FAKTA BANTEN – Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menegaskan, tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang hari ini telah bertengger di tingkat Rp15.000 per dolar AS bukan merupakan kondisi buruk yang menyebabkan Indonesia seolah seperti akan kiamat.
Menurut dia, hal tersebut dibuktikan dari beberapa indikator utama perekonomian Indonesia yang menunjukkan penguatannya. Di tambah, tingkat depresiasi maupun volatilitas nilai tukar rupiah yang cenderung masih baik jika dibandingkan negara-negara emerging market lainnya.
“Jangan kita lihat kalau Rp15.000 per dolar AS sudah kiamat. Kita bandingkan dulu, kalau semua negara mengalami tekanan depresiasi, harus kita bandingkan depresiasinya, naik turunnya (volatilitas), bukan tingkatnya, levelnya,” kata dia saat menjadi pembicara di Seminar Fraksi Golkar DPR RI, di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu 3 Oktober 2018.
Menurut dia, di tengah tren penurunan perekonomian global, Indonesia masih mengalami pertumbuhan 5,2 persen saja sudah menunjukkan kapasitas ekonomi domestik yang cukup baik.
Kemudian, terkendalinya harga-harga atau inflasi yang diperkirakan pada bulan ini, mampu di bawah tiga persen atau di bawah titik tengah yang telah ditargetkan sebesar 3,5 persen plus minus satu persen. Serta kredit perbankan yang masih mampu mencapai 11 persen.
“Indikator lain yang dalam kondisi normal sebetulnya enggak apa-apa. Tapi menjadi perlu perhatian dalam kondisi seperti saat ini yakni kondisi defisit transaksi berjalan dan aliran modal asing yang memang saat ini harus dilingkari. Dalam kondisi sekarang harus diturunkan,” tuturnya.
Sementara itu dari sisi tingkat depresiasi dan volatilitasnya diungkapkan Perry, Indonesia dari Januari hingga saat ini masing-masing hanya mencapai 9,82 persen dan 7,3 persen, lebih rendah dari depresiasi Indian rupee yang mencapai 12,4 persen dan volatilitasnya yang mencapai 7,7 persen.
“Kalau dilihat suhu panasnya kita dibandingkan negara lain masih terjaga. Kita bandingkan dengan Turki pelemahannya 37,7 persen, Brasil 17,6 persen, Afrika Selatan 13,8 persen, India 12,4 persen, Indonesia 9,8 persen, Filipina memang 8,2 persen, Tiongkok 5,3 persen, dan Thailand 0,6 persen,” ucap dia.
“Thailand kuat ya karena surplus devisa. Kita defisit mereka surplus ya enggak bisa di bandingkan. Maka kita bandingkan yang alami defisit serupa,” tambah Perry.
Berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Bank Indonesia dolar AS dibanderil hari ini pada level Rp15.088. Melemah dari perdagangan kemarin yang berada di level Rp14.988 per dolar. (*/Viva)