LEBAK – Meski angka pengangguran terbuka (TPT) di Kabupaten Lebak tahun 2024 tercatat menurun menjadi 6,22 persen, persoalan ketenagakerjaan di wilayah ini belum benar-benar selesai.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa penurunan sebesar 1,35 persen dari tahun sebelumnya itu tidak serta-merta menggambarkan situasi yang sepenuhnya membaik.
Menariknya, angka pengangguran lebih banyak dialami oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Dari penduduk usia kerja, 6,52 persen pria masih menganggur, sementara angka untuk perempuan lebih rendah di 5,75 persen.
Padahal, selama ini asumsi publik cenderung melihat perempuan lebih sulit mendapat pekerjaan.
“Ini menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam dunia kerja di Lebak kian meningkat, bahkan mengungguli laki-laki dalam hal keterserapan kerja,” kata Fungsional Statistik BPS Lebak, Yuliansarwo Edi, Selasa (23/6/2025).
Yuliansarwo menjelaskan bahwa perkembangan ini tak lepas dari tumbuhnya iklim investasi di Lebak yang turut membuka berbagai peluang kerja.
“Penambahan lapangan kerja dan masuknya investor menjadi faktor utama yang mendorong penurunan angka pengangguran,” jelasnya.
Namun, ia mengingatkan bahwa masalah pengangguran bukan hanya soal angka statistik semata. Lebih dari itu, isu ini menyentuh aspek sosial, kesejahteraan, dan ketimpangan ekonomi yang harus segera dicari jalan keluarnya secara menyeluruh.
Lebak, sebagai kabupaten terluas di Provinsi Banten dengan jumlah penduduk lebih dari 1,4 juta jiwa, memiliki tantangan tersendiri dalam mengelola dinamika pertumbuhan penduduk dan ketersediaan lapangan kerja.
Mahasiswa Soroti Ketimpangan Kesempatan Kerja
Sejumlah mahasiswa juga angkat suara soal ini. Idong, mahasiswa Ekonomi dari salah satu kampus di Lebak, menilai penurunan angka pengangguran perlu dibarengi dengan penguatan sektor informal dan pemberdayaan masyarakat desa.
“Angka boleh turun, tapi kualitas pekerjaan juga harus jadi sorotan. Apakah mereka yang bekerja sudah sesuai keahlian? Apakah ada jaminan keberlanjutan? Itu yang sering kali luput dari perhatian,” ujarnya.
Menurutnya, banyak lulusan perguruan tinggi justru memilih merantau karena terbatasnya pilihan karier di daerah sendiri.
“Pemda harus mendorong tumbuhnya industri berbasis lokal dan memperkuat pelatihan kerja, agar pemuda Lebak tidak hanya menjadi penonton di kampung sendiri,” pungkas Idong.
Peluang Ekonomi dan Ancaman Sosial
Pertumbuhan penduduk memang bisa menjadi kekuatan pembangunan, selama mampu dikelola dengan bijak.
Penduduk yang produktif akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi, memperbesar pasar, dan meningkatkan produksi. Namun, jika tidak disertai peningkatan keterampilan dan akses kerja yang merata, justru dapat menjadi beban sosial.
Karena itu, meskipun data TPT menunjukkan tren menurun, pemerintah daerah diharapkan tidak berpuas diri.
Perlu ada kebijakan afirmatif yang menyentuh sektor akar rumput, agar penurunan pengangguran bukan hanya angka statistik, tapi juga terasa nyata dalam kehidupan masyarakat. (*/Sahrul).