LEBAK – Tidak adanya papan informasi peringatan bahaya di Pantai Pasir Putih (Pasput) Desa Ciparahu, Kecamatan Cihara, Kabupaten Lebak, diduga menjadi penyumbang insiden laka laut yang menimpa rombongan pelajar asal Kabupaten Serang beberapa waktu lalu.
Hal ini sontak mendapat sorotan banyak pihak. Selain tidak terkelola dengan baik, semrawutnya tarif retribusi ilegal pun tercium menyengat.
Yeni Mulyani, Aktivis Pegiatan Wisata sekaligus Ketua Generasi Pesona Indonesia (GenPI) Lebak Selatan angkat bicara soal ketiadaan rambu peringatan bahaya di garis pantai pasput yang tidak terpasang. Padahal pengelola di kala musim liburan menetapkan tarif kunjungan di area tersebut.
“Pada prinsipnya, pengelolaan destinasi wisata itu harus memasangi rambu-rambu peringatan bahaya di area-area yang berpotensi terjadi kecelakaan laut saat pengunjung ingin berenang, serta penetapan tarif retribusi tersebut harus disertai dengan jaminan asuransi kecelakaan,” jelas Yeni, Jumat (13/7/2018)
Menurutnya, tidak dibenarkan jika penarikan tarif kunjungan dan parkir di kawasan wisata tidak memperhatikan legal formal penentuan tarif, penentuan tarif masuk pengunjung tersebut harus mengacu dan memperhatikan Perda retribusi Lebak, Perdes dan turunan Peraturan lainnya.
“Jika tidak memperhatikan hal-hal tersebut bisa disebut operasi ilegal dan tarif yang dikenakan kepada pengunjung bisa dianggap pungli,” ungkapnya.
Sementara itu, Pemerintah Desa Ciparahu, membenarkan banyaknya pengaduan soal penentuan tarif retribusi masuk kepada wisatawan yang tidak mengantongi izin dan legal formal dari pemerintah setempat. Serta ketiadaan plang rambu peringatan bahaya di area wisata.
Serta pihaknya merasa tidak mau disalahkan jika terjadi sesuatu di kawasan wisata tersebut, terlebih Pemerintah Desa Ciparahu tidak memiliki kapasitas di dalam pengelolaan wisata Pasir Putih (Pasput) Desa Ciparahu, Kecamatan Cihara.
“Di kawasan wisata pantai pasput tersebut dikelola oleh perorangan, yaitu pemilik lahan masing-masing. Selama ini belum ada koordinasi pengelolaan wisata baik itu naungan hukum Perdes maupun Perda wisata. Mereka mengelola sendiri,” terang Ea Supena, Sekretaris Desa Ciparahu ketika dihubungi wartawan.
Lanjutnya, Pemerintah Desa Ciparahu menekankan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab mengelola kawasan wisata tersebut untuk segera memasang rambu peringatan bahaya di lokasi untuk menghindari peristiwa serupa akibat pengunjung yang tidak tahu jika di kawasan tersebut bukan area yang aman untuk berenang.
“Tentu kapasitas kami, Pemerintah Desa tidak ada kapasitas apa-apa, apalagi pengelola tidak pernah mengurusi ijin retribus dengan Pemerintah Desa dan Pemerintah Daerah. Ketika ada insiden kecelakaan seperti kemarin yang menewaskan pelajar asal Kabupaten Serang, itu pengelola yang harus bertanggung jawab, apalagi tidak ada rambu peringatan bahaya di sana,” pungkasnya. (*/Sandi)