LEBAK – Pengesahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) 2025 terus menuai beragam tanggapan dari berbagai kalangan, termasuk dari Wakil Ketua Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan (OKK) KNPI Lebak, Udi Wahyudi.
Ia menilai bahwa beberapa poin dalam regulasi yang baru disahkan ini berpotensi menggeser prinsip demokrasi yang telah diperjuangkan sejak reformasi 1998.
Menurut Udi, semangat reformasi menegaskan bahwa TNI sebagai alat pertahanan negara harus tetap netral dan tidak masuk ke ranah sipil maupun politik praktis.
Ia mengingatkan agar pengesahan UU ini tidak menjadi langkah mundur yang justru membuka peluang bagi kembalinya dwifungsi militer.
“Kami menghormati peran vital TNI dalam menjaga kedaulatan negara, tetapi jangan sampai ada regulasi yang justru memberi ruang bagi militer untuk kembali berperan di luar fungsi pertahanan. Reformasi harus tetap dijaga,” tegas Udi kepada Fakta Banten, Minggu (23/3/2025).
Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya partisipasi masyarakat sipil dalam setiap kebijakan strategis yang menyangkut institusi negara.
Menurutnya, pengesahan UU TNI 2025 seharusnya didahului dengan diskusi yang lebih luas, melibatkan akademisi, tokoh masyarakat, serta organisasi kepemudaan seperti KNPI.
“Pemerintah dan DPR RI harus membuka ruang dialog lebih luas. Jangan sampai ada pasal-pasal yang ditetapkan tanpa kajian mendalam dan masukan dari masyarakat. Ini bukan hanya soal pertahanan negara, tetapi juga soal bagaimana demokrasi kita berkembang ke depan,” terangnya.
Salah satu poin yang menjadi perhatian dalam UU TNI 2025 adalah kemungkinan pelibatan kembali militer dalam urusan sipil dalam kondisi tertentu.
Beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa aturan ini dapat membuka celah bagi militer untuk kembali memiliki pengaruh di luar fungsi pertahanan.
Selain itu, wacana penempatan perwira aktif di jabatan sipil juga menjadi isu krusial yang memicu perdebatan.
Udi Wahyudi menekankan bahwa prinsip supremasi sipil harus tetap menjadi landasan dalam setiap kebijakan negara.
“Jika ada aturan yang memungkinkan militer terlibat dalam urusan sipil tanpa kontrol yang jelas, ini bisa menjadi preseden buruk bagi demokrasi kita. Reformasi menegaskan bahwa militer harus profesional dan fokus pada pertahanan negara,” ujarnya.
Sebagai pemuda yang aktif dalam organisasi kepemudaan, Udi Wahyudi juga mengajak generasi muda untuk lebih peduli terhadap isu-isu strategis seperti ini.
Ia menegaskan bahwa masa depan demokrasi Indonesia bergantung pada keterlibatan anak muda dalam mengawal kebijakan negara.
“Jangan hanya diam. Kita harus kritis dan berani menyuarakan pendapat demi masa depan bangsa yang lebih baik. Jangan sampai kita terlena dengan kebijakan yang berpotensi mengancam demokrasi yang telah diperjuangkan,” tutupnya.
Dengan berbagai sorotan yang muncul, Udi berharap agar pemerintah dan DPR RI dapat mendengar aspirasi publik dan memastikan bahwa UU TNI 2025 benar-benar membawa manfaat tanpa mengorbankan nilai-nilai demokrasi dan reformasi yang telah dibangun selama ini. (*/Sahrul).