CILEGON – Salah satu orang tua siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Swasta di Kota Cilegon, Provinsi Banten, mengadukan persoalan yang dialami di sekolah, lantaran anaknya tak boleh mengikuti Penilaian Akhir Semester (PAS) atau ujian yang digelar sekitar akhir bulan November dan awal Desember 2022.
Dikabarkan, anaknya tersebut tidak bisa ikut ujian lantaran belum membayar SPP atau Sumbangan Pembinaan Pendidikan.
Selama 2 bulan sejak Oktober hingga November 2022, orang tua siswa tersebut mengaku tak bisa membayar SPP yang ditentukan oleh pihak sekolah yaitu setiap bulan sebesar Rp 500.000.
“Untuk bisa mengikuti PAS harus membayar sebesar 1 juta Pak. 500 ribu per bulan, terhitung dari bulan Oktober hingga November yang belum dibayar,” tulis pesan yang beredar di grup WhatsApp ASC Akur Sekabeh Cilegon, Kamis (17/11/2022).
Diketahui, anak tersebut saat ini mengenyam pendidikan di SMK YPWKS Cilegon.
Selain pesan percakapan terkait keluhan tersebut, beredar juga tangkapan layar surat yang dibagikan kepada wali murid, berasal dari pihak SMK YPWKS perihal Pemberitahuan Persyaratan Mengikuti Ujian Semester Ganjil Tahun Ajaran 2022/2023.
Atas beredarnya keluhan orang tua siswa tersebut, sejumlah anggota grup WhatsApp ASC memberikan komentar mengkritisi sistem pendidikan tersebut.
“Pendapat kami, semua sekolah swasta bisa menggratiskan muridnya, manakala dibackup Pemerintah, seperti halnya sekolah negeri yang dibantu dan didukung oleh pemerintah,” ujar anggota grup ASC.
Ia juga mengatakan, ketimpangan yang ada antara jumlah siswa di sekolah negeri dan di swasta dipengaruhi oleh penerimaan siswa baru di sekolah negeri yang gratis.
Hal tersebut dapat mengurangi pendapatan sekolah swasta sehingga orang tua siswa di sekolah swasta akan lebih terbebani.
“Sumber keuangan operasional sekolah swasta kan dari iuran orang tua siswa plus dana BOS. Dengan bebasnya jumlah rombel penerimaan siswa baru di sekolah negeri yang gratis, hal itu berdampak luas bagi sekolah swasta yang jumlah siswanya berkorelasi langsung dengan penerimaan iuran. Disinilah permasalahan dasar yang terjadi di dunia pendidikan kita,” tuturnya.
Tak berhenti disitu, anggota grup lainnya pun menilai bahwa masalah yang dialami oleh orang tua siswa tersebut termasuk bentuk diskriminasi dalam dunia pendidikan.
“Apakah ini masuk kategori diskriminasi terhadap murid yang kebetulan orang tuanya gak mampu bayar atau terlambat karena keadaan,” sindirnya.
Mereka anggota grup ASC juga mempertanyakan, apakah bentuk penghukuman dari pihak sekolah terhadap siswa tersebut layak diterapkan pada dunia pendidikan.
“Apakah memang seperti ini cara sekolah menghukum anak murid dengan tidak bisa mengikuti pelajaran gara-gara bapaknya gak kebayar (SPP),” ucapnya.
Anggota lainnya menegaskan bahwa kebijakan sekolah tersebut tidak tepat, karena kondisi orang tua yang bersalah, namun anaknya yang menjadi korban.
“Masa iya gara-gara orang tuanya telat bayaran lalu anaknya yang dikorbankan. Apakah tidak ada cara lain?” sindirnya.
Diketahui, persoalan itu mencuat berawal dari surat dengan nomor 432/SMK-YPWKS/1.8/XI/2022, yang beredar tertanggal 10 November 2022 yang ditujukan kepada seluruh orang tua murid dari pihak sekolah SMK YPWKS Cilegon.
Surat tentang Pemberitahuan Persyaratan Mengikuti Penilaian Akhir Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2022/2023 itu memuat ketentuan bahwa bagi siswa kelas 10,11,12 yang belum membayar SPP, UDP dan UKS maka tidak bisa mengikuti PAS.
Sesuai juga dengan penjelasan tambahan poin 3 dalam surat tersebut yang berbunyi ‘Peserta didik akan diberikan kartu peserta PAS setelah menyelesaikan kewajiban membayar SPP, UDP, dan UKS seperti yang dipersyaratkan diatas’ maka sudah dipastikan SMK YPWKS Cilegon melarang siswa nya untuk mengikuti PAS apabila belum membayar SPP. (*/Hery)