SERANG – Buntut aksi protes warga Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak terhadap aktivitas galian tanah ilegal di Kampung Pasir Heurih, berbuntut panjang.
Tujuh orang yang ikut dalam aksi protes pada 16 Desember 2024 lalu mendapat surat panggilan untuk dimintai keterangan dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Banten.
Pemanggilan dilakukan secara bertahap yang dijadwalkan pada Jumat (3/1/2025).
Pemanggilan oleh polisi terkait dugaan penghasutan dan atau bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang.
Salah seorang warga, Muntadir mengkritik pemanggilan terhadap ketujuh warga terkait aksi protes galian tanah.
“Kami tidak pernah setuju dengan kekerasan, tetapi aksi warga adalah bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan. Jalan desa kami hancur karena aktivitas truk pengangkut tanah merah,” ucap Muntadir, Kamis (2/1/2025).
Kerusakan jalan akibat aktivitas truk pengangkut tanah merah memicu kemarahan warga.
Menurut Muntadir, aksi protes terhadap aktivitas tambang tidak lain untuk melindungi desa dari dampak negatif.
Ia malah khawatir penegak hukum akan berpihak kepada para pelaku penambangan yang diduga ilegal dan telah merusak lingkungan serta infrastruktur desa.
“Kami justru meminta aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap para penambang ilegal yang menjadi akar masalahnya. Jangan sampai keadilan hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas,” tegas Muntadir.
Tak hanya itu, Erik salah satu tokoh di Kampung Papanggo Mekarsari menegaskan, protes yang dilakukan warga merupakan aspirasi. Aksi warga tidak ada kaitan dengan tindakan anarkis.
“Kami memberikan dukungan terhadap warga yang dipanggil karena mereka berjuang untuk kebenaran. Karena aksi kemarin itu merupakan aspirasi dan keresahan yang dirasakan sudah lama,” jelasnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Didik Hariyanto kepada wartawan membenarkan pemanggilan warga terkait aksi tersebut.
“Benar, tentang wawancara klarifikasi tersebut,” singkat Didik. (*/Fachrul)