Dalam RUU Cilaka, Izin Pemda Dikurangi dan Perda Bisa Dibatalkan Pusat

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja sebelumnya bernama Ciptakan Lapangan Kerja alias Cilaka akan memangkas sejumlah kewenangan pemerintah daerah dalam pemberian izin.

Setidaknya dari beberapa sektor yang diatur dalam RUU Cilaka, pemda akan kehilangan otonominya dalam menetapkan izin pertambangan, energi, pertanian, penerbangan sampai bangunan gedung. Pasal 4 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba awalnya berbunyi, “Penguasaan mineral dan batubara oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.”

Dalam RUU Cilaka Pasal 4 ayat (2) diubah menjadi, “Penguasaan mineral dan batubara oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat.” Praktis kewenangan pemda dalam Pasal 7, 8, dan 37 dalam UU Minerba juga ikut dihapus menyesuaikan ketentuan ini. Pada Pasal 6 UU No. 28 Tahun 2002, peran pemerintah daerah dalam memberi persetujuan bangunan gedung juga dihapus.

Pasal 6 RUU Cilaka mengantinya dengan persetujuan bangunan gedung dari pemerintah pusat. Peran pemda dalam persyaratan administratif bangunan gedung seperti Pasal 8 UU No. 28 Tahun 2002 juga dihapus dalam RUU Cilaka. Kasus serupa juga terulang dalam Pasal 47-50 UU No. 39 tahun 2014 kalau izin perkebunan diberikan oleh pemda.

Namun dalam RUU Cilaka Pasal 47 diubah menjadi, “perizinan berusaha dari pemerintah pusat”. Pasal 48-50 yang mengatur kewenangan pemda dihapus. Tidak hanya mencabut kewenangan pemda, sejumlah peraturan yang menjadi kewenangan daerah juga dapat dicabut oleh pemerintah pusat.

Ketentuan pencabutan ini sebenarnya sudah ada dalam UU No. 23 Tahun 2014, tetapi RUU Cilaka membuat pemerintah lebih leluasa dengan meniadakan sejumlah ketentuan kapan peraturan itu bisa dicabut. Dalam Pasal 250 ayat (1) UU No. 23 tahun 2014 awalnya tertulis, “Perda dan Perkada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat (1) dan ayat (3) dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan.”

Namun dalam Pasal 250 RUU Cilaka ketentuan itu diubah dengan menghilangkan “kepentingan umum dan kesusilaan”.

Definisi kepentingan umum terkait kesejahteraan sampai ketertiban umum pada pasal 250 ayat (2) pun ikut dihilangkan. Lalu dalam Pasal 251 ayat (1)-(4) UU No. 23 tahun 2014 pembatalan peraturan awalnya dilakukan oleh gubernur untuk aturan bupati sampai walikota dan menteri terkait untuk aturan gubernur.

Namun dalam Pasal 251 RUU Cilaka, kewenangan itu semua diambil oleh presiden. “Perda Provinsi dan peraturan gubernur dan/atau Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan Peraturan Presiden,” demikian ayat (2) Pasal 251 RUU Cilaka.

Terkait pemangkasan berbagai peraturan ini, pemerintah memang tengah berupaya agar investasi tidak terhambat regulasi. Dalam pidato kenegaraan di DPR pada Agustus 2019 dan pelantikan pada Oktober 2019, pesan ini jadi catatan utama Jokowi untuk dikerjakan.

“Kita ingin semuanya nantinya setiap regulasi itu bisa dikerjakan dengan cepat. Tetapi mohon maaf, saya lihat dalam urusan yang berkaitan dengan regulasi, kita ini memakai pola lama yang sudah berpuluh-puluh tahun tidak pernah kita ubah,” ucap Presiden Jokowi saat peresmian Pembukaan Orientasi dan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan bagi Anggota DPR RI dan DPD RI Terpilih Periode 2019-2024, di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin, 26 Agustus 2019.

Baca selengkapnya di artikel “RUU Cilaka: Izin Pemda Dikurangi dan Perda Bisa Dibatalkan Pusat”, https://tirto.id/ezce.

RUU Cilaka
Comments (0)
Add Comment