CILEGON – Soal tudingan adanya kebocoran dan dugaan korupsi pajak bumi dan bangunan (PBB) pada perusahaan baja PT Krakatau Posco, Ketua Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah, Haji Ali Mujahidin, berusaha membuktikannya dengan melakukan upaya hukum dengan melakukan gugatan ke pengadilan.
Gugatan dengan tuduhan Perbuatan Melawan Hukum terhadap perusahaan Joint Venture Krakatau Steel dengan POSCO Korea Selatan itu telah teregister di Pengadilan Negeri Serang yakni Perkara Nomor; 95/Pdt.G/2024/PN SRG, Tanggal 8 Juli 2024.
Selain menggugat PT Krakatau Posco, pria yang akrab disapa Haji Mumu itu juga menyertakan 11 (sebelas) pihak sebagai Turut Tergugat.
Ke sebelas pihak tersebut, yaitu (1) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI), sebagai Turut Tergugat I; kemudian (2) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, sebagai Turut Tergugat II, (3) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP RI) sebagai Turut Tergugat III, (4) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai Turut Tergugat IV, (5) Kementerian LHK sebagai Turut Tergugat V, (6) Kementerian Keuangan sebagai Turut Tergugat VI, (7) Kementerian BUMN sebagai Turut Tergugat VII, (8) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk sebagai Turut Tergugat VIII, (9) PT Krakatau Bandar Samudera (KBS) sebagai Turut Tergugat IX, (10) PT Krakatau Sarana Properti (KSP) sebagai Turut Tergugat X, dan (11) Pemkot Cilegon sebagai Turut Tergugat XI.
Ada tiga poin yang menjadi dasar dan alasan gugatan Haji Mumu kepada PT Krakatau Posco tersebut, yaitu :
Pertama; Menyikapi kegaduhan dan keresahan masyarakat termasuk pengusaha daerah Kota Cilegon atas persoalan dugaan perbuatan PT Krakatau Posco yang diduga telah merugikan keuangan negara atau keuangan daerah Kota Cilegon melalui dugaan manipulasi luas dan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terutama pada luas Pajak Bangunan yang telah terjadi lebih dari 10 tahun, digelapkan dan dimanipulasi oleh PT Krakatau Posco.
Padahal menurut Haji Mumu, sektor penerimaan PBB adalah bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari APBD Kota Cilegon yang menjadi bagian dari hak kesejahteraan masyarakat Kota Cilegon.
Kedua; Menindaklanjuti hearing di Gedung DPRD Kota Cilegon yang berkembang pada dugaan diskriminasi pengusaha daerah atau pengusaha pribumi akibat dugaan adanya oknum warga Korea Selatan dengan pengusaha dan pegawai / pejabat di PT Krakatau Posco yang telah sekian lama mencengkram dan memonopoli hampir seluruh potensi ekonomi dan bisnis di PT Krakatau Posco.
“Hal ini menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat khususnya di pengusaha pribumi atau pengusaha daerah kerena peristiwa ini sudah sangat berlangsung lama, dan isu rasis Korea mewarnai kesenjangan di masyarakat dan pengusaha sekitar. Padahal oknum pengusaha dan pejabat atau pegawai oknum rasis Korea yang diduga berkuasa dan merajai tersebut ternyata mereka bukan anak perusahan POSCO Korea, bukan merupakan anak perusahan PT Krakatau Steel, bahkan juga bukan anak perusahan PT Krakatau Posco, dan tidak ada hubungannya dengan JV,” ungkap Haji Mumu dalam keterangannya, Senin (8/7/2024).
Haji Mumu menyebut tindakan dan kebijakan oknum pegawai dan pengusaha Korea Selatan itu telah membangun konspirasi “Warung dalam Toko” di PT Krakatau Posco.
“Kemudian seolah menjadikan warungnya untung dan tokonya buntung, bahkan PT Krakatau Steel sebagai Perusahan Negara sendiri sebagai pemegang saham Joint Venture (JV) di PT Krakatau Posco diduga selalu mengalami kerugian sejak awal dari pengelolaan JV atas sahamnya di PT Krakatau Posco. Dan hal ini tentunya berimplikasi terhadap potensi kehilangan dividen kepada negara,” jelas Haji Mumu.
