Pemkot Cilegon Bungkam Soal Dugaan Kebocoran Pajak PBB PT Krakatau Posco dan Monopoli Pengusaha Korea

 

CILEGON – Mencuatnya tudingan dugaan tentang kebocoran dan korupsi pajak bumi dan bangunan (PBB) pada perusahaan baja PT Krakatau Posco sampai saat ini masih menjadi tanda tanya besar.

Terlebih sikap Pemerintah Kota Cilegon yang terkesan tertutup dan bungkam terkait persoalan tersebut. Ini menyebabkan potensi pendapatan asi daerah (PAD) yang hilang itu belum menemukan titik terang.

Diketahui sebelumnya, Pengurus Besar Al-Khairiyah telah melayangkan gugatan kepada PT Krakatau Posco ke Pengadilan Negeri Serang dengan register Nomor Perkara 95/Pdt.G/2024/PN SRG.

Walikota Cilegon Helldy Agustian berkali-kali saat ditemui wartawan masih enggan berkomentar terkait hal tersebut.

Ditanya perihal persoalan PT Krakatau Posco, Helldy selalu menghindar dan mengalihkan wartawan untuk bertanya kepada dinas terkait.

Sikap Helldy masih saja bungkam hingga kini, termasuk ketika ditemui pada Senin (29/7/2024) kemarin.

Namun saat wartawan juga coba menyambangi Badan Pengelola Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Cilegon, Kepala Badan dan juga Kepala Bidang Pajak, hingga saat ini menutup diri dari wawancara terkait persoalan tersebut.

Saat coba dihubungi via pesan WhatsApp, Furqon selaku Kabid Pajak BPKPAD Kota Cilegon, tidak merespon pertanyaan dari wartawan.

PEMKOT CILEGON TURUT TERGUGAT

Sebelumnya diberitakan, adanya dugaan kebocoran dan korupsi pajak bumi dan bangunan (PBB) pada perusahaan baja PT Krakatau Posco, Ketua Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah, Haji Ali Mujahidin, melakukan upaya hukum dengan melakukan gugatan ke pengadilan.

Gugatan dengan tuduhan Perbuatan Melawan Hukum terhadap perusahaan Joint Venture Krakatau Steel dengan POSCO Korea Selatan itu, telah teregister di Pengadilan Negeri Serang yakni Perkara Nomor; 95/Pdt.G/2024/PN SRG, pada Tanggal 8 Juli 2024.

Selain menggugat PT Krakatau Posco, pria yang akrab disapa Haji Mumu itu juga menyertakan 11 (sebelas) pihak sebagai Turut Tergugat.

Ke sebelas pihak tersebut, yaitu (1) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI), sebagai Turut Tergugat I; kemudian (2) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, sebagai Turut Tergugat II, (3) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP RI) sebagai Turut Tergugat III, (4) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai Turut Tergugat IV, (5) Kementerian LHK sebagai Turut Tergugat V, (6) Kementerian Keuangan sebagai Turut Tergugat VI, (7) Kementerian BUMN sebagai Turut Tergugat VII, (8) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk sebagai Turut Tergugat VIII, (9) PT Krakatau Bandar Samudera (KBS) sebagai Turut Tergugat IX, (10) PT Krakatau Sarana Properti (KSP) sebagai Turut Tergugat X, dan (11) Pemkot Cilegon sebagai Turut Tergugat XI.

Ada tiga poin yang menjadi dasar dan alasan gugatan Haji Mumu kepada PT Krakatau Posco tersebut, yaitu :

Pertama; Menyikapi kegaduhan dan keresahan masyarakat termasuk pengusaha daerah Kota Cilegon atas persoalan dugaan perbuatan PT Krakatau Posco yang diduga telah merugikan keuangan negara atau keuangan daerah Kota Cilegon melalui dugaan manipulasi luas dan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terutama pada luas Pajak Bangunan yang telah terjadi lebih dari 10 tahun, digelapkan dan dimanipulasi oleh PT Krakatau Posco.

Padahal menurut Haji Mumu, sektor penerimaan PBB adalah bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari APBD Kota Cilegon yang menjadi bagian dari hak kesejahteraan masyarakat Kota Cilegon.

Kedua; Menindaklanjuti hearing di Gedung DPRD Kota Cilegon yang berkembang pada dugaan diskriminasi pengusaha daerah atau pengusaha pribumi akibat dugaan adanya oknum warga Korea Selatan dengan pengusaha dan pegawai / pejabat di PT Krakatau Posco yang telah sekian lama mencengkram dan memonopoli hampir seluruh potensi ekonomi dan bisnis di PT Krakatau Posco.

Ketiga; Sehingga atas persoalan sebagaimana Point Pertama dan Kedua tersebut, ternyata PT Krakatau Posco diduga bukan hanya merugikan keuangan daerah dari aspek dugaan korupsi dan manipulasi PBB saja, akan tetapi juga diduga telah merugikan perusahaan BUMN yaitu PT Krakatau Steel yang diduga terjadi akibat konspirasi “Warung dalam Toko” itu.

Selain beberapa persoalan tersebut, PT Krakatau Posco dalam soal lain juga dituding telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yakni pada awal melakukan kegiatan usahanya diduga sebelum terbitnya AMDAL dan izin lingkungan telah melakukan perusakan terhadap 2 jalur Daerah Aliran Sungai (DAS), sepadan aliran sungai yang merupakan jalur pembuangan limpasan air darat ke laut.

Diketahui, PT Krakatau Posco merupakan badan usaha yang sahamnya adalah patungan Joint Venture (JV) antara Pohang and Steel Iron (POSCO Korea) yang menyertakan awal sahamnya 70% dan bekerjasama dengan BUMN yaitu PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, yang memiliki saham awal sebesar 30%.

Namun saat ini, posisi kepemilikan saham Pohang and Steel Iron (POSCO Korea) dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk telah imbang dalam kepemilikan saham yakni masing-masing 50%. (*/Ika)

Comments (0)
Add Comment