JAKARTA – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengakui ada kelalaian dalam pemberian remisi terhadap I Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan seorang wartawan di Bali.
Meski mengklaim telah memenuhi seluruh prosedur yang berlaku, pemerintah memberikan remisi tanpa mempertimbangkan aspek keadilan dalam masyarakat.
Dirjen Pemasyarakatan, Sri Puguh Budi Utami, menyebut lembaganya tidak memeriksa secara detail nama-nama calon penerima remisi, termasuk Susrama.
“Kami tidak melakukan profiling satu per satu (pada penerima remisi),” kata Sri di Denpasar, Bali, Sabtu (02/02).
“Ada aspek rasa keadilan masyarakat yang luput dari kami untuk memahami kasus secara holistik,” ujarnya seperti dilaporkan Anton Muhajir, wartawan di Denpasar yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
I Nyoman Susrama membunuh wartawan Radar Bali, Anak Agung Gede Narendra Prabangsa, tahun 2009.
Adik kandung eks Bupati Bangli, Nengah Arnawa, itu dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dalam kasus pembunuhan tersebut.
Desember 2018, Susrama menerima remisi berdasarkan keputusan yang diteken Presiden Joko Widodo. Kebijakan itu menuai polemik, salah satunya soal jaminan kebebasan pers di Indonesia.
Dalam diskusi dengan Solidaritas Jurnalis Bali, Sri menyebut pemberian remisi untuk Susrama sebenarnya tak melanggar regulasi apapun.
Menurutnya, Susrama berkelakuan baik selama menjalani hukuman dan mengikuti program pembinaan selama minimal lima tahun.
Susrama masuk dalam daftar 119 terpidana penerima remisi per 7 Desember 2018. Lima tahun lalu Susrama pernah memohon remisi, tapi ditolak karena penerima pengurangan hukuman setidaknya harus sudah menjalani masa hukuman 10 tahun dan berusia lebih dari 50 tahun.
Karena remisi terlanjur diberikan, Sri Puguh menyarankan para pihak yang keberatan mengajukan surat keberatan kepada Jokowi. Prosedur itu disebutnya dimungkinkan oleh UU 30/2014 tentang administrasi pemerintahan.
Kepala Kantor Wilayah Kumham Bali, Sutrisno, mendorong keberatan itu diajukan secara spesifik dan jelas.
“Kasus ini masih terbuka, jalan keluarnya dengan membuat surat keberatan. Perlu alasan kuat agar remisi itu bisa dibatalkan,” katanya.
Dalam forum yang sama, Solidaritas Jurnalis Bali menyerahkan surat keberatan atas remisi Susrama.
Dalam surat keberatan itu, kelompok jurnalis menyebut pemberian remisi dari penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 20 melanggar aspek hukum dan sosiologi.
Dari sisi sosiologi, Susrama tidak pernah mengakui perbuatannya. Kelompok wartawan menganggapnya tidak menyesal setelah melakukan pembunuhan.
“Kami harap Kemenkumham bisa segera mengajukan surat keberatan ini pada presiden karena jika sampai 7 Maret tidak ada gugatan, remisi ini akan berlaku,” kata I Made Suardana, pengacara yang mewakili SJB.
Keberatan sama juga datang dari istri almarhum Prabangsa, Sagung Mas Prihantini. Ia membuat surat bertulisan tangan untuk Jokowi.
“Terlalu berat bagi kami, mengetahui bagaimana suami saya dibunuh dengan cukup sadis oleh pelaku,” demikian salah satu kutipan surat itu. (*/Viva)