Ketiga; Sehingga atas persoalan sebagaimana Point Pertama dan Kedua tersebut, ternyata PT Krakatu Posco diduga bukan hanya merugikan keuangan daerah dari aspek dugaan korupsi dan manipulasi PBB saja, akan tetapi juga diduga telah merugikan perusahaan BUMN yaitu PT Krakatau Steel yang diduga terjadi akibat konspirasi “Warung dalam Toko” itu.
Selain beberapa persoalan tersebut, PT Krakatau Posco dalam soal lain juga dituding telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yakni pada awal melakukan kegiatan usahanya diduga sebelum terbitnya AMDAL dan izin lingkungan telah melakukan perusakan terhadap 2 jalur Daerah Aliran Sungai (DAS), sepadan aliran sungai yang merupakan jalur pembuangan limpasan air darat ke laut.
“Ini mengakibatkan sering terjadinya banjir pada akses jalan nasional di sekitar wilayah Kelurahan Kubangsari, Tegal Ratu dan sekitar Kecamatan Ciwandan. Kemudian di dalam area lahan PT Krakatau Posco juga banyak vendor-vendor yang terkesan mendapatkan previlage menggunakan fasilitas PT Krakatau Posco, entah dalam bentuk kontrak lahan bangunan atau sewa lainnya, padahal izin PT Krakatau Posco itu adalah pabrik baja bukan kawasan Industri,” imbuh Haji Mumu.
Gugatan ini, menurut Haji Mumu dilakukan sebagai upaya memperjuangkan kepentingan masyarakat melalui jalur hukum dan konstitusional.
“Semoga bermanfaat juga untuk membela dan memperjuangkan kepentingan pemerintah daerah dan pemerintah pusat serta membela kepentingan bangsa dan negara, dari dugaan konspirasi kejahatan oknum warga Korea atas nama investasi. Perlu diingat bahwa tindakan Rasis juga merupakan bentuk Neokolonialisme level 4, yaitu kolonialisme gaya baru dengan kekuatan sistem the rasisme of power company,” tegasnya.
Diketahui, PT Krakatau Posco merupakan badan usaha yang sahamnya adalah patungan Joint Venture (JV) antara Pohang and Steel Iron (POSCO Korea) yang menyertakan awal sahamnya 70% dan bekerjasama dengan BUMN yaitu PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, yang memiliki saham awal sebesar 30%.
Namun saat ini, posisi kepemilikan saham Pohang and Steel Iron (POSCO Korea) dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk telah imbang dalam kepemilikan saham yakni masing-masing 50%.
Haji Mumu juga menambahkan bahwa awal PT Krakatau Posco didirikan salah satu tujuannya adalah untuk mengoptimalkan kebutuhan pasar baja dalam negeri meskipun pada kenyataanya quota penjualan ekspor diperkirakan jauh lebih besar pada pelaksanaannya hingga saat ini.
Tujuan lain didirikannya JV PT Krakatau Posco adalah untuk mengoptimalkan penggunaan bahan baku Sumber Daya Alam (SDA) dalam negeri, meskipun sejak awal sampai dengan saat ini PT Krakatau Posco cenderung lebih banyak menggunakan bahan baku impor.
“Sejak PT Krakatau Posco berdiri, hampir semua potensi bisnis dan usahanya didominasi oleh oknum pengusaha Korea yang terkesan mendapatkan previlage sebagai ‘vendor rekanan karpet merah’, yang menguasai sektor potensi ekonomi bisnis pengadaan barang dan jasa di PT Krakatau Posco. Dari mulai pengadaan bahan baku, bahan baku pembantu, material hendling, internal hendling, penanganan hasil produksi, logistik dan transportasi, jasa perawatan pemeliharaan dan jasa lainnya sampai termasuk suku cadang yang mayoritas didominasi oleh pengusaha Korea. Hal ini kemudian menimbulkan kesan diskriminasi rasis terhadap pengusaha daerah (pengusaha pribumi), yang kemudian memicu reaksi dan gejolak di masyarakat Kota Cilegon sebagaimana dapat dilihat pada peristiwa saat terjadinya kegaduhan dan hampir ricuh pada saat dilakukan hearing di Gedung DPRD Kota Cilegon beberapa waktu yang lalu,” tandas Haji Mumu.
Sementara itu, Direktur HR & GA PT Krakatau Posco, Dicky Mardiana, saat coba dikonfirmasi dan dimintai tanggapannya melalui pesan singkat WhatsApp, hingga saat ini belum memberikan tanggapan. (*/Rijal)