SERANG – Sesuai Keputusan KPU RI nomor 296 tahun 2020, lembaga pemantau memiliki kewajiban menyerahkan laporan hasil pemantauan kepada KPU paling lambat 7 hari sejak kepala daerah terpilih dilantik.
Atas dasar itu, Badan Pekerja Jaringan Rakyat untuk Demokrasi dan Pemilu (JRDP) menyerahkan laporan hasil pemantauan kepada KPU Kabupaten Pandeglang, Selasa 2 Maret 2021. Sementara penyerahan laporan kepada KPU Kabupaten Serang dan KPU Kota Cilegon, akan disampaikan Kamis 4 Maret 2021.
Koordinator Umum JRDP, Anang Azhari mengungkapakan, pihaknya telah melakukan pemantauan di 3 daerah, minus Kota Tangsel.
“JRDP berkesimpulan, kualitas pelaksanaan Pilkada 2020 oleh KPU dan Bawaslu, jauh di bawah standar dan dapat dikatakan rendah,” ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (3/3/2021).
Menururnya, hal demikian setidaknya tercermin pada 5 indikator. Pertama, tingkat partisipasi pemilih jauh di bawah target nasional yakni sebesar 77,5%. Tingkat partisipasi di Kabupaten Pandeglang sebesar 69,96%, Kota Cilegon sebesar 77,11%, Kabupaten Serang sebesar 62,7%, dan Kota Tangsel sebesar 60,9%.
“Memang ada beberapa variabel yang menentukan tinggi rendahnya tingkat partisipasi Pemilih dalam ajang Pilkada dan atau Pemilu, namun KPU lebih banyak berkutat pada metode sosialisasi konvensional yakni dengan cara tatap muka. Dengan peserta yang terbatas. Tidak tampak adanya pola sosialisasi yang efektif dan masif menggunakan sarana IT oleh KPU selama Pilkada 2020,” ujarnya.
Kedua kata Anang, terkait dengan validasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) layak dipertanyakan karena fakta di lapangan banyak PPDP yang tidak melakukan coklit secara door to door ke rumah calon pemilih.
“JRDP menemukan adanya puluhan pemilih pemula yang sudah memenuhi syarat menjadi pemilih, tidak dicoklit dan akhirnya namanya tidak tertera dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS),” katanya.
Ketiga, KPU dinilai gagap dalam mengelola tahapan pencalonan. Utamanya dalam sub tahapan pemeriksaan kesehatan pasangan calon di Kota Cilegon, dan verifikasi kelengkapan syarat calon di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, dan Kota Tangsel.
Selanjutnya keempat lanjut Anang, maraknya kasus dugaan pelanggaran kode etik oleh KPU dan Bawaslu, dan kini sebagian masih ditangani oleh DKPP RI. Kasus dimaksud misalkan terjadi di KPU Kota Cilegon, Bawaslu Kabupaten Serang, serta KPU dan Bawaslu Kota Tangsel.
“Kasus dugaan pelanggaran kode etik juga dapat dijumpai pada badan ad hoc KPU, misalkan PPK di Kota Tangsel dan Kabupaten Serang,” ungkapnya.
Sementara kelima, dipandang tidak profesionalnya aparatur Bawaslu dalam menyikapi laporan dan aduan masyarakat dan atau lembaga pemantau.
“JRDP pernah mengalami hal tersebut ketika berhadapan dengan Bawaslu di Kabupaten Pandeglang, Kota Cilegon, dan Kabupaten Serang. Pemahaman dan etika para aparatur Bawaslu dalam melayani aduan dan atau laporan masyarakat sangat tidak memadai,” tegasnya.
Berkaca pada temuan di atas, JRDP merekomendasikan kepada KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk melakukan evaluasi kinerja secara komprehensif, detail, dan obyektif atas pengelolaan tahapan Pilkada 2020.
“Sedari awal JRDP memiliki sikap agar pandemi Covid 19 tidak bisa dijadikan alasan bagi penyelenggara Pemilu untuk menurunkan standar kualitas Pilkada,” pungkas Anang. (*/Faqih).