CILEGON– Adanya kewajiban melakukan rapid test saat memasuki Pelabuhan seperti yang dikeluhkan seorang supir ambulance beberapa waktu lalu ditanggapi Pengelola Pelabuhan Merak sudah berpedoman pada Surat Edaran Gugus Tugas nomor 4 tahun 2020.
Dikatakan Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah VIII Banten, Nurhadi Unggul Wibowo. Jika ada persyaratan yang harus dilengkapi oleh pihak-pihak yang diperbolehkan untuk melakukan penyebrangan di Pelabuhan Merak berdasarkan SE Gugus Tugas nomor 4 tahun 2020.
“Jadi persyaratannya sesuai dengan SE itu, ada surat keterangan sehat dari dokter, itu diperbolehkan. Hanya saja kalau dia (suratnya) palsu, dia gak boleh,” ucapnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Sabtu (16/5/2020) petang.
Dalam Surat Edaran Gugus Tugas nomor 4 tahun 2020 ada 4 kategori orang yang diperbolehkan melakukan penyebrangan. Diantaranya lembaga pemerintah atau swasta, pasien yang membutuhkan perawatan darurat, orang yang keluarga intinya meninggal dunia dan repatriasi pekerja migran, pelajar yang dari luar negeri.
“Bukan kewenangan kita soal itu. Yang terserat itu kan di SE gitu,” ujarnya.
Sehingga sudah menjadi keharusan bagi pihak-pihak yang diperbolehkan melakukan penyebrangan sesuai SE Gugus Tugas nomor 4 tahun 2020 melalui Pelabuhan untuk melengkapi persyaratan yang sudah ditentukan.
“Jadi dia pergi dalam rangka menjalankan tugas, surat tugasnya kan dari instansinya. Tapi tetap harus dilampirkan KTP dan surat kesehatan,” ungkapnya.
Nurhadi memastikan, bagi pengguna jasa yang akan melakukan penyebrangan harus melalui pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu. Namun ia berkilah, jika pihaknya mengarahkan bagi pihak yang akan melakukan penyebrangan untuk melakukan pengecekan di salah satu tempat pelayanan kesehatan yang ada di sekitar Pelabuhan Merak.
“Jadi dia kalau mau naik kapal, itu harus diperiksa dulu. Kalau turun sih enggak. Jadi yang naik itu yang diperiksa. Pokoknya dia bawa surat keterangan sehat itu bisa darimana saja. Kita gak pernah maksa loh,” tukasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Cilegon, dr Arriadna menambahkan, jika pemeriksaan rapid test dengan tarif berkisar Rp 250ribu – Rp 350ribu itu masih hal yang wajar. Namun kebijakan besaran tarif pemeriksaan rapid test itu tergantung dari masing-masing klinik atau rumah sakit yang bersangkutan.
“Di klinik atau Rumah Sakit semua memang bayar. Tergantung masing-masing klinik atau Rumah Sakit, karena bisa jadi harga belinya beda-beda. Bervariasi antara 250 – 450ribu. Di Jakarta malah ada yang 600ribu,” kata Arriadna.
Kadinkes pun meminta agar masyarakat dari zona merah peduli dengan tenaga medis yang bekerja siang dan malam untuk menangani covid-19 dengan menuruti himbauan pemerintah agar tidak mudik.
“Kasian sama tenaga kesehatan yang harus melayani bila mereka sakit (terpapar covid-19). Emangnya gak kasian sama kami. Pakai baju APD itu sangat tidak nyaman. Teman-temanku yang bekerja di RS rujukan merasa dikhianati saat masyarakat tidak bisa disiplin,” keluhnya. (*/YS)