Siap Berdebat, Ustadz Irkham Nilai Prof Mahfud MD Gagal Faham Soal Khilafah

Oleh: Irkham Fahmi Al-Anjatani

FAKTA BANTEN – Sebenarnya opini ini sudah cukup lama, dari sebelum saya membangun ma’had di Cirebon, tetapi berhubung masih ada saja orang yang menggunakan tulisan Pak Mahfud MD (mantan Ketua MK) untuk menolak Syari’ah dan Khilafah, maka saya merasa berkewajiban untuk membantahnya, agar orang-orang yang anti Syari’ah dan Khilafah tidak merasa jumawa dengan pendiriannya.

Sebelumnya, Pak Mahfud MD menyatakan, bahwa tidak ada ajaran baku tentang pemerintahan Islam. Semua kaum muslimin bebas menentukan model negaranya masing-masing. Dengan menggunakan dalil Hadits Nabi Muhammad SAW, “antum a’lamu biumuuri dunyaakum” (kalian lebih mengetahui dengan urusan dunia kalian). Pak Mahfud coba mengokohkan argumentasinya.

Padahal, jika dilihat dari ‘asbaabul wurud’nya, Hadits yang digunakan Pak Mahfud MD tersebut bermula dari saran Nabi Muhammad SAW kepada para petani kurma di Madinah untuk mencangkok pohon-pohon kurmanya, dengan maksud, agar mendapatkan hasil yang lebih baik. Akan tetapi, ketika itu sudah dijalankan oleh para petani di Madinah, ternyata hasilnya justru tidak sesuai harapan. Mereka pun akhirnya mengadu kepada Nabi SAW. Akan hal itu, dan beliau (Muhammad) pun menjawab “antum a’lamu biumuuri dunyaakum”, (Lihat: HR. Muslim, no. 2361-2363).

Pernyataan Nabi Muhammad SAW di atas bukan kaitannya dengan perkara syari’at, melainkan sekedar metode duniawiyah. Wajar saja bila akhirnya beliau membebaskan kepada umatnya, mau digunakan ataupun tidak. Berbeda dengan masalah syari’at/hukum, batasan halal dan haram, definisi hak dan bathil, maka itu harus sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasulnya, tidak boleh bertentangan dengan aturan yang sudah dibawa oleh Nabi Muhammad SAW (Lihat: Syarah Shahih Muslim, XV/115).

Pak Mahfud MD juga mengklaim, bahwa tidak ada perintah dari Allah maupun Rasulnya untuk menentukan negara Khilafah. Padahal Nabi Muhammad SAW sudah memerintahkan kepada umatnya, “Alaykum bisunnatii wasunnati khulafaairroosyidiin”, yang artinya “hendaknya kalian contoh Aku dan contoh pula para Khalifah yang diberi petunjuk (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali)”.

Meskipun Nabi SAW secara tersurat tidak memerintahkan “tegakkanlah oleh kalian khilafah!”, akan tetapi beliau memerintahkan kepada kita untuk mencontoh para Khulafaaurr Roosyidiin. Lalu apa yang harus kita contoh dari para Khalifah itu? Tentu jelas! semuanya, akhlaknya, semangat dakwahnya, termasuk juga sistem pemerintahan yang diterapkannya (Khilafah), karena tidak ada pengecualian di sana. Dengan demikian, secara tersirat Nabi’pun memerintahkan kepada umatnya untuk menegakkan sistem Khilafah sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh para Khalifah yang mulia.

Pak Mahfud MD berani meremehkan perkara Khilafah, dengan alasan “Khilafah itukan hanya sekedar ijtihad para ulama”, Loh.. Kalau Demokrasi itu ijtihad siapa?

Selain itu, Pak Mahfud MD juga mengatakan bahwa tidak ada standar baku dalam model Kekhilafahan Islam. Dengan dalih, berubah-ubahnya proses penetapan kepemimpinan di dalamnya. Beliau coba menguatkan alasannya untuk tetap menolak Khilafah. Padahal, apa yang dimaksud oleh Pak Mahfud sebatas tataran teknis, bukan hal mendasar. Sebagaimana sistem di negeri ini, dahulu Presiden dipilih langsung oleh DPR, tapi sekarang dipilih langsung oleh rakyat. Meskipun begitu, tetap saja tidak berubah, namanya tetap sistem Demokrasi.

Begitupun dengan teknis pergantian kepemimpinan pada masa sahabat dahulu, meskipun tidak semuanya sama tetapi sistemnya tetap sama, Khilafah. Perbedaan-perbedaan uslub struktural yang terjadi pada masa Kekhilafahan Islam bukan berarti itu masalah prinsipil, yang kemudian dijadikan alasan untuk menolak Khilafah. Sama seperti sholat, berbeda-beda cara takbir, sedekap dan tasyahudnya, tidak masalah, sebab itu bukan perkara baku yang prinsipil. Semua ulama tidak semuanya sama terkait hal itu. Akan tetapi, semua ulama sama pendapatnya, sholat shubuh 2 roka’at, dhuhur-ashar-isya 4 roka’at, dan maghrib 3 roka’at. Inilah standar bakunya, tidakboleh ada yang merubahnya.

Sama halnya dengan Khilafah, meski berbeda-beda model suksesi kepemimpinannya, tidak masalah, sebab itu bukanlah standar baku yang utama. Aturan baku yang sudah disepakati oleh para ulama adalah, umat Islam wajib mempunyai seorang pemimpin, tidak boleh lebih. Umat Islam wajib bersatu, lintas negara dan lintas benua. Dan sejarah membuktikan, semua itu hanya dapat terwujud dengan Khilafah.

Maukah Pak Mahfud MD dengan persatuan itu?

Imam An-Nawawy berkata:
وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاء عَلَى أَنَّهُ لَا يَجُوز أَنْ يُعْقَد لِخَلِيفَتَيْنِ فِي عَصْر وَاحِد سَوَاء اِتَّسَعَتْ دَار الْإِسْلَام أَمْ ل

“Para ulama telah bersepakat bahwa Tidak Boleh (umat Islam) mempunyai dua orang Khalifah dalam satu waktu, baik ketika wilayah Darul Islam luas ataupun tidak”, (Syarah Shahih Muslim, XII/232. Lihat juga Tafsir Ibnu Katsir, I/73 & Marotibul Ijma’ Ibnu Hazm, I/124).

Itu yang menyatakan ulama-ulama terkemuka semua Loh pak. Jangan tanyakan kepada kami negara manakah yang saat ini menerapkan sistem Khilafah! Karena saat ini belum ada satupun negara yang menerapkannya. Itulah sebabnya mengapa HTI terus memperjuangkannya.

So, Pak Mahfud, yuk kita perjuangkan Syari’ah dan Khilafah bersama !!!

Salam Hormat.

Sumber: dakwahmedia.my.id

Khilafah
Comments (0)
Add Comment