan bahwa dirinya meragukan apa yang disampaikan oleh Rektor IPDN, dan mencurigai adanya sistem yang tidak sesuai prosedural namun dilakukan secara terstruktur dan satu koordinasi dalam seleksi penerimaan calon praja IPDN Tahun 2019.
“Saya ragu, bicara Rektor IPDN dari awal selalu bicara SOP. Saya mencurigai sistem ini sudah terstruktur. Alasan saya, sudah 20 hari tidak ada keseriusan mengungkap ini masalah warning bagi Capra yang ada catatan,” ungkapnya.
“Kenapa yang ada catatan jadi lolos? Yang tidak ada catatan malah tidak lolos. Logika sehat berpikir dimana? Saya aja anak kampung pendidikan minim sudah paham ada apa di Pansel Capra IPDN,” lanjutnya.
Menurutnya, seorang Rektor harus memiliki ketegasan dengan melakukan pengecekan secara langsung pada saat kegiatan SPCP IPDN yang dilaksanakan hari Jumat tanggal 30 Agustus 2019 lalu.
“Karena di luar SOP, menurut keterangan Capra yang ikut dipanggil, mereka hanya duduk-duduk saja. Ditanya oknum panitia pun seputar apa pekerjaan orang tua, apa jabatannya. Pantas kah pertanyaan itu?” ujarnya.
Badia pun menuturkan jika dirinya memiliki hal-hal yang menguatkan dugaannya terhadap SPCP IPDN yang sudah diatur secara terstruktur untuk meloloskan Capra tertentu.
“Saya ingin persoalan ini bisa terungkap, masalahnya ada hak anak bangsa yang dirampas. Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 mengatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu,” bebernya.
“Oleh sistem terstruktur inilah, maka anak saya tidak memperoleh pendidikan bermutu,” tuntasnya. (*/Ndol)