SERANG – Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten mencatat, hingga awal Juli 2024 telah ditemukan sebanyak 25.028 kasus Tuberkulosis (TBC) yang tersebar di Provinsi Banten. Kasus terbanyak ditemukan di Kota Tangerang.
“Itu kan baru ditemukan, makanya kita kan menjaring terus,” kata Kepala Dinkes Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti saat ditemui wartawan di Pendopo Gubernur Banten, KP3B, Kota Serang, pada Senin, (8/7/2024).
Ia merinci, total kasus TBC berdasarkan kabupaten/kota se-Provinsi Banten, yakni Kabupaten Pandeglang 1.897 kasus, Lebak 2.419 kasus, Kabupaten Tangerang 6.239 kasus, Kota Tangerang 6.306 kasus, Kabupaten Serang 2.782 kasus, Cilegon 945 kasus, Kota Serang 1.777, dan Kota Tangerang Selatan 2.663 kasus.
“Kalau berdasarkan estimasi kasus di 2024 paling banyak itu di Tangerang, karena jumlah penduduknya paling banyak,” ujarnya.
Selanjutnya kata Ati, dari total 25 ribu kasus yang ditemukan telah diobati sebanyak 20.314 kasus, atau sekitar 82 persen. Sedangkan target di akhir tahun mencapai 95 persen.
“Jadi sekitar 5 ribu yang belum. Jadi harapannya di akhir tahun kita bisa mencapai 95 persen,” katanya.
Pihaknya mengaku akan terus intensif mencari kasus TBC di Banten, paling tidak bisa mencapai 90 persen di 2024. Bahkan sebutnya, Pj Gubernur Banten Al Muktabar sudah mengeluarkan Surat Keputusan dan Peraturan Gubernur (Pergub) Banten berkaitan dengan penanganan kasus TBC.
“Makanya kita selalu menjadi yang tertinggi. Selain itu kita juga sudah membuat tim percepatan penanganan TBC yang menggerakkan seluruh stackholder dari OPD, kader posyandu, tenaga pendamping, sampai NGO,” terangnya.
Dikatakan Ati, setelah menemukan kasus, pihaknya akan langsung menangani para penderita TBC melalui pengobatan yang dilakukan secara berkala tergantung pada seberapa parah kasus yang ditemukan.
Jika masuk kategori satu, maka pihaknya akan obati selama enam bulan tidak terputus. Kemudian untuk kategori dua, diobati selama delapan bulan, kategori tiga diobati selama 12 bulan, dan untuk yang sudah resisten bisa lebih dari satu tahun.
Selain diberikan pengobatan kepada penderita TBC, Pemprov juga memberikan edukasi kepada anggota keluarga yang bersangkutan agar tidak terlalu aktif berinteraksi dengan penderita TBC serta menjaga imunitas dengan baik.
“TBC itu angka kematiannya tinggi, dan daya tularnya juga cukup tinggi. Makanya Ketika ditemukan kasus langsung diperiksa dan diobati,” jelasnya.
Bila tidak diobati secara rutin, kata Ati maka proses penyembuhan akan semakin lama karena kumannya yang semakin kebal, dan penyebarannya semakin luas. (*/Faqih)