JAKARTA – Presiden Joko Widodo memberikan remisi atau pengurangan hukuman kepada I Nyoman Susrama selaku otak pembunuhan wartawan Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa. Hukuman penjara seumur hidup bagi Susrama berubah menjadi 20 tahun.
Susrama merupakan aktor intelektual yang mendalangi pembunuhan berencana terhadap Prabangsa. Saat mengeksekusi pembunuhan, dia dibantu enam pelaku lain.
Mereka adalah Komang Gede yang berperan sebagai penjemput korban. Dua orang lainnya, Nyoman Rencana dan I Komang Gede Wardana alias Mangde berperan sebagai eksekutor pembunuhan dan membuang mayat korban ke laut.
Sementara tiga orang lainnya, yaitu Dewa Sumbawa, Endy, dan Jampes bertugas membersihkan darah korban.
Kasus ini bermula ketika Prabangsa menulis berita terkait dugaan korupsi sejumlah proyek Dinas Pendidikan di Kabupaten Bangli, Bali, sejak awal Desember 2008 hingga Januari 2009.
Salah satunya, berita terkait proyek pembangunan TK dan SD bertaraf Internasional di Bangli. Susrama adalah pemimpin proyek tersebut.
Susrama marah atas pemberitaan yang ditulis redaktur Radar Bali, Jawa Pos Grup, itu.
Pembunuhan Prabangsa dilakukan di rumah Susrama, Banjar Petak, Bangli, pada 11 Februari 2009. Dia dieksekusi antara pukul 16.30 hingga 22.30 WIB.
Saat itu, Susrama ikut memukul korban dengan balok kayu. Usai menghabisi Prabangsa, jenazah korban dibuang ke laut, di Perairan Padang Bai, Karangasem, Bali.
Setelah dinyatakan hilang selama lima hari, Prabangsa kemudian ditemukan tak bernyawa di Teluk Bungsil, pada 16 Februari 2009. Kondisi tubuh korban mengalami rusak.
Pengadilan Susrama
Kasus ini mulai terungkap setelah korban ditemukan. Polisi menduga motif pembunuhan karena pemberitaan yang ditulis korban.
Pada 15 Februari 2010, Pengadilan Negeri Denpasar akhirnya menjatuhkan vonis terhadap Susrama hukuman penjara seumur hidup. Ketua Hakim Djumain menyatakan mantan caleg PDI Perjuangan itu terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan secara berencana.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa berupa hukuman mati.
Upaya banding yang diajukan Susrama ditolak Pengadilan Tinggi Denpasar pada April 2010. Pengadilan Tinggi menguatkan vonis terhadap adik kandung I Nengah Arwana, Bupati Bangli saat itu.
Pada 24 September 2010, Mahkamah Agung juga menolak kasasi yang diajukan Susrama. Ketua Majelis Kasasi Artidjo Alkostar menilai putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi sudah tepat.
Namun, setelah sembilan tahun menjalani hukuman, Presiden Jokowi menandatangani Keppres nomor 29 tahun 2018 pada 7 Desember lalu. Isinya terkait pemberian remisi terhadap 115 narapidana yang dihukum seumur hidup, termasuk Susrama.
Menkumham Yasonna Laoly menjelaskan pemberian remisi Susrama diusulkan oleh pihak Lembaga Pemasayarakatan setelah melihat rekam jejaknya yang baik selama menjalani masa hukuman. Kemudian usulan itu dibawa ke tim pengamat pemasyarakatan (TPP) untuk diusulkan ke Kantor Wilayah Kemenkumham.
Menyikapi hal ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar menilai remisi untuk Susrama merupakan langkah mundur penegakan kemerdekaan pers. Sebab selama ini tidak pernah ada kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia yang diungkap secara tuntas dan dihukum berat, selain kasus ini.
Ketua AJI Denpasar Nandhang R. Astika mengatakan vonis seumur hidup bagi Susrama saat itu dinilai menjadi angin segar bagi kemerdekaan pers. Pihaknya mengetahui benar susahnya mengungkap kasus tersebut.
“Perlu waktu berbulan-bulan dan energi yang berlebih hingga kasusnya dapat diungkap oleh Polda Bali,” katanya.
Usai pemberian remisi dari hukuman seumur hidup menjadi 20 tahun, kata Nandhang, bukan tidak mungkin nantinya Susrama akan menerima pembebasan bersyarat. (*/CNNIndonesia)